2

22.4K 908 4
                                    

Ex-Girl

Rilla tidak tahu lagi apa yang ia rasakan saat ini pada Theo. Kesal? Kecewa? Marah? Benci? Entahlah. Belum sempat Rilla meletakkan ponsel ke atas meja, kini telpon rumah yang berdering.

"Hallo?"

"Carilla? Benar itu kamu?"

"Theo? Ada apa?"tanya Rilla bingung karena Theo menelpon ke rumah.

"Aku yang harusnya bertanya ada apa? Tadi kau menelpon dan mengatakan akan pergi bersama Cello. Dan sekarang kamu sudah di rumah. Yang benar saja. Masa kalian hanya pergi setengah jam. Atau jangan-jangan..."ucapan Theo menggantung, namun sedetik kemudian Theo kembali bicara, "Kalian tidak jadi pergi??"

"Ya begitulah. Cello mendadak telpon dan mengatakan kalau dia tidak bisa datang. Kami tidak jadi pergi."

"Kamu sudah ganti baju?"

"Ha?"ucap Rilla spontan. Dia benar-benar bingung bagaimana pembicaraan tentang jadi tidaknya Rilla pergi berubah menjadi apakah Rilla sudah ganti baju atau belum.

"Maksudnya kamu sudah mengganti bajumu dengan baju rumah atau belum?"ulang Theo.

"Belum. Kenapa?"

"Bagus! Tunggu aku, 10 menit lagi aku sampai di rumah."ujar Theo cepat dan langsung memutuskan telpon.

Apalagi ini? Apa yang akan dilakukannya??Pikir Rilla.

Rilla benar-benar bingung harus melakukan apa. Baik Cello maupun Theo keduanya benar-benar membingungkan Rilla. Akhirnya Rilla memutuskan untuk menunggu Theo pulang sambil memainkan gadget di tangannya hingga waktu berlalu dengan cepat.

Dan benar saja, kurang dari 10 menit, Theo sudah berlari-lari memasuki rumah dan langsung menuju ke kamar Rilla.

"Carilla?"panggilnya pelan.

"Ya."sahut Rilla sambil keluar dari kamar mandi setelah mencuci muka.

Theo memperhatikan Rilla dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Sial! Kalau bukan tadi ingin jalan dengan Cello, Rilla tidak mungkin berdandan secantik ini...bathin Theo dan langsung menata kembali perasaannya.

"Jadi... Kenapa kamu tidak pergi?"tanya Theo sambil menghempaskan badannya di sofa di kamar Rilla.

Rilla bersandar di lemari rendah dekat jendela,"Cello bilang dia ada pekerjaan mendadak jadi dia tidak bisa pergi. Itu intinya."sahut Rilla singkat. Malas menjelaskan dengan lengkap apa yang terjadi pada dirinya. Bagaimana aku menjelaskannya pada Theo? Oh ya, Theo, tadi Cello melamarku, lho. Tapi kemudian dia membatalkan janji kencannya denganku. Tidak mungkin! Miris sekali, bukan?pikir Rilla tanpa berani mengatakannya.

"Kamu masih ingin pergi?"tanya Theo serius.

"Terus kenapa?"

"Kalau kamu masih ingin pergi jalan-jalan, kita bisa pergi. Tapi kalau tidak, ya apa boleh buat."ujar Theo sambil mengeluarkan dua lembar tiket taman hiburan, "Terpaksa tiketnya dibuang saja..."sambung Theo sambil berpura-pura membuang dua lembar tiket taman bermain itu ke luar jendela.

Rilla langsung merampas kedua tiket itu dari tangan Theo, "Eh jangan! Sayang kan? Kita pergi saja. Tapi aku tidak mau naik mobil, Theo. Aku benar-benar menghabiskan seluruh daya tahanku tadi."

Theo tersenyum penuh kemenangan,"Oke! Kita naik motor. Ayo, pakai jaketmu!"ujar Theo sambil menarik tangan Rilla untuk mengikutinya.

Ternyata di dalam garasi rumah Theo, selain Porsche hitam pernah dibawanya ke rumah Rilla, dan Lexus Hybrid yang dipakainya tadi untuk mengantar kedua orangtua Rilla ke bandara, di sana masih tersimpan sebuah Ferrari Modena dan sebuah motor besar buatan Ducati.

Love Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang