Prolog

3.5K 189 6
                                    

Bella memandang mamanya yang tampak kurus dan pucat dengan prihatin. Mereka tengah bersiap - siap hendak pergi ke reuni SMA mamanya.

"Ma, Mama yakin mau pergi?"

"Yakin." Jawab Medina mantap. "Apalagi Arina juga lagi ke ulang tahun temannya kan? Ayo ah." Ajaknya riang.

Bella tak kuasa menahan Mamanya. Akhirnya dengan berat hati ia mengikuti Mamanya keluar rumah. Motor matix hitamnya sudah menunggu. Setelah memeriksa kondisi rumah apakah aman atau tidak ditinggal pergi, rumah pun dikunci dan mereka pergi ke SMA Mamanya.

Sambil menyetir motor, perasaan Bella tak karuan, campur aduk. Hasil pemeriksaan terakhir Mamanya tidak bagus. Kanker sudah menyebar. Sudah stadium empat.

"Nanti Mama kenalkan sama sahabat Mama yang sudah lama nggak ketemu. Tante Edwina." Ujar Medina tiba - tiba membuyarkan pikiran Bella.

"Kok Mama bisa tau Tante Edwina bakal datang? Katanya lama nggak ketemu?"

"Ya berkat reuni ini, ada yang kasih tau nomer hape Mama ke dia, terus Tante Edwina hubungi Mama. Jadi kangen deh."

"Cantik nggak orangnya?"

"Cantik dong. Pinter lagi. Lulus SMA dapat beasiswa ke Amerika. Ketemu suaminya juga disana. Terus tinggal di Jakarta. Sepuluh tahun belakangan pindah ke Surabaya."

"Wah..."

"Pokoknya sip deh."

Yah, mungkin ada bagusnya Mamanya datang ke reuni. Katanya obat paling mujarab adalah perasaan bahagia dan keinginan kuat untuk hidup. Semoga. Bella membatin.

Tak lama Bella dan Medina sampai di salah satu SMA Negeri yang Bella tak mungin bisa masuk karena siswa - siswinya terkenal pintar.

"Ma, ternyata Mama pintar juga ya bisa masuk SMA sini?" ledek Bella ketika memarkir motor.

"Memangnya kamu? Ulangan harian aja nilainya sering kebakaran. Heran Mama, kok gurumu baik banget ya mau nutupin nilai kamu biar di rapot gak kebakaran..." balas Medina.

"Yeee...Mama ih. Kalo nilainya jelek, gurunya gak mau ambil resiko dibilang gagal mengajar dong. Jadi, nilaiku dikatrol deh. Hehehe..."

"Kamu ini! Yuk ah." Ajak Medina.

Memasuki tempat acara, Medina mengisi buku tamu. Bella mengekor di belakangnya sambil memperhatikan wanita yang baru masuk bersama suaminya. Kalau sekedar rekan terlalu intim.

Selesai mengisi buku tamu dan dipersilahkan masuk, Medina tiba - tiba berhenti dan matanya menatap lurus ke arah tamu yang tadi diperhatikan Bella. Wanita yang tampak anggun dan hebat dengan rambut pendek sebahunya.

"Edwina!"

Si wanita berhenti dan perlahan menoleh. Tertegun lalu melangkah seolah tanpa sadar ke arah Bella dan Medina berdiri dengan mata berkaca - kaca. Terharu.

"Medina? Ya ampun, Dina!"

Segera saja dua sahabat yang lama tak saling berjumpa itu berpelukan erat sambil menangis melepas rindu.

"Ma, sudah. Malu dilihat orang." Kata suami Edwina yang berjalan mendekati mereka.

Perlahan, masih berlinang air mata, Edwina melepas pelukannya. Saling memandang satu sama lain dan melempar senyum demi melihat wajahnya dan Medina yang berantakan ketika menghapus air mata mereka.

"Oh ya, ini Mas Bima, suamiku. Mas, ini Medina sahabat terbaikku yang sering aku ceritakan." Kata Edwina.

"Dan ini Bella, anakku dari Mas Rafan."

BAHAGIA BUAT BELLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang