Other Way
Matt tersenyum. Sebenarnya dia sudah tahu kemana arah pembicaraan ini. Namun dia suka menggoda Ana. "Apa kau menganggap aku gila? Tentu saja aku tertarik padanya."sahut Matt cepat.
"Matt... Kau tahu apa kedudukannya dalam hidup Theo?"tanya Ana lagi berusaha menjelaskan dengan sabar dan bukannya langsung mengomel pada Matt.
"Kalau secara pasti sih tidak, tapi kalau dari yang kulihat, dia mungkin lebih berharga dari apapun di mata Theo."jawab Matt,"Dan tolong jangan berbelit-belit, Ana. Katakan saja apa yang ingin kau tanyakan walau aku sudah bisa menebaknya."
"Kalau kau tertarik pada Rilla dan kau ingin mendekatinya, aku mohon jauhi dia mulai dari sekarang sebelum semuanya terlambat. Kalau perlu aku akan mengembalikanmu ke asramu di Wina. Dan jangan sampai Theo tahu kalau kau tertarik pada Rilla. Theo akan mengorbankan apapun. Apalagi kalau Rilla juga perasaan yang sama denganmu. Theo akan melepaskan Rilla dan membiarkanmu mendekatinya. Aku tidak ingin melihat Theo menjadi lemah karena cinta."
Tiba-tiba Matt tertawa terbahak-bahak,"Yang benar saja, Anas?! Aku memang tertarik pada Rilla, tapi aku tidak terpesona dan tidak ingin mendekatinya lebih jauh. Tenang saja. Untung bagiku karena tadi kami bertemu teman-teman Rilla di restoran, dan aku benar-benar terpesona dengan salah satu temannya. Dee namanya."
"Kau terpesona oleh gadis itu? Ya tuhan, Matt. Betapa banyak gadis cantik disekelilingmu dan kau terpesona oleh gadis yang tomboy itu? Aku akui kau memang berbeda dengan laki-laki pada umumnya."
Matt hanya tersenyum mendengar ucapan Ana. "Jadi apa kau bisa tenang sekarang? Aku tidak akan mungkin merebut Rilla dari Theo setelah semua yang Theo lakukan untukku."
Ana berdiri dan mengelus kepala Matt,"Aku benar-benar menyayangimu. Kau lebih dewasa daripada anak seusiamu. Besok, kalau aku atau Stefan tidak sempat mengantar Rilla, aku harap kau mau berangkat sekolah bersamanya."ucap Ana lembut lalu berjalan keluar dari apartemen Matt.
***
Sudah genap tiga hari Theo pergi ke Sydney, dan sudah tiga hari juga Matt mengantar jemput Rilla ke sekolah dan kemanapun Rilla ingin pergi. Matt sama sekali tidak keberatan mengantar Rilla kemanapun gadis itu inginkan karena dengan begitu Matt dapat bertemu dengan Dee.
Sabtu malam...
Rilla sedang menyelesaikan tugas sekolahnya saat intercom berbunyi. Sesaat Rilla sempat bingung siapa yang datang bertamu selarut ini. Namun Rilla ingat kalau Matt atau Ana belakang suka sekali muncul tiba-tiba di depan apartemen Theo.
"Rilla?"
"Ana? Ada apa?"tanya Rilla setelah menekan tombol intercom yang kini menampilkan wajah Anas di layarnya.
"Bisa bukakan pintunya? Ada yang ingin kuberikan padamu."
"Tentu. Tunggu sebentar."sahut Rilla dan kemudian berlari menuruni tangga menuju pintu depan."Ada apa?"tanya Rilla setelah membukakan pintu agar Ana bisa masuk.
Ana menyodorkan sebuah undangan. Undangan berwarna silver itu di design dengan sangat mewah tapi tetap anggun. Yang membuat Rilla hanya terdiam adalah photo yang terpasang di sampul depan undangan itu.
"Maaf kalau aku membuatmu terganggu dengan undangan ini. Tapi aku tidak mungkin tidak menyampaikan undangan ini padamu. Tadi siang undangan ini diantar ke rumah Theo. Acaranya hari rabu malam. Aku rasa saat itu Theo sudah pulang dari perjalanan bisnisnya jadi kalian bisa pergi bersama."ujar Ana pelan sambil memperhatikan reaksi Rilla.
Rilla memaksakan diri untuk tersenyum. Pada akhirnya dia berhasil memaksa dirinya untuk melupakan apa yang sudah dilakukan Cello padanya, tapi kini semua kenangan itu bagaikan film yang diputar ulang."Tidak perlu merasa bersalah, Ana. Aku rasa sebentar lagi televisi juga akan menyiarkan pemberitaan pernikahan mereka. Atau mungkin beritanya sudah dicetak di majalah dan surat kabar? Masalahnya beberapa hari ini aku terlalu sibuk dengan ujian midterm. Jadi aku sama sekali tidak ada menyentuh majalah apapun itu."jawab Rilla ringan.
"Kamu yakin pernikahan Cello tidak berakibat apapun padamu?"tanya Anas cemas.
Rilla terdiam. Semua perbuatan Cello yang sempat dilupakannya kini kembali muncul dalam ingatan Rilla, bahkan jauh lebih jelas. Tanpa sadar, airmata Rilla keluar dari mata indahnya.
"Sebenarnya apa lagi yang harus aku lakukan?"tanya Rilla pelan,"Apapun yang Cello lakukan, aku selalu mencoba untuk bisa menerimanya. Dia hanya mengunjungiku 3 kali dalam setahun, aku terima. Dia selalu membatalkan semua janji makan malam dengan Mom dan Dad, aku tetap menerimanya. Dia selalu mendahulukan pekerjaannya daripada kencan denganku, aku tetap bisa bersabar. Tapi kenapa dia tidak bisa bersabar menungguku pulang dari Italy dan langsung tidur dengan Miranda? Kenapa dia tidak pernah bersabar menungguku saat aku ingin meredakan semua amarahku padanya? Apa aku tidak boleh marah? Apa lagi yang kurang dari aku, Ana. Apa? Apa lagi yang harus aku lakukan agar semua yang sudah terjadi ini tidak pernah ada? Kenapa dia selalu menyakitiku? Kenapa, Ana? Kenapa?"seru Rilla histeris tanpa memberi Ana kesempatan untuk menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkannya.
Ana mengulurkan tangannya untuk meraih Rilla ke dalam pelukannya, tapi ada sepasang tangan kekar yang terlebih dahulu menarik Rilla ke dalam pelukannya orang itu.
"Tidak ada yang kurang darimu. Kamu sama sekali tidak boleh meragukan apapun yang kamu miliki. Kamu terlalu sempurna untuk siapapun, Rilla. Termasuk Cello."ujar Theo lembut sambil memeluk Rilla yang menangis tersedu-sedu di dadanya.
"Theo?!"ucap Ana tidak percaya saat melihat Theo sudah berdiri di hadapannya dengan wajah yang belum pernah dilihat Ana selama dia mengenal Theo.
Wajah Theo yang sempat dilihat Anas benar-benar menakutkan. Siapapun yang melihatnya pasti akan gemetar. Baru kali ini Ana melihat Theo benar-benar murka, karena kata 'marah' terlalu ringan untuk menggambarkan emosi yang sedang dialami Theo. Tapi raut wajah 'setan' itu hanya sebentar singgah di wajah tampan Theo, sebelum kembali ke wajahnya yang biasa, lembut dan menenangkan.
"Apa yang kamu ingin aku lakukan pada mereka, Carilla? Aku bersumpah akan melakukan apapun yang kamu minta."tanya Theo sambil menjauhkan wajah Rilla dari dadanya agar Theo bisa melihat wajah Rilla.
Rilla menggeleng pelan,"Jangan lakukan apapun. Biarkan waktu yang membalasnya. Berjanjilah padaku. Jangan lakukan apapun pada mereka. Jangan ancam ataupun menghancurkan semua yang mereka miliki. Jangan sentuh apapun yang mereka jaga. Berjanjilah."ucap Rilla di sela-sela isak tangisnya.
"Apa kamu bilang?"
"Berjanjilah padaku, Theo. Jangan lakukan apapun dalam bentuk apapun pada mereka. Berjanjilah!"
"Sebenarnya apa yang kamu pikirkan? Mereka berdua sudah menyakitimu seperti ini! Mereka sudah membuatmu menangis! Mereka sudah melukaimu sangat dalam! Melihatmu seperti ini menyakitkan bagiku! Dan kamu memintaku tidak melakukan apapun pada mereka? Yang benar saja?!"tanya Theo bingung dengan jalan pikiran Rilla.
"Berjanjilah Theo..."bisik Rilla di tengah isak tangisnya.
"Maafkan aku. Tapi aku tidak bisa."putus Theo cepat.
Rilla menatap Theo dalam diam, airmatanya sudah berhenti mengalir dan kemudian berjalan ke beranda apartemen sebelum memanjat pagar yang tingginya hanya satu setengah meter itu."Berjanjilah..."ujar Rilla sambil melangkahi pagar.
Theo benar-benar terkejut dengan apa yang dilakukan Rilla dan dengan beberapa langkah besar Theo sudah sampai di beranda,"Turunlah. Jangan berbuat macam-macam."
"Berjanjilah padaku, Theo..."
"Carilla... Aku mohon. Turunlah..."
"Theo... Aku mohon padamu. Berjanjilah padaku... Berjanjilah!!"teriak Rilla histeris. Dan kini dia benar-benar sudah berada di sebelah luar pagar beranda.
Dengan kesal Theo meninju kaca pintu beranda dan langsung pecah hingga melukai tangan kanannya."Baiklah, Carilla Anabell Marlock-Houston! Aku berjanji padamu bahwa aku tidak akan melakukan apapun dalam bentuk apapun pada Cello ataupun Miranda. Sekarang bisakah kau kembali kesini dan berhenti membuat jantungku ingin berhenti? Melihatmu seperti itu akan membuatku lebih tua seratus tahun!"bentak Theo yang kali ini benar-benar hilang kendali.
Entah sejak kapan tepatnya, yang jelas saat Rilla berhasil kembali ke beranda, Matt dan Stefan sudah berada di ruangan tengah. Tepat saat Rilla menginjakkan kakinya di beranda, Theo langsung menarik Rilla ke dalam pelukannya sebelum mencium bibir Rilla dengan kasar. Melupakan kalau saat ini bukan hanya mereka berdua yang ada disana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Between Us
RomanceCarilla, gadis yang ceria dan setia. Cello, pengusaha muda kaya raya yang sangat mencintai Carilla. Theo, taipan muda Manhattan yang tampan namun tidak jujur pada dirinya sendiri. Apa yang terjadi saat cinta mengubah hubungan ketiganya?