14. Basket & Bell

52 10 0
                                    

Sudah dua hari sejak terakhir kali kami membicarakan masalah VEXO, tapi hingga saat ini pun tak ada kemajuan sama sekali.
Bahkan pembicaraan tentang VEXO sudah hampir hilang diantara kami.

Nathan semakin menampakkan kemajuan. Sejak hari itu dia jadi lebih terbuka dan mulai banyak bicara, meskipun tidak sebanyak Jane. Jane tentu saja selalu mengoceh kapanpun, dimanapun, dan dengan siapapun. Tapi tentu saja korban utamanya adalah Amber yang bagiku sangat mengherankan sekali karena sanggup bertahan mendengarkan cerita-cerita Jane yang tak kunjung habis itu. Amber dengan senang hati dan sangat antusias terhadap ceritanya. Entah bagaimana dia bisa melakukannya dengan sangat tulus setiap saat, mungkin karena dia memang orang yang baik.

Saat sedang asyik berpikir, aku kembali teringat akan mimpiku tadi malam. Lebih tepatnya mimpi burukku tadi malam.

Dering telepon terdengar memecah kesunyian malam, kuharap ada seseorang yang mau mengangkatnya, tapi setelah beberapa menit tetap saja telepon berdering, seolah tak seorangpun yang mendengarnya. Dengan berat hati akhirnya kuputuskan untuk mengangkat telepon tersebut karena sungguh sangat mengganggu.

Pelan-pelan aku menyusuri tangga dan merasakan hawa yang mencekam disekitarku. Dering telepon itu tak juga berhenti, aku bahkan heran bagaimana bisa telepon berdering selama itu. Kuangkat gagang telepon dan meletakkannya disamping telingaku.

"Halo?"

Suara diseberang sana, suara napas seseorang yang terdengar sangat ringan dan samar-samar. Membingungkan memang, suara napasnya ada tapi tak ada yang berbicara sama sekali.

"Halo?"

Seketika suara napas itu menghilang, dan digantikan oleh suara seseorang yang terdengar sangat lembut namun juga menyeramkan disaat yang bersamaan.

"Akhirnya, aku menemukan mu, Keira Ford,"

Jantungku langsung memburu mendengar suaranya, apakah dia PS?

"Aku menemukan mu, Keira"

Suaranya kali ini terdengar sedikit pelan, kurasa dia menjauhkan telepon itu dari mulutnya.

"Aku menemukanmu, aku akan menemuimu, Key"

Tanganku langsung terjatuh membuat gagang telepon terhempas, itu PS. Aku berlari kembali kekamar untuk menceritakan kepada Nathan apa yang telah kualami.

Harusnya aku tidak mengangkatnya, harusnya aku tidak bicara sama sekali. Harusnya aku memutuskan kabel telepon itu.

Sampai dikamar aku berlari kearah Nathan yang berbaring memunggungiku.

"Nathan bangun!"

Tapi Nathan tidak juga bergerak, kupengang tangan Nathan lalu membalikkan badannya. Aku langsung membelalakkan mataku melihat keadaan Nathan, tubuhnya dipenuhi darah. Nathan telah tiada.

"Nathan!!"

Aku tersadar dari lamunanku mendengar Jane berteriak keras memanggil Nathan. Setidaknya itu hanya mimpi buruk. Dan semoga saja akan selalu menjadi mimpi. Aku mengangguk mantap dan kembali fokus melihat Nathan. Ya, aku belum menceritakan itu kepadanya.

Nathan kembali meniup peluitnya.

Sementara saat ini aku sedang berdiri ditepian teras belakang rumah sambil menghadap halaman belakang yang telah dirubah menjadi arena bermain basket oleh Jonas.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
That PowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang