SC'7

316 11 4
                                    

'Krauk.. krauk'

Suara kerupuk yang dikunyah dengan cepat bersahut-sahutan, menimbulkan melodi yang sungguh tidak enak didengar, efek dari gregetan nonton film sepertinya. Rianna, Devi, Yunita, Felista, Shinka, dan Margaretha sedang duduk santai di ruang tamunya Auryn, sembari menggilirkan setoples besar kerupuk. Sementara si empunya rumah sedang asyik berkutat di dapur. Membuatkan minuman untuk teman-temannya. Maklum saja, bi Inah –asisten rumah tangganya– sedang mengambil cuti 3 hari katanya mau pulang kampung menjenguk anaknya yang sedang sakit. Sementara orang tuanya sedang bekerja.

Auryn sudah terbiasa ditinggal seperti sekarang. Resiko menjadi anak tunggal sepertinya. Kedua orang tuanya selalu sibuk bekerja, hari-hari biasanya saja papa dan mama-nya sering pulang sore, apalagi sekarang saat perusahaan yang di rintis papa-nya itu mengalami kemerosotan. Perusahaan itu sungguh membawa pengaruh besar bagi keluarga Auryn. Bisa dibilang, berkatnya keluarga Auryn dapat memenuhi kebutuhan hidup. Tapi, walaupun Auryn hidup serba berkecukupan, ia lebih memilih hidup sederhana.

Ada kalanya juga, ia kurang mensyukuri apapun yang telah dimilikinya. Sebab baginya, untuk apa hidup bergelimang harta tetapi miskin kasih sayang. Ia ingin diperhatikan oleh orang tua-nya. Bukannya menolak hidup mandiri dan ingin bermanja-manja, ia hanya ingin sesekali dianggap eksistensinya. Ia ingin sesekali menjadi prioritas.

Siang hari seperti sekarang, biasanya hanya ia dan bi Inah yang menjadi penghuni rumah minimalis ini. Hanya pada pagi hari, malam hari, dan saat ada yang berkunjunglah baru rumah ini punya 'aura kehidupan'

Nonton film bareng seperti ini sudah menjadi kebiasaan mereka di akhir pekan pertama tiap bulannya. Namun karena minggu lalu banyak yang berhalangan, rencana itu dilaksanakan hari ini. Pada kesempatan kali ini giliran Auryn yang menjadi tuan rumah a.k.a yang harus ikhlas rumahnya di acak-acak dan di sulap jadi kapal pecah oleh sahabat-sahabat ajaibnya.

Spontan, Auryn tersenyum kecil. Memori tentang bagaimana ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya ini kembali terputar dalam ingatannya.

Dua hari setelah hari kemerdekaannya (Baca: hari setelah masa orientasi selesai) Auryn di hadapkan pada pengumuman pembagian kelas. Angkatannya adalah yang pertama yang menggunakan kurikulum 2013, yang mana pembagian jurusan IPA dan IPS sudah dilaksanakan sebelum masuk kelas 10, dan didasarkan melalui tes. Delapan lembar kertas ukuran A4 warna biru yang ada di hadapannya memicu degup jantungnya, Tiga kertas diantaranya berisi daftar nama murid-murid yang masuk jurusan IPA.

Netra-nya bergerak menelusuri nama-nama yang ada di kertas itu, meneliti satu persatu. Seraya berharap semoga nama-nya ada disana.

Kelas X MIA2 | no. 4 | Auryn Nathania Tiarani

Ia menghembuskan napas lega dan senyumnya terkembang. Ia masuk di kelas MIA 2, kelas yang katanya paling kecil. Pantas saja kelas itu hanya beranggotakan 34 orang. Lebih sedikit 6 orang dari jumlah yang seharusnya. Penasaran dengan teman-teman sekelasnya, Auryn memutuskan untuk lanjut membaca. Ia menemukan nama Felista di nomor 12. Felista itu sahabat-nya Auryn sejak masih SD. Auryn juga menemukan nama-nama teman yang satu sekolah dengan nya dulu, tapi yang dekat dengannya memang hanya Felista.

Praktis, di kelas Auryn duduk dengan Felista di baris paling depan karena sudah tidak ada lagi tempat belakang yang tersedia. Di samping meja samping kiri Felista ada Shinka yang duduk sendirian. Shinka rupanya sahabat-nya Felista sejak SD, dengan kata lain Shinka dan Auryn juga bersekolah di SD yang sama dulu.

Di hari kedua, mereka menempati meja di baris tiga kolom tiga. Meja di belakang mereka ditempati oleh Devi dan Fredly. Namun, Auryn sendiri dekat dengan Devi bukan karena tempat duduk mereka yang pernah berdekatan melainkan tidak sengaja les di tempat yang sama. Semenjak insiden putus dari mantannya, Auryn jadi sering curhat ke Devi. Auryn merasa mereka sepemikiran, dan rasanya cuma Devi yang mau menanggapi curhatan Auryn yang kalo lagi galau bahasanya rada lebay. Devi-pun begitu, sering curhat ke Auryn.

At First Sight [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang