Dua minggu sudah Bella tinggal di rumah Edwina dan bisa mengkuti ritme hidup keluarganya. Tapi bukan berarti lantas ia berubah menjadi lebih sombong dan hedonis, sebaliknya ia masih merasa sungkan dan canggung. Sesekali ia diajak ke toko kue selagi belum ada pekerjaan. Ia juga sedikit bantu – bantu sebisanya apapun yang bisa dibantunya walaupun sudah dilarang baik oleh Edwina, Bima bahkan sampai Santi dan Joko, tapi ia tidak enak kalau hanya ongkang – ongkang kaki saja. Di sisi lain, Bagas benar bahwa ia lebih sering berada di rumah kalau tak ada jadwal kuliah. Tapi Bella dan cowok itu masih belum terlalu akrab. Hanya akrab dengan Bagus dan Anggun.
Kemudian hidupnya yang mulai sedikit damai kembali diguncang setelah mendengar kabar bahwa Bima ditugaskan di luar negeri paling tidak selama tiga tahun.
"Terus aku gimana?" Tanya Anggun santai dan sedikit antusias ketika bom itu dijatuhkan di tengah – tengah acara makan malam mereka.
Bagus kebetulan sedang di rumah juga, jadi seluruh anggota keluarga hadir dengan lengkap.
"Papa pikir kamu ikut aja. Soalnya Papa nggak tega kamu sendirian disini. Ya ada Bagas, Bagus juga Bella sih, tapi Mama kan juga ikut." Terang Bima. "Kalo kamu gak ikut, Mama juga sendirian kan?"
Semua menoleh ke Edwina.
"Mama sudah tau tentang ini sebelumnya ya?" Tanya Bagas.
"Beberapa hari yang lalu tapi masih belum pasti."
"Jadi karena sekarang sudah pasti..." Bima menimpali ucapan istrinya sambil menatap si kembar dan Bella, "Hanya kalian bertiga yang jaga rumah. Untuk Anggun, kenapa kamu diajak, karena ada fasilitas sekolah juga buat kamu."
"Uweee...sekolah di Singapura! Keren euy!" seru Anggun senang.
Edwina memandang si kembar dan Bella bergantian. Bella tak bisa menanggapi apa – apa. Ia hanya bisa terpaku membayangkan hanya tinggal berdua dengan si kembar.
"Besok Mama akan urus surat – surat kepindahanmu, An." Kata Edwina kepada Anggun.
"Kamu enggak sedih pindah sekolah, An?" ledek Bagus.
"Ngapain? Kesempatan langka nih. Ya sedih sih. Sedikit. Karena harus pisah sama teman – teman. Belum nanti harus adaptasi lagi tapi...kapan lagi coba?" sahut Anggun santai. "Papa sama Mama bilang kalo mau sekolah di luar harus usaha sendiri kan? Beasiswa atau apapun, pokoknya usaha sendiri."
Bima mengangguk senang karena ia memang menerapkan kemandirian untuk anak – anaknya. Lalu ia memandang Bella. "Bel, nggak apa ya jagain rumah nemenin Bagas dan Bagus?"
Bella mengangguk. "Nggak apa – apa, Om." Harus bilang apa lagi coba? Mau nolak? Gak mungkin kan?
"Ini...Papa naik jabatan atau apa?" Tanya Bagas.
"Itu juga tapi kebetulan ada sedikit masalah di kantor Singapura."
"Suit, suit...naik jabatan nih, Pa? Selamat ya." Ucap Bagus riang.
"Bagas, Bagus, nanti Mama sama Papa mau ngomong ya sama kalian." Kata Edwina.
"Oke." Sahut Bagus.
Usai makan malam dan membantu membereskan meja makan, Bella pamit masuk kamar dulu. Pikirannya buntu. Terdengar Anggun juga naik ke kamarnya dengan langkah riang.
Sementara itu si kembar dan orangtuanya sudah pindah ke kamar kerja Bima. Bima duduk di balik meja kerjanya, Edwina menarik kursi yang ada di seberang meja kerja dan duduk di tak jauh dari suaminya dan si kembar duduk di sofa mini.
"Gus, urusan toko Mama serahkan ke kamu dan Mama mau laporannya setiap hari." pinta Edwina tanpa tedeng aling – aling tapi masih rileks.
"Beres!" sahut Bagus. "Tapi kalo aku banyak tugas atau sibuk urusan kampus?"

KAMU SEDANG MEMBACA
BAHAGIA BUAT BELLA
General Fiction(SUDAH TERBIT Di Playstore/Playbook) Ketika BELLA ROSA THAMRIN harus kehilangan mama dan rumahnya, ternyata masih ada yang sayang padanya. Edwina, sahabat mamanya langsung mengajaknya tinggal bersama. Tapi karena Edwina harus ikut suaminya tugas ke...