Final Decision
Dee langsung terkesiap mendengar ucapan Rilla. Sepanjang pengetahuannya, Rilla sangat mencintai Cello dan memilih percaya pada pria itu apapun yang pria itu katakan. "Kenapa Rilla? Bukankah kau sangat mencintai Cello? Atau cinta itu sudah tidak ada?"
Rilla menggeleng pelan,"Cinta itu masih ada. Aku sangat mencintai Cello. Tapi perasaannya padaku lah yang aku ragukan. Karena aku mencintainya makanya aku membuat keputusan ini agar dia bisa bahagia dengan semua keputusannya. Aku sama sekali tidak ingin memaksanya untuk memilih."
"Apa kau serius?"
"Ya. Dan satu hal lagi. Kalau saatnya tiba, aku harap kau bisa memaklumi kepergianku. Aku disini hanya untuk menyelesaikan sekolahku, setelah itu aku harus ikut berkeliling dunia untuk penelitian bersama kedua orang tuaku dan juga Rissa."
"Apa kau bilang?"ucap Dee cepat. Jantungnya sudah tidak kuat kalau Rilla memutuskan memberinya kejutan yang lain. Dee menyayangi sahabatnya ini dan apa yang Rilla katakan sejak tadi benar-benar membuatnya shock.
"Aku akan ikut kedua orangtuaku untuk melakukan penelitian. Mereka sudah berangkat seminggu yang lalu. Mereka sudah akan membawaku kalau Theo tidak menjamin keselamatan dan kehidupanku disini."
Dee menggeleng kuat,"Jangan bercanda! Ini berarti kau hanya berada di kota ini selama 5 bulan? Lima bukan, Rilla!"
"Mungkin juga. Karena aku sama sekali tidak mungkin mengharapkan Theo akan bertanggung jawab atas diriku."ucap Rilla enggan sambil berjalan pelan kekembali ke tempat duduknya,"Theo pasti juga punya seseorang yang sangat diperhatikannya, jadi dia tidak mungkin hanya mengurus semua yang aku butuhkan. Aku hanya akan menambah masalahnya saja."
"Ya Tuhan!!"ucap Dee frustasi,"Kenapa kau tidak tinggal bersamaku? Aku yakin Mom dan Dad pasti akan setuju. Kau harus melanjutkan ke perguruan tinggi. Kita bisa terus bersama."bujuk Dee.
"Sudahlah. Mr. Andreas sudah masuk. Jangan dibahas lagi masalah ini. Aku malas."bisik Rilla pelan sambil menunjuk ke arah pintu kelas tepat saat seorang pria paruh baya melangkah masuk ke dalam kelas.
Dee sama sekali tidak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran. Baginya, berita kalau Rilla akan berpisah dengan Cello sudah cukup membuatnya shock, apalagi sekarang mendengar kalau Rilla akan ikut keluarganya melakukan penelitian sambil berkeliling dunia. Semuanya sama tidak mungkinnya dengan usaha untuk memasukkan grand piano ke sebuah ruang dengan ukuran 1x2! Dengan kata lain, Dee sangat tidak ingin mempercayai apa yang sudah didengarnya dari Rilla.
Bel istirahat berbunyi, saat Rilla berusaha untuk menyadarkan Dee dari lamunannya. Namun butuh usaha keras untuk menarik sahabatnya itu dari dunia lamunannya.
"DEE!!"ucap Rilla nyaris teriak di telinga Dee.
"Apa-apa'an sih?"bentak Dee sambil menutup telinga kanannnya dan otomatis bergerak menjauh dari Rilla seolah Rilla adalah wabah penyakit.
Rilla menutup mulutnya menahan tawa,"Siapa yang suruh kamu melamun? Sudah jam makan siang nih. Kita makan dimana?"tanya Rilla setelah berhasil menahan gelak tawanya.
"Seperti biasa saja. Kenapa?"
Rilla mendekatkan wajahnya ke arah Dee,"Kita makan di luar yuk? Bosan makan di kantin."bujuk Rilla.
"Naik apa? Aku bawa mobil."sahut Dee enggan karena dia tahu kalau sahabatnya itu tidak bisa naik mobil.
"Ya sudah naik mobil saja. Aku sudah bisa naik mobil. Setidaknya ini kabar baik yang kau dengar hari ini bukan?"tanya Rilla balik.
"Kau_bisa_naik_mobil? Yang benar saja? Kau yakin? Jangan bilang kalau selama kalian di Italy, yang kalian kerjakan hanya terapi trauma yang kau alami terhadap mobil?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Between Us
RomansaCarilla, gadis yang ceria dan setia. Cello, pengusaha muda kaya raya yang sangat mencintai Carilla. Theo, taipan muda Manhattan yang tampan namun tidak jujur pada dirinya sendiri. Apa yang terjadi saat cinta mengubah hubungan ketiganya?