26. Rindu.

1.5K 105 7
                                        

- Rindu itu perkara mudah, yang kita persulit dengan berharap dapat balasan.- kp-
.
.
.

  Sherin duduk di kursi roda nya menatap datar keluar jendela kamar inap nya, sudah tiga hari sejak ia tersadar dari koma nya, tiga hari juga ia merasakan bahwa kini hidup nya semakin menyakitkan. Menahan saat sakitnya kambuh adalah hal yang berat, tapi ada yang lebih berat dan menyesakkan dari itu, yaitu menahan rindu.
 
Ia rindu, oleh orang pertama yang ia lihat saat bangun dari komanya, ia rindu oleh pemimpin hatinya, ia rindu Arsya.

 Angin teduh membawa ingatannya pada malam itu, terbayang jelas di matanya, saat kekecewaan nya pada sikap Arsya, saat dirinya nekad memberhentikan motor Ryan dan memberi tau bahwa ia bersedia menjadi pacarnya.

Menyesal, karna Sherin sudah melakukan hal bodoh sebagai bentuk luapan kekecewaan nya pada Arsya, bagaimana kalo Ryan mengira itu serius? Padahal sama sekali ia tak mempunyai perasaan pada Ryan.

"Andai aja malam itu gapernah ada," ucap Sherin serak sambil menghela napas panjang.

Suara pintu terbuka membuat Sherin menoleh, disana berdiri Ryan dengan membawa nampan makan siang Sherin.

Ryan melangkah mendekat lalu tersenyum, "Sher, waktu nya makan."

Sherin hanya diam lalu kembali fokus pada pandangan di luar jendela, sungguh ia sangat bosan, andai ada Arsya, pasti laki-laki itu akan membuatnya tertawa dan mengajak nya keluar dari tempat bernama rumah sakit ini.

"Sher kebiasaan deh bengong mulu, mikirin apa si?" Tanya Ryan penasaran, kini ia sudah berlutut di depan kursi roda Sherin, tangan nya memegang mangkok berisi bubur yang harus Sherin makan.

"Hah? Ga ko gapapa," kata nya sambil mencoba tersenyum.

Ryan ikut tersenyum ia memperhatikan gadis di depan nya itu, banyak yang berubah dari sikap Sherin semenjak ia bangun dari koma, begitu pula dengan wajah nya yang semakin pucat dan tubuh nya yang semakin kurus.

Ryan mengangkat mangkok ditangan nya, "Kalo gitu sekarang lo makan yaa.. mau gue suapin apa gimana?"

Sherin menggelengkan kepala, "gue makan sendiri aja yan," lalu Ryan mengangguk setuju.

Biasanya Bunda nya yang bertugas menyuapi nya, namun hari ini Bunda sedang pulang kerumah sekaligus mengantar Ayah Sherin untuk kembali dinas.

Dengan lemas Sherin mulai menyendokkan bubur ke mulut nya, rasa nya hambar sya kaya hidup gue tanpa lo.

....

Ruang kelas yang biasa nya ramai itu kini sepi, setelah beberapa menit bel pulang berbunyi, penghuni nya sudah kembali ke rumah masing-masing dengan membawa beban tugas anak SMA yang selalu mereka benci, namun satu dari mereka masih setia disana, duduk di pojok dan menyembunyikan wajah nya dengan jaket yang selalu ia kenakan, dia Arsya.

Arsya tidak tidur, ia hanya ingin disitu, sendiri, tenggelam dengan rasa yang tak kunjung ia mengerti, kata orang rasa itu namanya rindu, ia rindu Sherin.

Ia rindu dengan gadis yang tiga hari lalu itu masih koma, ia rindu semua tentang Sherin.

Bagaimana keadaan gadis itu sekarang?

Kalo saja ia tidak janji dengan Ryan, kalo saja ini bukan demi kebahagiaan Sherin, Arsya akan menemui lagi gadis itu.

Sherin, kalo bisa akan ku berikan seluruh kebahagiaan ku asal kau bahagia, aku kan bahagia. Bahagia dengan cara yang tak di mengerti dengan mu, aku akan bahagia bersama ribuan goresan luka.

"Bos?" Teriak Aldrin tiba-tiba dari depan pintu kelas, membuat Arsya menghela napas malas.

"Yaampun Aldrin kamu tuh ya pelan-pelan dong jalan nya" teriakan dari mulut Vanessa itu menyusul, membuat Arsya menutup kedua kuping nya, ia tau bahwa kini waktu untuk sendiri nya akan dirusak oleh pasangan freak itu, kini sepi itu pergi, tapi rindu tetap menetap di hatinya.

Leaders Fell In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang