"Ka ... Kamu?" Prilly tak sanggup lagi meneruskan kata - katanya melihat Ali yang pulang dengan wajah babak belur. Kemeja putih yang dikenakannya pada waktu berangkat terlihat sangat rapi kini terlihat sangat berantakan, bahkan ada beberapa bercak darah menempel di kemeja putihnya sedang jasnya ia tenteng dengan tangan kanannya.
Belum sempat berkata - kata Ali sudah ambruk di depan Prilly.
"Ali!! Ali!! Bangun!!" Teriak Prilly panik, ia sangat takut jika sampai Ali kenapa - napa.
"Lintang!! Cepat kemari bantuin gue!" Panggil Prilly pada sahabatnya. Lintang pun datang dengan terburu - buru. Melihat kondisi Ali yang seperti itu Lintang pun tak kalah terkejutnya.
"Ayo kita bawa ke dalam."
Dengan susah payah akhirnya kedua gadis itu bisa membawa Ali masuk dan membaringkannya di ranjang kamarnya. Prilly kemudian melepaskan sepatu yang dikenakan Ali serta melepaskan dasi yang masih melingkar di lehernya.
"Lin, tolong ambilkan minyak angin dan perlengkapan buat ngobatin lukanya, biar gue ambil air hangat dulu di dapur," titah Prilly pada Lintang kemudian setengah berlari ia menuju ke dapur. Tak lama kemudian Prilly sudah datang dengan sebuah handuk kecil dan sebaskom air hangat.
"Li,bangun Li," panggil Prilly sembari mendekatkan minyak angin aromateraphy ke hidung Ali, namun Ali masih diam tak bergerak. Entah sudah berapa kali Prilly melakukannya, hasilnya tetap sama, Ali tak kunjung membuka mata.
"Prill, jangan - jangan Ali mampir cafe dulu sebelum ke kantor," celetuk Lintang membuat Prilly mengernyitkan keningnya dan tak lama kemudian tangannya telah menjitak kepala Lintang.
"Lo pikir Ali pesan kopi trus ada sianidanya gitu? Ali itu babak belur Lin, dia pasti habis berantem, tapi sama siapa?" Sahut Prilly sembari menempelkan handuk kecil yang sudah dibasahi dengan air hangat ke luka dan memar di wajah Ali.
Prilly memandangi wajah Ali yang lebam dan ada sedikit luka di ujung bibirnya, dielusnya perlahan bibir Ali dengan ujung jarinya. Tanpa terasa air matanya telah meluncur deras membasahi pipinya, rasa sedih dan takut kehilangan Ali menyelinap dalam hatinya.
"Ali bangun! Bangun Ali!" Prilly menggoyang - goyangkan tubuh Ali lantas menangis tersedu memeluk tubuh Ali.
"Lin, gimana ini? Dari tadi Ali ngga bangun - bangun juga," keluh Prilly.
"Tenang Prill, jangan panik, kita coba cara lain," sahut Lintang.
"Cara apa?"
"Lo kasih nafas buatan."
"Hah?" Prilly membulatkan matanya.
"Ya udah kalau lo ngga mau biar gue aja yang kasih nafas buatan ke Ali," ujar Lintang bersiap hendak mendekatkan wajahnya ke wajah Ali namun ditarik oleh Prilly.
"Enak aja lo, Cuma gue yang boleh ngasih nafas buatan ke Ali! Lo sono sama Arez!" Sahut Prilly mendorong tubuh Lintang menjauh dari tubuh Ali.
Prilly kemudian bersiap melakukan nafas buatan untuk Ali, tangan kanannya membuka mulut Ali sementara tangan kirinya menutup hidung Ali, perlahan Prilly mendekatkan mulutnya ke mulut Ali dan saat mulutnya telah menempel di mulut Ali tiba - tiba mulut itu melumat bibir Prilly membuatnya terkejut. Ali membuka matanya dan tersenyum pada Prilly.
"Jadi kamu cuma pura - pura?" Delik Prilly kesal karena telah dikerjai oleh Ali.
"Kampret lo Li! Gue sama Prilly udah panik tahu ngga!" Lintang pun ikutan kesal.
"Ya maaf, gue hanya ingin tahu seberapa khawatirnya Prilly ke gue jika gue kenapa - napa," ujar Ali meringis memegangi luka di sudut bibirnya, Prilly yang tak tega pun kembali mengompres bagian yang luka dengan handuk kecil yang sudah dibasahi dengan air hangat.
"Sebenarnya lo kenapa sih Li bisa babak belur begini?" Tanya Lintang kemudian. Sementara Prilly masih diam mengompres luka dan memar Ali di bagian wajah.
"Gue dikeroyok oleh anak buah Oscar," jelas Ali yang membuat Prilly terkejut.
"Bukannya Oscar ada di tahanan Li?" Tanya Prilly menatap khawatir pada Ali.
"Iya, tapi dia masih punya anak buah di luar tahanan, dan untungnya tadi ada rombongan polisi yang sedang patroli, mereka berhasil diringkus," jawab Ali kemudian merangkul pundak Prilly, "dan apapun yang terjadi aku akan selalu ada untuk kamu," lanjutnya lantas mencium pipi Prilly.
"Yeee, gue dijadiin obat nyamuk!! Gue keluar ah daripada gue pengin," seru Lintang berlalu dari kamar Ali. Prilly dan Ali pun saling berpandangan kemudian tertawa bersama.
Prilly memperhatikan kemeja Ali yang lusuh dan terkena bercak darah, ia kemudian melangkah menuju lemari dan mengambil satu kaos berwana biru dongker.
"Ayo ganti dulu bajunya," titah Prilly mulai melepaskan kancing kemeja Ali satu per satu, Ali pun memperhatikan wajah Prilly yang sedang berusaha menggantikan kemejanya tanpa berkedip.
Saat dua kancing kemeja Ali sudah terbuka nampak sebuah kalung emas putih dengan liontin berbentuk hati yang bertaburan berlian, sedang di sisinya terdapat dua buah cincin emas putih yang mengapit liontin tersebut.
Prilly kemudian melanjutkan membuka kancing kemeja Ali hingga selesai, dan terakhir Prilly melepaskan kaos dalam yang melekat di tubuh Ali. Saat itulah Prilly terperangah kaget saat melihat sebuah tulisan menghiasi tubuh Ali.
I'll Find and Marry You
Prilly Fahisya Denada
Prilly terpaku menatap dua baris tulisan yang menghiasi dada Ali, ada nama lengkap Prilly di situ.
"Tatoo ini aku buat saat usiaku genap 18 tahun,mungkin kamu sudah lupa padaku, namun aku tak pernah lupa padamu, gadis yang duapuluh tahun yang lalu kuboncengkan di palang sepeda kecilku," ungkap Ali menjelaskan tentang tatoo nama lengkap Prilly di tubuhnya.
Ali kemudian melepaskan pengait kalung yang melingkar di lehernya, ia lantas mengeluarkan dua buah cincin yang dijadikan sebagai bandul kalungnya.
"Prilly Fahisya Denada, will you marry me?" Ucap Ali menatap harap ke dalam manik mata Prilly. Prilly yang tak menyangka Ali akan melamarnya secepat itu masih terdiam. Ia memang merasa nyaman saat bersama Ali, namun pertemuan mereka baru beberapa hari setelah pertemuan pertamanya 20 tahun yang lalu, bahkan jadian saja belum.
"Prilly Fahisya Denada, will you marry me?" Ulang Ali sekali lagi, namun Prilly masih tetap terdiam. Hatinya berkecamuk. Ali pernah mengungkapkan perasaannya pada Prilly, bahkan Prilly pernah menolaknya karena masih trauma dengan masa lalunya, lagi pula ia juga baru bertemu beberapa kali. Dan kini, Ali tidak lagi meminta Prilly untuk menjadi pacarnya, tapi Ali melamarnya. Itu berarti Ali meminta Prilly untuk menjadi pendamping hidupnya.
"Ayolah Prilly, apakah aku terlihat main - main hingga aku tidak bisa meyakinkan hatimu? Aku mencintaimu Prilly."
Prilly menatap mata Ali, seolah sedang mencari jawaban atas keragu - raguannya selama ini, dan di mata Ali Prilly menemukan ketulusan dan cinta yang begitu besar. Walau baru beberapa kali bertemu namun Ali selalu ada untuk Prilly, dan tatoo yang ada di tubuh Ali, itu juga salah satu bukti akan kesungguhan cintanya pada Prilly, bahkan sebelum mereka bertemu kembali. Haruskah Prilly menerima lamaran Ali secepat itu?
"Terima? Engga? Terima? Engga?" Bathin Prilly dalam hati.
***
By: Widya

YOU ARE READING
For More Love
FanficPatah hati adalah akhir pahit dari sebuah percintaan. Hampir setiap orang merasakannya, begitu pula dengan Prilly. Ia harus menahan rasa sakitnya ketika diputuskan sebelah pihak oleh Oscar, kekasihnya. Ia gagal move on dari pria tak beradab itu. Nam...