Move on, Lana, move on

823 28 0
                                    

Hampir dua jam berlalu Lana berada di ruangan itu, bersama Freya-si pemilik cafe tempat dia putus dengan Pierre. Dia menghabiskan waktunya untuk menangis sambil mencoba menjelaskan apa yang baru saja terjadi pada Freya.

"Sialan dia! Gue bunuh juga tuh anak!" teriak Freya dengan kalap ketika dia mendengar semua cerita mengalir dari bibir Lana.

"Selama ini kalian pacaran kan elo udah bilang nggak ada sex sebelum nikah, kan? Lhah kenapa si brengsek itu ngungkit-ngungkit lagi, sih?!"

Lana hanya diam sambil menunduk, entah kenapa tiba-tiba merasa tertarik dengan sepatu yang dia pakai. Sedangkan Freya sudah sibuk dengan kegiatannya mengumpat dan menyumpah pada makhluk yang baru saja mematahkan hati sahabatnya itu.

"Lo juga kenapa gitu-gitu aja sih, Lan?"

Mendengar pertanyaan Freya, Lana mengangkat wajahnya yang sudah lesu. "Gue udah coba sebisa gue, Frey. Lo nggak denger tadi ribut-ribut? Gue udah berusaha bikin dia tenang, biar dibicarain baik-baik. Dan dia pergi gitu aja. Tanpa dengerin omongan gue. Gue kudu gimana lagi, Frey?"

Lana benar-benar terlihat seperti orang yang sudah tidak memiliki semangat hidup. Freya menatap sahabat kesayangannya itu dengan prihatin. Freya tahu bahwa terkadang Lana dan Pierre memiliki beda pendapat. Dan menurutnya itu wajar dalam menjalin sebuah hubungan. Tapi kalau sampai putus seperti ini pasti ada sesuatu hal yang lain. Sesuatu yang membuat Pierre begitu berniat memutuskan Lana.

Dan Freya mengetahuinya. Tapi dia takut untuk mengatakannya pada Lana. Takut dia akan semakin terpuruk ketika mengetahui kenyataan itu.

"Atau mungkin Pierre... akhir-akhir ini lagi deket sama cewek nggak, Lan? Selain lo gitu," ucap Freya sambil harap-harap cemas menunggu respon dari Lana.

Dan kecemasan itu beralasan, dan terbukti. Seolah mengerti apa yang coba disampaikan sahabatnya, tubuh Lana menegang. Dia menatap Freya.

"Menurut lo Pierre-"

"Gue cuma nanya, Lan, sumpah!" potong Freya sebelum Lana melanjutkan kalimatnya.

"Jadi, karena dia?" kata Lana, bergumam pada dirinya sendiri.

Tapi Freya masih bisa mendengar itu. Dia mengangkat alisnya. Dia? Seingatnya, Lana belum pernah menceritakan apapun tentang seseorang yang dimaksud Lana dengan 'dia'. Freya mendapat firasat bahwa 'dia' di sini berhubungan dengan apa yang coba Freya katakan pada Lana.

"Dia?" tanya Freya.

Lana menghela napas kemudian mendongakkan kepalanya, menahan air mata yang siap merebak sekali lagi untuk yang kesekian kalinya.

"Gue belum cerita yah, Frey?" tanyanya sambil tersenyum kecut.

Freya mengangguk. Kencang sekali sampai kepalanya terlihat mau lepas.

"Dia... mantan Pierre," kata Lana memulai ceritanya.

Dahi Freya berkerut bingung. Mantan? Pierre? Perasaan selama ini pacarnya Pierre ya cuma si Lana ini. "Waktu di Belgia," tambah Lana. Freya hanya beroh-oh saja sebagai respon. Tidak tahu harus berkata apa tanpa melukai perasaan sahabatnya.

"Beberapa minggu yang lalu aku ketemu dia di sini.." lanjutnya lirih.

"HAH? Jadi si mantannya Pierre lo itu di Indonesia tercinta kita ini?!" Sekali lagi Lana hanya bisa mengangguk sambil tersenyum kecut ketika mendengar teriakan Freya. Apalagi saat sahabatnya itu mengatakan Pierre-nya.

Dia sudah bukan Pierre-ku lagi, batin Lana pedih.

"Dia mulai ngontak Pierre. Ya waktu itu gue pikir dia cuma butuh temen aja, kan dia nggak kenal siapa-siapa di sini. Gue juga nggak begitu keberatan waktu Pierre sering ketemuan sama dia. Gue pikir buat apa? Toh selama ini Pierre pacaran sama gue dan dia nggak pernah nikung sekalipun. Gue percaya sepenuhnya sama Pierre," suara Lana semakin mengecil.

Grey SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang