21- You make me Broken.

4.1K 178 42
                                    

Rixton- Me and My Broken Heart

'Aku dan patah hatiku.'

---

Ruangan putih, jarum infusan, selang NGT, dan bau obat-obatan khas Rumah Sakit kini sudah terbiasa di indra penglihatan dan penciuman Steffi.

Sudah seminggu pasca pertengkarannya dengan Iqbaal di koridor, ginjalnya kambuh dan sampai detik ini Steffi masih berdiam diri Rumah Sakit. Makanan nya pun hanya dapat ia proleh lewat cairan Infus.

Kini keadaan Steffi makin parah dan sampai detik ini, belum ada pendonor ginjal yang cocok dengan miliknya, Steffi hanya bisa pasrah terbaring lemah di bankar Rumah Sakit, di temani kedua Orang Tuanya yang memutuskan untuk menjaganya setiap saat dan memilih menitipkan pekerjaannya pada orang kepercayaannya masing-masing.

Sedikit Steffi merasa bersyukur dapat memiliki waktu luang bersama orang-orang yang sangat ia sayangi, kecuali dengan Iqbaal. Sampai detik ini dia belum tahu bagaimana kabar Pemuda yang telah ia kecewakan itu.

Steffi menghela nafas. “Ma,” Panggil Steffi.

Mama Steffi—Sheila menoleh pada putri bungsunya dengan sendu. “Iya Sayang? Ada yang sakit?” Tanya Sheila dengan cemas.

Steffi menggeleng lemah. “Steffi gak apa-apa Ma, gak usah nangisin Steffi plis.” Ucapnya parau.

Sheila mengangguk dan menghapus air matanya, kini dia beringsut ke samping bankar Steffi dan duduk di kursinya. “Maafin Mama Sayang, gak pernah jadi Ibu yang baik buat kamu ataupun Steven, kami selalu sibuk dengan dunia kerja kami.”

“Enggak Ma,” Kata Steffi. “Steffi gak pernah ngejadiin itu masalah, apalagi sampai Steffi benci sama Mama dan Daddy. Steffi sayang sama kalian, kalian berarti bagi Steffi.” Lirih Steffi yang menggenggam erat kedua lengan Sheila.

Sheila mengecup puncak kepala Steffi dengan lembut dan tak hentinya mengucapkan kata maaf.

“Ma, Steffi mau cerita Ma,”

Sheila menatap Putrinya dengan kerutan dahi samar. “Cerita apa sayang?”

Steffi menghela nafas. “Salah kalau Steffi mencintai Iqbaal?” ucap Steffi lirih di sertai air mata yang mengalir di pelupuk matanya, dalam pandangannya dia teringat wajah kecewa sendu bahkan marah dalam mimik wajah Iqbaal saat itu membuat hatinya berdenyut nyeri. “Steffi udah ngelepas Iqbaal, Ma.”

“Kamu gak salah sayang. Cinta gak ada yang tau, termasuk kamu. Tuhan udah ngerencanain apa yang terbaik buat kamu, dan seharusnya kamu gak mudah menyerah atau putus asa Sayang, Mama yakin Iqbaal juga mencintai kamu.”

“Tapi, Ma—“

“Kamu gak boleh egois sayang,” potong Mama. “Jangan selalu menganggap kamu yang benar dalam suatu keputusan, dan keputusan itu malah menyakiti orang lain.”

Steffi memejamkan matanya. “Iqbaal pergi Ma, dia udah ninggalin Steffi.” Lirihnya dengan air mata yang terus mengalir deras di pelupuk matanya.

Mama mengelus rambut Steffi sayang. “Iqbaal gak bakal pergi. Dia sayang sama kamu, dan Mama yakin, dia bakal perjuangin kamu.”

Steffi mengangguk lirih.

Jangan selalu menganggap kamu yang benar dalam suatu keputusan, dan keputusan itu malah menyakiti orang lain.


***

“Baal….”

Iqbaal menengok pada Bani dan tersenyum tipis.

“Gue tau ini emang berat, tapi … gue yakin dia punya alasan Baal. Dan gue tau lo lebih ngerti dia di banding gue atau siapapun.”

Iqbaal menghela nafas. “Steffi sakit Ban.”

Somedays Later  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang