Hari-hari telah berlalu setelah kejadian di apartemen Rey. Karin mulai mengerti tentang apa artinya hidup. Karin fikir, hanya dirinyalah yang paling menderita. Tapi ternyata masih ada yang lebih menderita darinya.
Kini Karin tahu, tidak semua tawa berarti bahagia. Kadang tawa itu hanya dijadikan sebagai topeng, padahal jauh didalam lubuk hati mereka, mereka terluka.
"Rin! Sini!!" Teriak Dara membuyarkan lamunan Karin. Karin menoleh lalu tersenyum dan berjalan mendekati Dara.
"Kenapa Ra?" Tanya Karin.
"Ngelamun mulu! Kesambet setan loh! Ayo naik bis!"
Karin terkekeh mendengar ucapan Dara dan berjalan menaiki bis.
Hari ini sekolah mereka mengadakan Studytour keluar kota dan Karin sangat bahagia, karena ini adalah perjalanan pertamanya dengan sekolah barunya.
Karin duduk tepat disamping Dara dan menaruh tasnya di sela-sela paha.
"Tour kali ini pasti seru!" Ucap Dara.
"Kok seru?" Tanya Karin.
"Soalnya kita satu bis sama kelasnya Ka Rey!" Katanya antusias. Karin terbelalak.
Kata ibunya, sistem sekolah mereka memang seperti ini jika studytour, satu bis dicampur dengan kelas lain. Tapi Karin tidak menyangka jika akan mendapat bagian satu bis dengan kelas Rey.
"Pucuk dicinta, bulan pun tiba," gumam Karin saat melihat Rey masuk kedalam bis. Rey memakai sweater berwarna abu-abu dengan earphone yang menggantung dilehernya.
Pandangan mata mereka bertemu, membuat jantung Karin berdegub lebih kencang.
"Kariinn!! Rey ngeliatin gue!! Rey ngeliatin gueee!!!" Teriak Dara histeris dengan suara yang tertahan. Karin menoleh ke arah Dara yang kini sedang menarik-narik tangannya.
"Kepedean lo Ra!" ledek Karin.
"Ih Karin mah jahat!" Dara berhenti menarik tangan Karin dan memasang wajah cemberutnya. Karin terkekeh melihat sahabatnya yang lucu.
"Hai," Sapa Rey.
"Ha--hai," balas Dara, gugup.
"Hai Rey!" balas Karin.
Karin menatap Rey yang kini sudah menghempaskan bokongnya dibangku sebrang. Tiba-tiba Karin teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Saat Rey dengan lihainya memetik gitar di ruang musik. Lelaki itu terlihat lebih tampan dari biasanya saat bermain gitar.
Karin baru sadar selain tampan, Rey termasuk pria yang multitalenta.
Tiba-tiba suara berisik dari arah belakang membuyarkan lamunan Karin. Segerombol pria berdesak-desakan agar bisa mendapatkan bangku paling belakang, bangku favorite-menurut mereka-
Mata Karin membulat saat melihat Adam berdiri tepat disampingnya. Dia seperti menimang-nimang untuk duduk dibelakang Karin. Adam mendecak sebal saat melihat bangku paling belakang telah terisi penuh oleh teman-temannya.
"Udah Daam!!! Terima aja!!" Ledek Dafa.
"Udah Dam. Kita duduk dibelakang Karin aja," ajak Rahman.
"Sialan lo! Awas ya lo semua!" ancam Adam dan dengan pasrah duduk tepat dibelakang Karin, sedangkan Rahman duduk tepat disamping jendela.
"Tai. Kalo aja tadi kaki gua gak di injek Ahmad. Gak mungkin gua duduk disini!" Gerutu Adam pada Rahman.
"Terima aja," balas Rahman sambil terkekeh.
"RIN! HATI-HATI SAMA ADAM! TAKUT NGEGIGIT!" ledek Dafa dari belakang.
"Gak bakal gua gigit. Paling gua gebet," goda Adam.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERBEDAAN
Random"Tuhan memang satu tapi kita yang tak sama" 1 kalimat dengan berjuta makna. Apa jadinya jika seorang perempuan non muslim bertemu lelaki yang rasis?