- "I hate him. Except for all the places where I love him half to death. -
.
.
.Vanessa keluar dari pintu restoran dengan wajah kesal, ia melangkah dengan cepat menuju parkiran, langkah nya terhenti saat Aldrin menghalangi jalan nya.
Ia mendengus kesal "lo tuh ngapain si drin?" Ucap nya ketus, "Gue kan udah bilang gue mau pulang sendiri"
Aldrin tersenyum "cewek tuh gaboleh pulang sendiri malem-malem gini" katanya sambil menunjuk langit malam.
Vanessa menatap Aldrin tajam "denger ya lo tuh gausah ngurusin hidup gue lagi, terserah gue dong mau ngapain"
Aldrin diam menatap Vanessa, "gue harus gimana lagi sih nes? Biar lo ga kasar sama gue"
"Gue gangerti maksud lo drin, mending mulai sekarang lo jauhin gue, gausah ganggu hidup gue lagi."
Aldrin tersenyum miris, "gue peduli nes sama lo"
Aldrin yang biasa nya selalu bercanda itu berubah menjadi serius di saat ini, ia sadar bahwa dirinya benar-benar jatuh cinta dengan gadis di hadapan nya.
Vanessa tertawa, " Bullshit, gaada yang peduli sama gue, semua tuh benci sama gue"
Hening Aldrin menatap dalam manik mata Vanessa, ia tau gadis itu selalu menyimpan sendiri kesedihannya.
"Gue capek sama semuanya drin, gue capek sama hidup gue, gue ngerasa semua tuh ga adil tau ga?"
"Lo gaboleh ngomong gitu nes, gue selalu ada disini, tapi lo ga pernah kasih gue kesempatan buat nunjukin kepedulian gue"
Vanessa tersenyum miris ada getaran di hati nya saat melihat Aldrin berubah menjadi sangat serius, "gue gabutuh kepedulian lo, gue cuma mau sendiri, jadi please jangan ganggu gue lagi"
"Apa susah nya si nes buka hati lo sedikit aja buat gue?"
Hening, mata Vanessa mulai panas, perkataan Aldrin menusuk hatinya, benar ia tak pernah mengizinkan seseorang masuk ke hatinya, ia menutup rapat pintu itu, semenjak Arsya dan Ryan menghianati dirinya, dan ia memilih untuk tetap mencintai Arsya dan menghiraukan yang lain.
Lalu sekarang Aldrin datang, mengetuk pintu hatinya berkali-kali, tapi Vanessa menghiraukannya, mungkin kah Aldrin akan mendobrak pintu itu nantinya?
Vanessa menggelengkan kepalanya,
"Nes?" Panggil Aldrin pelan yang terkesan lembut.
"Gue mau sendiri drin, gue gabisa lupain Arsya, biarin gue mati karna perasaan yang makin nyakitin ini"
Aldrin meraih tangan Vanessa ia mengenggam tangan itu, lalu tersenyum hangat "gue gaakan pernah ngebiarin itu, gue bisa bantuin lo lupain dia nes"
Vanessa menatap Aldrin nanar, sedikit hatinya luluh melihat kegigihan Aldrin, laki-laki itu tulus, tapi ada sesuatu yang masih mengganjal hati vanessa, apakah ini hanya sebuah lelucon? Bagaimana kalo nantinya Aldrin juga akan meninggalkan dirinya seperti Arsya dan Ryan?
Vanessa menarik tangan nya dari genggaman Aldrin dan membuang muka kearah lain, ia menarik napas dalam-dalam mencoba menguatkan diri karna entah kenapa saat ini juga ia ingin menangis,
"Buat apa lo dateng, bikin gue seneng kalo nanti akhirnya lo bakalan pergi lagi bikin hidup gue makin sengsara dari sebelumnya... semua yang gue sayang pergi akhirnya drin, jadi apa alasannya gue harus percaya sama lo?"
"Gue janji gaakan ninggalin lo sendirian lagi, Gue sayang nes sama lo dan ini tulus, gue pengen ngeliat seorang Vanessa jadi gadis yang ceria kaya dulu lagi, ga kaya sekarang"
Vanessa diam, Aldrin berhasil mendobrak pintu itu, membuat dirinya luluh.
"Gue bahkan kangen banget sama senyum tulus lo... gue sedih ngeliat sikap lo yang makin berubah sekarang, lo tuh terlalu fokus ngejar dia tanpa pernah nengok kebelakang buat ngeliat gue yang selalu ada disana... cukup nes berhenti kejar dia, istirahat disini" kata Aldrin serak sambil menunjuk dadanya.
Vanessa kembali memandang Aldrin, tanpa ia sadari airmatanya turun membasahi kedua pipinya tapi bibir nya mengangkat keatas, untuk pertama kalinya Aldrin berhasil membuat dirinya menangis sekaligus tersenyum tulus.
Tanpa banyak berpikir Aldrin maju mendekat lalu memeluk tubuh Vanessa, ia mengelus lembut rambut panjang Vanessa dan Vanessa tak menolaknya.
Gadis itu menangis ia mulai terisak ingin semuanya ia tumpahkan sekarang di depan Aldrin, bahu itu membuat dirinya nyaman.
"Gue benci sama lo drin ..." kata Vanessa disela suara isakan dirinya.
Aldrin tersenyum, " gue juga sayang sama lo nes" katanya sambil mengeratkan pelukannya, dibalik bahu Aldrin tanpa ia tau Vanessa tersenyum mendengar ucapannya.
Vanessa melepaskan pelukannya, ia menghapus air mata di pipinya sambil memandang Aldrin dengan tersenyum, lalu ia berbisik tepat di telinga Aldrin "i hate you"
Aldrin tersenyum miring yang membuat lesung pipinya terlihat sambil menatap jahil Vanessa, "you love me"
Vanessa menggeleng cepat " hate you!"
Aldrin tak mau menyerah ia ikut menggeleng, "love me"
Vanessa tertawa lepas, "yeah, i love you"
Aldrin menatap sedikit tak percaya, lalu sedetik kemudian dengan cepat ia kembali membawa tubuh Vanessa ke hangat bahunya, Vanessa membalas pelukan Aldrin dengan erat.
Aldrin menyelipkan beberapa helai rambut Vanessa dan berbisik di depan telinga gadis itu "Anak-anak harus tau gue berhasil jinakkin lo nes" katanya sambil menahan tawa.
Vanessa ikut tertawa, "sialan lo"
Sudah terlalu lelah dirinya, sudah terlalu banyak ia merasakan terluka, beberapa kali hatinya hancur, dan laki-laki itu benar, ia butuh istirahat, dan disini lah ia sekarang, membuka pintu hatinya untuk seseorang yang ia yakin tak akan menyakiti dirinya seperti yang lain.
Tapi vanessa melupakan sesuatu, bagaimana perjanjian dirinya dengan Ryan?
......
KAMU SEDANG MEMBACA
Leaders Fell In Love
Teen FictionDia ceria, tapi di suatu waktu dia berubah menjadi sendu yang menyedihkan, saya jatuh cinta pada nya. Tapi rasa indah itu muncul bersama ribuan rasa takut kehilangan dirinya, untuk pertama kali nya saya merasa sangat takut seperti ini. -Arsya Dia d...