Bel yang berbunyi beberapa menit lalu menandai selesainya jam eskul mereka siang itu. Seluruh siswa bersiap pulang, begitu pula mereka yang ada di laboratorium komputer.
"Vin, lo langsung balik?", Daniel bertanya saat keduanya sedang membereskan barang-barang mereka.
"Ya", Kevin berujar singkat. Ia menyampirkan tas punggung hitamnya lalu pergi meninggalkan Daniel yang masih sibuk berkutat dengan barang-barang miliknya.
Segera setelah selesai Daniel menyusul Kevin yang sudah lebih dulu mencapai pintu laboratorium. Laki-laki itu berujar, "Dota yuk, ganknya Evan ngajakin. Satu game doang"
"Gue kaga deh hari ini", sahutnya
"Payah lu! Terus gua setim sama siapa dong?"
"Solo aja, lu kan udah pro"
Daniel memutar bola mata, entah sudah berapa kali ia mendengar Kevin menuturkan kalimat serupa. Daniel tak berusaha membujuk lagi setelahnya. Ia sudah hafal betul tabiat Kevin. Sekali sahabatnya itu bilang tidak, maka itulah keputusan mutlaknya. Mau digoyahkan sekeras apapun percuma, tidak akan berhasil.
"Ya sudah kalo lu kaga mau ikut, gua duluan" Daniel menepuk bahu Kevin dua kali kemudian berlari menuju gerbang, menemui teman-temannya yang sudah menunggu disana.
Sepeninggalan Daniel, Kevin menuju parkiran untuk mengambil V-ixion merahnya. Namun baru setengah jalan ia melihat Auryn dan beberapa temannya lewat sambil bercanda ria. Alih-alih mendekati atau mengajak bicara, Kevin justru diam memperhatikan gadis itu. Gadis yang pertama kali dilihatnya diawal bulan Juli. Gadis yang selalu menyematkan jepitan berwarna senada dengan warna rambutnya. Nyaris tak kelihatan memang, tapi Kevin dapat melihatnya. Kenapa? Karena Kevin senantiasa memperhatikannya.
Di hari pertamanya masuk sekolah, Kevin yang saat itu duduk dibarisan depan sedang mendengarkan musik. Kevin sebenarnya bukan maniak musik, hanya saja ia pikir daripada membuat kegaduhan dengan menabuh-nabuh meja seperti yang dilakukan oleh siswa dikelasnya, lebih baik ia melakukan kegiatan semacam ini.
Kira-kira sepuluh menit sebelum bel masuk berbunyi, seorang gadis berambut panjang nyaris sepinggang masuk ke kelas dan mencuri atensinya. Kevin sendiri tidak tau kenapa ia tiba-tiba menoleh saat gadis itu datang, padahal daritadi banyak yang berlalu lalang disekitarnya. Gadis itu seolah memiliki daya tarik yang kuat. Padahal kalau dilihat-lihat ia biasa saja, tidak terlalu cantik. Tubuhnya pun tidak ramping maupun berbentuk seperti gitar spanyol. Pokoknya biasa saja. Di kelas ini malah banyak yang lebih cantik, tapi kenapa hanya gadis itu yang mampu menarik perhatiannya?
Gadis itu meletakkan tasnya di meja yang berada di samping meja Kevin, lalu ia keluar kelas. Kevin melirik sekilas, kemudian kembali memejamkan mata – menikmati musik.
Saat bel berbunyi dan saat Kevin baru akan menyimpan earphone berikut ponselnya ke dalam tas, pandangannya tanpa sengaja kembali tertuju pada gadis itu. Gadis yang menarik atensinya beberapa menit lalu. Dari tempatnya duduk, Kevin dapat melihat gadis yang berdiri didepan pintu kelasnya itu sedang tersenyum. Manis, senyumnya manis sekali.
Dan ketika gadis itu melangkah masuk sampai duduk ditempatnya, Kevin masih memperhatikan. Diluar ekspetasi, gadis itu bukannya bergosip dengan siswi disini malah memperhatikan sekitar dengan ekspresi cerianya yang begitu kentara. Sungguh, saat itu Kevin ingin tau apa yang ada kepalanya sehingga ia bisa terlihat begitu antusias memperhatikan detail kelas ini. Seolah kelas ini memiliki ukiran dinding bergaya Eropa.
Daripada anak kelas 2 SMA, gadis itu lebih terlihat seperti anak TK yang baru pertama kali menjejakkan kaki ditempat yang bernama ruang kelas. Aneh, tapi menarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
At First Sight [On Hold]
Teen FictionAuryn Nathania is just an ordinary girl. Menurutnya, dia itu gak cantik, gak terlalu pinter, gak terkenal seperti cewek-cewek hits di sekolahnya, pokoknya semua yang ada di dia itu standar. Tapi, dengan modal pas-pasan itu dia berani menaruh perasaa...