Dengerin mulmed sambil baca ya^^ happy reading.
#
"Adam?" Tanya Karin heran. Benarkah yang sekarang ada dihadapannya itu Adam? Atau Karin sedang menghayal?
"Lo ngapain?" Tanya Karin lagi.
Karin melihat wajah Adam yang penuh dengan keringat ditambah nafas Adam yang tersenggal-senggal. Dengan perlahan, Adam mengatur nafasnya lalu kembali dengan sikap aslinya, berdiri angkuh.
Tatapan Adam tidak pernah berubah jika bertemu dengan Karin, selalu dingin dan datar.
"Punya nomor Rey?" Tanya Adam. Karin mengernyit. Untuk apa Adam meminta nomor Rey?
"Buat?"
"Udah gak usah banyak omong! Mana nomornya?!" Bentak Adam. Karin menghembuskan nafas panjang.
"Nih," ucapnya sambil memberikan ponsel. Adam mengambil ponsel Karin dan menyalin nomor Rey yang tertera disana. Karin bisa melihat tangan Adam yang sedikit bergetar saat menyalin nomor Rey.
"Makasih," Ujar Adam dan berlalu pergi.
Karin masih bertahan pada posisinya. Dia benar-benar bingung, ada apa dengan Adam dan Rey.
"Rey penyakit nyokap kambuh," ucap Adam samar-samar yang masih bisa terdengar oleh Karin.
Nyokap? Nyokap siapa? Lalu kenapa Adam memberitahu Rey? Atau jangan-jangan Rey adalah kakak Adam? Tapi tidak mungkin. Agama mereka saja berbeda. Lalu apa hubungan mereka?
"Rin?" Panggil Dara.
"Eh iya Ra. Kenapa?"
"Mandi gih. Salsa udah selesai. Oh ya, tadi siapa yang dateng? Kok gak disuruh masuk?" Tanya Dara.
"Adam," jawab Karin. Singkat,jelas dan padat namun mampu membuat Dara terkejut.
"Adam?" Tanyanya lagi.
"Iya."
.
Semua sudah berada di bis dari dua puluh menit yang lalu, kecuali Adam dan Rey.
"Rey sama Adam kok gak ada ya Rin?" Tanya Dara heran.
"Gatau," jawab Karin pura-pura acuh, walau dalam hati sedikit khawatir.
"Jangan-jangan mereka berantem terus mati?" Tanya Dara ketakutan. Karin memutar bola matanya, malas. Dara terlalu banyak nonton sinetron.
"Bagus kalo mereka mati," celetuk Karin kesal.
"Iih jangan! Nanti kalau Reynya mati, gue gimana?" ujar Dara cemberut.
"Kan ada aku," jawab Dafa. Mata mereka terbelalak. Sejak kapan Dafa ada disamping mereka?
"Tuh bener kata Dafa. Kan ada ayang Dafa!" Ledek Karin lalu membuang pandangan ke luar jendela.
Pandangan Karin mulai menerawang keluar jendela. Perlahan hujan mulai turun membasahi bumi, pohon-pohon melambai akibat tertiup angin yang kencang dan awan kini semakin pekat. Tiba-tiba memori dimasa lalu terputar diotaknya.
Flashback on
Perempuan itu berjalan menuju rumahnya. Matanya berbinar saat melihat rintik-rintik hujan yang mulai membasahi jalanan.
Tubuhnya berputar saat hujan itu semakin deras. perempuan kecil itu sangat suka hujan. Karena hujan selalu memberinya kesejukan. Bahkan saat Ayahnya meninggalkannya keluar kota, dia dengan santainya bermain hujan tanpa menangis sedikitpun.
"Hujan tulunlah!" Teriak Karin kecil sambil melompat-lompat. Tubuhnya sudah basah dan jalanan semakin becek.
"Hei! jangan ujan-ujanan!! Nanti cakit!" Teriak seorang lelaki yang sepertinya seumuran dengannya.
Lelaki berkulit putih dengan mata indahnya itu sudah berdiri tepat disampingnya sambil membawa payung.
Karin terdiam lalu sedetik kemudian mengerucutkan bibirnya. Pandangannya sendu saat air hujan itu tidak lagi membasahi tubuhnya.
"Aku suka ujan!" Ucapnya dengan mata sendu.
"Kenapa?" Tanya lelaki itu.
"Kalena ujan selalu membuat aku bahagia!" Ucap Karin antusias lalu menjauh dari lelaki itu.
Dia kembali melompat-lompat dan berputar. Tertawa bahagia ke arah langit. Matanya yang semula sendu kini berganti dengan binar kebahagiaan.
Genangan air disekitarnya muncrat kemana-mana akibat lompatan gadis itu.
Lelaki itu hanya diam melihat tingkah perempuan dihadapannya. Gagang payung yang semula berdiri tegak, kini terjatuh dipundaknya. Perkataan Karin seakan menyadarkannya.
Payung itu kini tergeletak begitu saja ditanah. Dia mendongak ke arah langit. Wajahnya perlahan-lahan basah, begitupula dengan tubuhnya.
Ternyata perempuan itu benar. Air hujan mampu membuatnya bahagia. Buktinya, hatinya yang semula sedih kini telah hilang.
"SINI!" teriak Karin lalu menarik tangan lelaki itu. Dia sempat tertegun lalu ikut berjalan mengikuti perempuan yang ada dihadapannya.
Hujan kini semakin lebat. Bahkan lebih lebat dari sebelumnya. Namun mereka tidak takut sama sekali, malah tawa mereka berdua kini sudah pecah.
"Terimakasih," ucap lelaki itu.
"sama-sama!"
Flashback off
Karin memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam saat memori tentang hujan kembali terbayang dipikirannya.
Kepalanya terasa sakit saat mencoba mengingat kenangan itu. Ibunya bilang Karin sempat hilang ingatan karena terbentur batu. Tapi ibunya selalu merahasiakan tentang siapa yang mendorongnya hingga dia lupa ingatan.
Sampai sekarangpun Karin masih tidak ingat siapa yang menemaninya saat bermain hujan diwaktu kecil. Yang Karin ingat adalah bayangan lelaki itu yang selalu menemaninya disaat dia kesepian. Benar-benar kesepian.
Getaran diponsel Karin membuyarkan lamunannya. "1 massage from Rey"
Karin tertegun saat melihat isi pesan dari Rey.
Jangan bengong mulu didalem bis. Nanti kesambet :p jangan kangen yaa. Gua cuma pergi sebentar.
Karin mengernyitkan dahinya. Dari mana Rey tau bahwa sedari tadi Karin melamun. Padahal Rey tidak ada didalam bis.
Pandangan Karin mengedar lalu berhenti pada satu titik. Ada seorang lelaki disana, memakai payung sambil menatap kearahnya.
Lelaki itu tersenyum. Benar-benar tersenyum. Bahkan tangannyapun melambai-lambai pada Karin. Karin mengernyit.
Siapa lelaki itu? Dia bukan Rey ataupun Adam. Lalu siapa? Kenapa dia melambai seolah-olah mengenal aku?
"Rin?" Panggil Dara
KAMU SEDANG MEMBACA
PERBEDAAN
Random"Tuhan memang satu tapi kita yang tak sama" 1 kalimat dengan berjuta makna. Apa jadinya jika seorang perempuan non muslim bertemu lelaki yang rasis?