- You needed me, I was there, I needed you, and suddenly you were always busy-
.
.
." keadaan nya makin parah, memang dari awal kita tau bahwa akhirnya penyakit itu akan membuatnya seperti saat ini."
Wanita di hadapan dokter itu mencoba menahan tangisnya beberapa kali ia menahan napas lalu menghembuskan nya panjang, "lakuin yang terbaik dok, dia segala nya bagi saya,"
Dokter di hadapan nya mengangguk, "gaada lagi yang bisa saya lakuin selain operasi, dan kita harus temukan pendonor tulang sumsum yang pas dengan Sherin, secepatnya"
Tak bisa ia tahan lagi air mata nya kembali turun, ia memandang nanar anak kesayangan nya itu, sudah hampir dua hari Sherin tak sadar kan diri.
Dokter itu ikut menatap prihatin, "Ibu jangan khawatir, saya akan bantu mencari pendonor yang tepat" katanya memberi jeda sedetik lalu tersenyum, "kalo gitu saya kembali keruang dulu,"
Bunda sherin mengangguk sambil terus memadang Sherin, "makasih dok"
Dokter itu melangkah keluar, meninggalkan Bunda Sherin sendiri, dengan hati-hati wanita itu meraih tangan anak nya, menatap penuh kesedihan lalu mengusap rambutnya.
"bangun Sher, bunda kangen sama kamu. dua hari tanpa kamu hidup bunda sepi, bunda pengen denger suara kamu,"
hening, tak ada jawaban. kenyataan miris itu membuat air matanya kembali turun. ia sangat berharap bahwa ini hanya mimpi buruk, dan saat pagi ia membuka mata semua nya kembali seperti dulu saat Sherin belum di dianogsa mengidap penyakit mematikan ini.
.......
Jauh dari tempat Sherin berbaring di rumah sakit malam ini, seseorang sedang mati-matian melupakan nya dengan cara yang tak juga ia temukan, dia Arsya.
kini memang yang di butuhkan laki-laki itu hanya sebuah sepi yang mengerti tentang semua rasa yang tertahan di hatinya, tapi ia sadar kemana pun ia pergi, sejauh apa pun ia melangkah Sherin adalah tempat ia kembali, bagaikan rumah.
tapi entah apa yang membuat nya ia tak berani untuk pulang menemui gadis itu, dan mengakui semua rasa rindunya itu.
Arsya menatap langit malam sendu, ia menghisap dalam rokok di tangan nya, getaran ponsel di saku jeans nya membuat ia menghela napas panjang.
karna ponsel itu terus berbunyi, Arsya mematikan rokok lalu mengangkat telfon dari Aldrin itu setengah hati, "halo?"
"yaampun bos akhirnya lo angkat juga" Teriak Aldrin di seberang sana.
"ada apaan? awas aja kalo gapenting." jawab nya sinis.
"ini penting banget bos sumpah, lebih penting dan mengejutkan dari kabar gue jadian sama Vanessa, tapi gue bingung bilang nya gimana"
Arsya memilih untuk diam entah ada rasa tak enak di hati nya sejak tadi, seperti ada sesuatu yang buruk terjadi.
"Bos?" teriak Aldrin lagi.
"apaan sih drin, buruan deh ngomong, jangan sampe gue berubah pikiran buat tutup nih telfon dan gaakan gue angkat telfon lu lagi"
"oke-oke," Aldrin menghembuskan napas kasar, "Sherin koma."
seketika jantung nya seperti berhenti berdetak, bibirnya kelu, seperti ada yang hilang dari raganya. kekhawatiran itu membuat diri nya hampir ambruk, tapi ia mencoba mengatasi semuanya, ia menarik napas dalam lalu tertawa memaksa, "gausah bercanda deh drin, ga lucu sumpah. gue tau ini cuma akal-akalan lo doang kan biar gue balik""terserah lo deh Sya, gue gatau sejak kapan bos gue ini jadi pengecut, pengecut buat ngakuin perasaan lo sendiri, Pengecut buat nerima kenyatan dan malah kabur-kaburan kaya sekarang gini, Dia sakit parah bro, dan lo gaada buat dia, disaat dia butuh lo."
Detik itu juga tubuhnya kembali seperti di setrum oleh perkataan Aldrin, dan ia sadar bahwa Aldrin tidak main-main. ia mematikan ponsel itu, membanting nya sembarang lalu menendang semua barang yang berada di sekitarnya, hati nya benar-benar terasa sesak.
Arsya menarik rambut nya dan mengusap wajah nya kasar, Di kepala nya ada beribu pertanyaan muncul, kenapa Sherin bisa koma? sakit apa dia sebenarnya?
Tanpa pikir panjang lagi Arsya berlari dari atap gedung tempat dirinya mengasingkan diri itu. Menuruni ratusan tangga dengan cepat, Sampai di parkiran ia menyalakan mesin mobilnya meninggalkan tempat itu dengan cepat.
.....
"Ngapain lo disini?" Tanya Ryan sinis menatap musuh nya yang baru saja sampai di depan kamar rawat Sherin dengan keaadan yang kacau.
Arsya menatap datar pintu kamar itu, "gue mau ketemu Sherin."
Ryan tertawa meremehkan, "denger ya," katanya sambil menunjuk tepat di depan wajah Arsya, "Sherin ga butuh lo, lo ga guna disini, mending lo pergi deh"
Dada nya panas, ia menatap Ryan sinis. "Gue kesini mau liat Sherin, bukan mau berantem sama lo, minggir deh gue gaada urusan sama lo"
Ryan menatap dingin Arsya, "Dia koma, ini semua gara-gara lo, kemana lo saat dia butuh lo? Lo ga pernah ada sya buat dia," rasanya ingin sekali Ryan meluap kan semua kemarahan nya pada Arsya saat ini.
Arsya memilih diam, dalam hati nya ia merasa bahwa Ryan benar, melihat Arsya hanya diam Ryan kembali tertawa, "Cowok pengecut kaya lo ga pantes buat Sherin,"
Arsya mendengus kesal, rahang nya mengeras dan tangan nya mengepal, membalas tatapan dingin Ryan dan menahan kesal dengan menggigit bibir bawah nya, ingin sekali saat ini ia menghabisi Ryan, tapi ia sadar kalo ini bukan tempat yang tepat.
"Kenapa lo diem? Apa yang gue bilang bener bukan? asal lo tau gue yang jagain dia dari dulu, gue suka sama dia, kita tumbuh bareng jadi sahabat, terus tiba-tiba lo dateng, ngerusak semuanya, mending lo pergi dan jangan ganggu hubungan gue sama Sherin lagi"
Arsya menghembuskan napasnya, mengusap kasar wajah nya lagi, tak pernah ia rasakan sesak di dada yang begitu menyakitkan seperti saat ini, "gue gaakan ganggu kalian lagi, tapi izinin gue liat dia sekali ini aja,"Ryan tersenyum licik, "oke, untuk terakhir kalinya."
.....
Maaf banget baru bisa update lagi, karna kemarin uts dan gatau kenapa mata gue sakit kalo ngetik lama-lama, ekspetasi nya si liburan kemarin mau selesaiin cerita leaders fell in love 1, eh tau nya malah flu berat dan ga bisa ngapa ngapain, maaf sekali lagi, semoga kalian masih rela baca cerita ini, kalo ada saran boleh di comment. See you!

KAMU SEDANG MEMBACA
Leaders Fell In Love
Novela JuvenilDia ceria, tapi di suatu waktu dia berubah menjadi sendu yang menyedihkan, saya jatuh cinta pada nya. Tapi rasa indah itu muncul bersama ribuan rasa takut kehilangan dirinya, untuk pertama kali nya saya merasa sangat takut seperti ini. -Arsya Dia d...