Pagi-pagi sekali Prilly sudah rapi dengan setelan baju peplum lengan pendek serta rok mini, menampakkan kakinya yang putih mulus. Lintang yang baru selesai mandi langsung mendelik ke arah Prilly yang asik berkutat dengan ponselnya. Baru saja Lintang ingin bertanya, Prilly sibuk mengangkat telepon dan terlihat begitu serius.
"Apa, Ali kecelakaan?" Prilly berteriak tak percaya sembari menutup mulutnya. Hatinya menyeri saat seseorang mengabarkan bahwa Ali kecelakaan.
"Pril... kenapa?" Lintang mendekati Prilly yang terduduk merebahkan setengah badannya di kursi.
"Ali, Ali. Dia kecelakaan." Prilly mulai menjatuhkan air matanya beberapa tetes, Lintang yang tak tega merangkul pundak Prilly menyabarkan.
"Tadi yang nelpon lo siapa, Pril?" tanpa mendengar pertanyaan Lintang, Prilly langsung berdiri mengambil tasnya di atas kasur dan keluar setengah berlari.
Lintang berusaha mengejar Prilly, namun ia sudah lebih dulu meninggalkan apartemen. Sejujurnya Lintang bingung, mau ke mana Prilly pergi? apa ke rumah sakit, tapi kenapa tak bilang dulu main pergi saja. Sepeninggal Prilly, Lintang masuk kembali ke dalam kamar entah kenapa perasaan Lintang tiba-tiba saja tak enak. Pikirannya langsung tertuju pada Prilly, merasa ada sesuatu yang mengganjal dan tak beres.
***
"Aliiii." Suara lantang Prilly berteriak memanggil nama Ali.
Tadi sebelum telepon mati, seseorang yang entah siapa memberi tahu Prilly kalau Ali kecelakaan di dekat taman, makanya Prilly tanpa basa-basi pada Lintang langsung saja pergi ke tempat kejadian, tapi sesampainya di sana tak ada bekas orang kecelakaan malah sepi dan tak ada orang. Prilly makin menangis kencang saat Ali tak didapatinya di sana, sementara pikiran dan hati Prilly sudah tak karuan.
'Ali, kamu di mana?'
Prilly menghempaskan tubuhnya di rerumputan hijau pinggir taman, dari arah bersebrangan ada sepasang mata yang memperhatikan gerak geriknya sedari tadi. Prilly yang tak sadar ada seseorang yang memperhatikannya, masih saja menangis sesengukkan.
"Prilly." Seorang pria dengan wajah tertutup masker mendatangi Prilly dan menyeringai dibalik penutup wajahnya.
"Siapa, lo?" Prilly tergugup saat pria itu mulai mendekat dan ingin menarik tangannya.
Pria itu tak menyahut hanya tersenyum licik sambil terus mendekati Prilly yang badannya tersandar di pohon.
"Pergi nggak lo, gue bakal teriak kalau lo nggak pergi sekarang," ancamnya kejam.
"To... hmppppphh." Dari balik pohon ada seorang pria lagi yang datang dan langsung membekap mulut Prilly dengan sapu tangan yang sudah di beri obat bius sebelumnya.
"Bawa dia ke mobil," perintah pria yang sepertinya bos dari orang yang membius Prilly dari belakang.
"Good Job." Oscar tertawa puas melihat hasil kerja anak buahnya, tak sia-sia di bayar mahal karena sudah berhasil menculik Prilly, mantan kekasihnya.
***
Lintang yang baru saja keluar mengunci apartemennya ingin mencari makan, terkejut bukan main saat Ali datang berjalan ke arahnya. Lintang seperti melihat setan di depannya sampai melongo membuat Ali melambaikan tangannya di depan wajah Lintang agar berkedip.
"Lintang, woy... lo kenapa sih?"
"Ah, eh... A... li." Lintang salah tingkah sendiri dengan senyum ragu-ragu melihat Ali yang tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa lo, mendadak jadi Azis gagap gitu?" Ledek Ali sembarangan pada Lintang yang akhirnya menyakini kalau pria yang berdiri di hadapannya ini memang benar, Ali.
YOU ARE READING
For More Love
FanficPatah hati adalah akhir pahit dari sebuah percintaan. Hampir setiap orang merasakannya, begitu pula dengan Prilly. Ia harus menahan rasa sakitnya ketika diputuskan sebelah pihak oleh Oscar, kekasihnya. Ia gagal move on dari pria tak beradab itu. Nam...