26- Happy with you

3.3K 160 23
                                    

Bani berjalan santai dengan headphone di telinganya. Bani merasa geli pada dirinya sendiri karena dia sekarang seperti plagiat Iqbaal. Tapi dia tidak peduli sekarang. Yang paling penting saat ini adalah dia merasa tenang dengan lantunan lagu dari head phone di telinganya tanpa merasa kebisingan dari sekitar.

Bani ingat hari kemarin bersama Zidny. Gadis itu, sahabatnya, sudah banyak mengalami perubahan sekarang. Dia menjadi sangat cantik dan menggemaskan.

Bani menatap ke arah depan kembali dan tanpa sengaja tatapannya bertubrukan dengan sosok perempuan di depannya. Dia Inarah.

Inarah menghampiri Bani dan langsung menubrukan tubuhnya pada Bani tanpa peduli tatapan penuh menggoda dari anak-anak lainnya.

Bani yang kaget. Hanya bisa diam tanpa membalas pelukan Inarah. Inarah menarik head phone Bani dan berbisik pelan.

"Gue kangen lo. Maaf-maafin gue, gue tau gue bodoh tapi gue nggak bisa bohong kalau gue sayang sama lo. Plis Bani, denger gue. Gue nggak bisa tanpa lo."

"CIE-CIE BANI INARAH BALIKAN CIEEE...." Goda murid-murid yang melintas di sekitar mereka.

Bani menghela nafas dan menarik Inarah ke taman agar bisa berbicara dengan leluasa.

"Bani, plis lo ngerti."

Bani memejamkan matanya bingung. "Maaf In, bukan gue egois. Tapi gue dan lo tau kalau disini gue yang terluka. Lo juga tau kalau misalnya hati yang udah terluka nggak bisa dengan mudah di sembuhkan."

"Tapi Ban ... kita bisa sembuhin luka itu bareng-bareng."

Bani tersenyum. "Nggak semuanya hati yang udah sembuh dari luka lama bisa kembali. Bisa aja hati itu memilih tempat yang baru untuk memulai semuanya dari awal."

"Maksud lo? Lo mau move on dari gue?"

"Nggak secepat itu, In. Gue udah bilang, gue lagi pengen sendiri. Disini gue masih cinta sama lo. Gue masih sayang sama lo."

Inarah memejamkan matanya yang terasa perih. "Terus kenapa kita nggak bisa sama-sama?"

"Gue masih ada di dua pilihan. Haruskah gue balik sama lo atau gue nyari yang lain dan milih buat ngelepasin lo. Jujur, gue terlalu sakit buat balik sama lo."

"J-Jadi...," Inarah terbata. Dia sudah tidak kuat lagi menahan tangisannya yang sudah pecah.

"Sori, In. Gue nggak tau harus gimana, gue bingung. Tolong kasih gue waktu."

Bani tersenyum seraya mengacak pelan rambut Inarah dan pergi berlalu dari hadapan Inarah yang kini sudah terisak. Tubuhnya roboh ke bawah seiring jejak penyesalannya yang semakin besar.

Inarah mencintai Bani.

***

"Kamu kenapa nggak sekolah?"

Di tanya seperti itu, Iqbaal menoleh dan terkekeh pelan. "Nggak apa-apa. Aku kan mau nemenin kamu. Masa iya kamu pulang dari rumah sakit aku nggak ada di deket kamu."

Steffi memutar bola matanya. "Kan ada Zee. Papa sama Mama juga bentar lagi kesini kayaknya."

"Yah tapi ... masa kamu nggak seneng sama kejutan aku?"

"Kejutan apaan?"

Iqbaal mendengus. "Ya apa lagi kalau bukan aku ada disini."

Steffi terkekeh dan bangkit dari kursi rodanya.

"Eh-eh.. eh," Iqbaal yang kaget buru-buru memegang pundak Steffi agar tidak jatuh dan itu sukses membuat Steffi tertawa terpingkal-pingkal.

"Aku udah bisa jalan kali," ucapnya pelan membuat Iqbaal menghel nafas panjang dari bibirnya.

Iqbaal menatap Steffi dalam. "Ikut aku yuk?" Ucapnya seraya melepaskan tangan dari bahu Steffi.

"Kemana?"

"Suprise dong!"

"Zee gimana?" Tanya Steffi bingung.

"Udah ... pergi aja gue pulang sendiri nggak apa-apa. Lagian gue mau jalan sama sahabat lama gue di Jakarta." Ucap Zidny yang datang tiba-tiba dengan koper Steffi dalam genggamannya. "Nanti gue laangsung ke rumah lo. Urusan tante sama om gampang nanti gue yang bilang,"

Iqbaal menatap Zidny dengan alis naik turun yang membuat Zidny mendengus jengkel. "Pergi sekarang atau nggak sama sekali."

"Jomblo amat lo lagian. Pake acara sahabat lama di Jakarta. So luar negeri lo," cibir Iqbaal pedas membuat Zidny berkacak pinggang dan melotot galak.

"PERGI SEKARANG ATAU!!"

Sebelum Zidny kembali meledak. Iqbaal langsung mengaitkan jemarinya di jemari Steffi dan nembawa Steffi pergi berlari menuju parkiran meninggalkan Zidny dengan emosinya yang masih tersulut. "GUE PERGI DULU SEPUPU STEFFI!!"

Zidny mengusap-usap dadanya naik turun. "Sabar-sabar orang cantik nggak boleh marah-marah." Ucapnya seraya kembali menarik koper Steffi.

***

Steffi dan Iqbaal kini sudah berada di dalam mobil sport Iqbaal. Nafas mereka masih tersendat-sendat akibat berlari lumayan jauh menuju parkiran.

"Kamu sih, Baal. Jangan buat Zee marah tau. Dia galak."

Iqbaal tersenyum. "Udah tau kok. Keliatan dari wajahnya yang kayak tukang pajak bulanan." Ucap Iqbaal seraya terkekeh.

Iqbaal membawa sehelai kain dari dasboard mobil dan memberikannya pada Steffi.

"Apaan ini?" Tanya Steffi bingung. Steffi membulak balikan kain itu dalam genggamannya. Kain hitam polos dan panjang.

Iqbaal mengambil kain itu dari tangan Steffi. "Balik ke kaca coba." Ucap Iqbaal yang di ikuti Steffi. Iqbaal menutup Steffi dengan kain hitam itu dan membalikan Steffi kembali pada posisinya.

"Ini apaan sih?"

"Suprise."

Steffi menggerutu. "Sok misterius."

"Nggak apa-apa yang penting ganteng."

"Sok narsis."

Iqbaal menggerutu. "Nggak apa-apa yang penting sayang."

"Sok romantis."

Kali Iqbaal hanya menghembuskan nafas berat seraya menyalakan mesin mobilnya dan menggas perlahan.

"Tidur aja sayang--"

"Sok perhatian."

Iqbaal menggeram. "Stefhanie...."

Steffi tergelak. "Oke-oke aku tidur. Maaf tadi bercanda."

Setelah itu suasana kembali hening. Hanya terdengar suara deru mesin mobil dan Steffi yang diam-diam tersenyum.

Bahagia itu sederhana. Jangan cepat-cepat ambil ini tuhan. Batin Steffi di sertai helaan nafas lelah dari bibir mungilnya.

***

A.n
Hai semua aku baru lanjut lagi hehe.
Vomment ya supaya cepet lanjutnya.
Dan jangan lupa baca story of december.

Somedays Later  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang