Sabtu pagi, Sheena sudah lebih dulu siap dan menunggu kakaknya di meja makan. Rutinitas setiap akhir pekan karena jam masuk sekolah Sheena dan Shinka selisih satu jam.
Masuk sekolah jam delapan membuat Shinka berat untuk bangun pagi, gadis itu lebih suka bergelut dibawah selimutnya dan berkelana di alam mimpi ketimbang harus bersiap lebih awal. Alhasil, Sheena yang selalu jadi korban.
"Kak, buruan!" seru Sheena. Gadis itu mengetuk – ngetukkan jari dimeja makan sambil berulang kali menatap jam tangannya.
"Bentar elah, pake sepatu dulu"
Setelah siap, barulah mereka berangkat."Shinka sama Sheena berangkat dulu, Ma, Pa," pamit Shinka sembari mencium punggung tangan kedua orang tuanya yang kemudian diikuti Sheena.
Shinka dan Sheena selalu berangkat sekolah bersama. Biasanya Shinka yang di drop duluan mengingat sekolahnya lebih dekat dibanding sekolahnya Sheena. Usia yang terpaut dua tahun membuat keduanya tidak pernah berada disekolah yang sama lebih dari satu tahun.
Sampai didepan gerbang, Shinka disambut oleh desas – desus tetangga.
"Eh, katanya anak – anak basket lagi latihan didalem," ujar seorang siswi kelas 10 dengan tas punggung warna biru.
"Iya! Duh pengin liat kak Reyhan, pasti kece kalo lagi latian! Gak sia – sia deh gua dateng cepet!" kali ini siswi yang kuncir satu yang bicara. Setelahnya mereka berfangirl-ria.
Mendengar itu, Shinka semakin mempercepat langkah. Bukan karena tidak sabar melihat Reyhan, namun justru kebalikannya. Sebab bahaya kalau dia berlama – lama disini. Bisa – bisa terpengaruh dengan obrolan adik kelasnya. Sesuai janjinya pada diri sendiri, dia harus mulai move on. Mulai menghapus bayang laki – laki itu dari pikiran, hati, juga hidupnya. Dari sekarang!
Tapi semesta nampak tidak memberi awalan bagus untuk langkahnya, karena orang yang ingin dihindarinya justru menjadi yang pertama ditemuinya hari ini.
Dari jarak beberapa meter, Shinka menyadari keberadaan Reyhan. laki – laki itu tidak menoleh, namun Shinka bisa mengenali dari sisi belakang. Shinka segera mengalihkan pandang. Mengikuti perintah otaknya untuk tidak terus – terusan memperhatikan laki – laki itu, dan kembali mempercepat langkah.
Dug.
Naas. Shinka terlalu fokus dengan pintu ruang kelasnya sehingga tidak menyadari bola basket yang datang kearahnya. Nasib baik tidak kena kepala, hanya tangan. Tapi karena itu buku – buku paketnya jatuh dengan suara cukup keras. Ya, cukup keras untuk menarik perhatian Reyhan dan anak – anak timnya.
Duh, Shinka! cepat – cepat Shinka membereskan buku – buku yang berserakan itu. Ia ingin ke kelas. Secepat mungkin.
Namun sejurus kemudian, Reyhan menghampiri. Membantunya mengumpulkan buku – buku paket yang terjatuh tadi. "Nih, ka. Lain kali hati – hati"
"Makasih," Shinka menoleh sebentar ke arah Reyhan sebelum menerima bukunya.
"Cari muka terus depan cewek, sok baik lu!" sindir Adi, teman setim basketnya Reyhan.
Shinka tak mengenali laki – laki ini, mungkin anggota baru di tim basket sekolah mereka? Atau Shinka saja yang tidak terlalu memperhatikan? Entahlah.
Adi menoleh ke arah Shinka, memasang tatapan sebal. Kemudian menghampiri sambil menunjuk – nunjuk muka Shinka. "Heh! Kagak punya mata lo? Kami lagi latihan! Bisa kan jalan lewat pinggir? Caper amat jadi cewek!"
Tentu saja Shinka kaget diperlakukan begitu, oleh orang yang tidak dikenalnya pula. Shinka menunduk. Laki – laki itu benar, ini kesalahan Shinka sendiri. "Maaf"
![](https://img.wattpad.com/cover/60123107-288-k999069.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
At First Sight [On Hold]
Teen FictionAuryn Nathania is just an ordinary girl. Menurutnya, dia itu gak cantik, gak terlalu pinter, gak terkenal seperti cewek-cewek hits di sekolahnya, pokoknya semua yang ada di dia itu standar. Tapi, dengan modal pas-pasan itu dia berani menaruh perasaa...