Hampir seharian kerjaan Bella hanya bengong. Ia bingung dengan permintaan budhe Arina. Ia tahu betul kondisi sekolah Arina. Memang tidak gratis tapi rasanya juga tidak pernah menarik bayaran yang aneh – aneh. Adiknya sendiri yang bilang, uang pensiun papanya cukup untuk makan sehari – hari dan kebutuhan sekolah. Lagipula ATM juga dipegang adiknya sendiri. Budhenya juga tidak akan meminta ATM bahkan uangnya sekalipun demi kesenangannya sendiri. Ia tahu wanita itu tulus menyayangi Arina, hanya berbeda sikap saja kepadanya, itupun tidak kentara. Kalau masalah ponsel bisa jadi benar karena ia tidak bisa menghubungi adiknya itu.
"Aduh...harga hape berapa ya? Masa pake uang dari Mama Wina? Kalo kerja, nanti Mas Bagas yang ngamuk. Gimana ya..." tadi siang sepulang kuliah, Bagas pulang sebentar untuk makan siang, lalu mengajak Bella ke ATM untuk mengajarinya cara menggunakannya, setelah itu mandi dan pergi lagi.
Hari ini Bella sendirian di rumah besar. Baru saja ia makan malam. Sendirian. Dengan nasi rawon buatannya. Saat ini ia duduk di depan TV yang menyala tapi tidak diperhatikannya sama sekali acara apa yang sedang berceloteh di layar.
"Gimana ya..." ia meraih ponselnya dan menghubungi Vivia.
"Hai, Bel, apa kabar?" Tanya Vivia riang.
"Aku bingung nih, Vi."
"Lho, kenapa lagi? Harusnya sekarang kamu sudah tenang dong."
"Apaan!"
"Mas Bagas gak jahatin kamu kan?"
"Enggak kok. Dia baik. Semua baik sama aku, thanks God for that. Aku bersyukur bertemu orang – orang yang baik."
"Baguslah. Terus kenapa bingung?"
"Eh, gimana caranya aku bisa kerja tanpa ketahuan Mas Bagas?"
"Bella! Kamu ngomong apa sih? Kok bisa gitu?" Tanya Vivia heran.
"Ya, kalo aku mau kasih sesuatu ke Arina, aku bisa kasih pake uangku sendiri." Terang Bella. "Masa mecahin celenganku?"
"Memang Arina minta?"
"Ya enggak sih, tapi..."
"Ya sudah, beres toh."
"Gundulmu!"
"Lha yak apa? Arina lho pegang uang pensiun papanya. Kamu? Kamu gak pegang apa – apa, malah keluar dari rumah. Sekarang kamu udah hidup baru dengan tenang, masa diusik juga? Bantuin juga ada batasnya kali, neng!" ujar Vivia sewot. "Bukan Arina kan yang minta? Budhenya pasti."
Bella terdiam. "Ya mereka kan nganggep aku sukses punya suami dari keluarga kaya."
"Alah, Bel, biarin aja!"
"Kasian Arina kali, Vi."
"Ya kamu kasian diri sendiri dong."
"Vivia! Kamu nih bantuin aku mikir dong!" seru Bella agak jengkel.
"Mikir apa, Bel?" tiba – tiba terdengar suara Bagas dari belakangnya.
Bella membeku di tempatnya dan menoleh perlahan. "Mas Bagas?" Ia kembali ke ponselnya. "Mas Bagas udah pulang, besok aku hubungi kamu lagi. Thanks and bye!" ia langsung mematikan ponselnya.
Bagas duduk di samping Bella. "Serius amat ngobrolnya sama Vivia sampai gak dengar aku datang."
Bella tersenyum gugup. "Mau aku bikinin teh anget?"
"Nggak usah, makasih. Sudah makan?"
Bella mengangguk. Ia nyaris nggak nafsu makan. "Mas sudah makan?" tanyanya dengan suara kurang stabil.
"Sudah. Kamu masak apa?"
"Rawon."
"Kamu berantem atau apa sama Vivia?" Tanya Bagas lagi yang melihat ekspresi tegang Bella.
![](https://img.wattpad.com/cover/63851017-288-k84042.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHAGIA BUAT BELLA
General Fiction(SUDAH TERBIT Di Playstore/Playbook) Ketika BELLA ROSA THAMRIN harus kehilangan mama dan rumahnya, ternyata masih ada yang sayang padanya. Edwina, sahabat mamanya langsung mengajaknya tinggal bersama. Tapi karena Edwina harus ikut suaminya tugas ke...