27. Ragu.

1.3K 104 2
                                        

-Beberapa jatuh cinta memang lebih indah bila di ikhlaskan, ketimbang dipaksakan. -

.
.
.

Hujan itu makin deras, membuat seragam Arsya basah, kini ia berteduh di halte bus. Menyederkan tubuh tinggi nya di tiang, kedua tangan nya ia masukkan kedalam saku celana abu-abu nya, mencoba menenangkan pikiran dengan terus memperhatikan tetes air yang turun dari langit itu. Langit senja menjadi sendu, perpaduan warna jingga yang indah dan pemandangan burung-burung terbang ke sarang hilang, berganti kelabu dan kelam.

Tak ada bahagia seperti kejadian beberapa minggu yang lalu saat pertama kali Arsya mengantar Sherin pulang, kini di tempat yang sama namun beda rasa, hanya ada Arsya sendiri, bersama memori dan kenangan yang hinggap di kepala bersamaan dengan jatuh nya tetes hujan.

Perasaan rindu itu memuncak, membuat seluruh dingin tubuh Arsya, sesak kembali, hati berperang, akan kah ia mengikuti rindu atau justru membunuh rindu.

Ia ingin sekali kesana, menemui Sherin, melihat senyum hangat yang sudah lama tak ia lihat, karna terakhir melihat nya tak ada senyum itu, tak ada mata indah yang menatap nya, tapi keraguan muncul membunuh dengan kejam rindu Arsya.

Arsya menyisir rambut basah nya kebelakang dengan jari, hari semakin sore, tapi ia masih tak tau akan kemana, terlebih lagi motor nya ia tinggal di sekolah, jadi dia harus naik angkutan umum.

Balik aja lah, batin Arsya setelah melirik jam tangan nya.

Lagi-lagi ia memutuskan untuk membunuh rindu, menganggap semua nya baik-baik saja, padahal tidak. Tak pernah ia merasa selemah dan sepengecut seperti ini, seharusnya sebagai ketua geng yang dihormati dan ditakuti bukan hal sulit untuk menyingkirkan Ryan, bukan hal sulit untuk menemui Sherin walau entah halangan apa yang akan ia hadapi.

Tapi bagi nya ini sulit, ia mencintai Sherin tanpa ragu, tapi ada satu keraguan saat ia ingin mengatakan cinta, entah apa itu, tapi yang pasti ia takut kehilangan Sherin setelah mengucapkan nya.

Dari awal semua salah paham, ketidak jujuran membuat Arsya hanya mengira-ngira, lalu menyimpulkan sendiri tanpa pernah tau perasaan Sherin sebenarnya.

Arsya masih sibuk dengan pikiran nya sendiri ia menunduk teringat oleh apa yang Aldy katakan kemarin, "kalo cinta, bilang aja cinta, hadapin semua nya jangan mundur gitu aja"

Sayang nya Arsya memilih untuk mundur, dan berusaha untuk tidak pernah mencintai gadis itu, walau semakin ia berusaha, semakin ia tersiksa.

Deru suara bus yang mendekat membuat Arsya mengangkat kepala, ia menyipitkan matanya untuk melihat jurusan apa bus itu, dan setelah yakin bahwa bus itu akan melewati rumah nya Arsya melangkah untuk naik ke bus.

Langkah nya terhenti, karna seseorang mencengkram bahu nya dari belakang, Arsya menoleh dengan cepat tangan asing itu memukul pipi kanan nya, membuat tubuh Arsya jatuh ke aspal karna dalam posisi yang tidak siap, semua mata memandang kearah nya sebagian memilih untuk pergi menjauh, sebagian lagi hanya diam menatap iba dan penasaran.

Arsya meringis, ia mengangkat kepala nya mencoba bangun, namun orang itu kembali mendorong nya dengan keras.

"Lo Arsya kan si jagoan Ghania? kemana kacung-kacung lo ah?" Teriak salah satu laki-laki bertubuh jangkung dengan celana hitam khas anak SMK.

Arsya mengumpat kesal menatap geram empat anak SMK dihadapan nya, ia panas namun sedetik kemudian ia menarik napas mencoba tenang, "sorry gue gak kenal lo berempat, dan gaada urusan juga" kata Arsya santai, ia mengelus pipi kanan nya dan bangkit berdiri.

keempat nya membalas dengan gelak tawa meremehkan, laki-laki jangkung itu kembali angkat bicara dengan belagu nya, "lo ga kenal kita, tapi kita kenal lo Arsya, bagus deh lo sendirian jadi kita bisa bales dendam"

Leaders Fell In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang