Bab 11

10.4K 1.1K 49
                                    

Pasca libur akhir pekan yang membuatnya terjebak selama dua hari semalam bersama para tetangga dan Mimin. Athar merasa ada yang aneh dalam dirinya. Bahwa kenyataannya ia tidak lagi membenci Mimin seperti sebelumnya. Bahwa diam-diam ia mulai memperhatikan Mimin yang sedang memasak dengan cekatan dari balik koran yang ia baca atau sengaja meminta sesuatu yang membuat Mimin kesal namun tetap dilakukannya sambil menggerutu. Menurut Ahar wanita itu kini terlihat lucu dan juga teman ngobrol yang asik walau ia hanya melakukannya sesekali.

"Ini bekalnya Mas." ujar Mimin sambil menyodorkan kotak makan yang dilapisi tas makan berwarna ungu.

Athar melirik tempat makan dan Mimin bergantian, "kamu pikir saya mau bawa tempat makan itu?" tanya Athar dingin. Walau ialah yang meminta dibuatkan bekal tapi alasan mengapa ia enggan mengambil bekal tersebut karena warna tempat makan yang sangat mengganggunya. Athar terus bertanya dalam hari. kenapa harus ungu? Athar melihat Mimin terdiam sebelum menarik tempat makan yang Athar yakin sudah disiapkan wanita itu sejak subuh itu.

"Berikan pada saya."

Wajah lesu Mimin terangkat kembali lalu dengan semangat memberikan kotak tersebut pada Athar. Wanita itu tak menyangka jika Athar mau berbaik hati padanya dengan menerima bekal dengan kotak berwarna ungu itu.

"Karena bekal ini saya yang minta, jadi saya ambil, lain kali kalau bisa jangan warna ungu." Jelas Athar membela diri. Mimin tersenyum.

"Dimakan ya Mas.."

Athar yang baru sampai di depan pintu menghentikan langkahnya. "Hemm.."

****

"Ungu? sejak kapan kau suka warna ungu?" tanya Pak Hendro sambil mengangkat kotak bekal makanan yang Athar bawa.

"Berisik, sudah makan saja." sahut Athar sinis sambil menyilangkan lengannya di dada.

Tak lama Pak Hendro sudah larut dengan kenikmatan bekal yang dibawa Athar. Pria tua itu bahkan -sekali lagi- tidak berniat membagi makanannya dengan Athar.

"Pembantumu ini benar-benar juara, masih single atau sudah menikah, kalau masih single cepat lamar dia, kapan lagi punya istri yang jago masak." Pak Hendro mengacungkan jempolnya. Membuat Athar mau tidak mau tersenyum. Ide menikahi Mimin juga tak hanya membuatnya geli tapi tiba-tiba membuat Athar merinding.

"Sudah makan saja, setelah itu kita harus membuat strategi bagaimana membuat orang korea brengsek itu mendapatkan balasannya." sahut Athar ketus. Pak Hendro lagi-lagi tak menyahuti Athar karena sibuk dengan kotak makan yang berisi menu-menu lezat yang Mimin siapkan.

Saat meminta dibuatkan bekal tadi malam pada Mimin. Harga diri Athar terasa habis dijual. Karena sudah satu minggu ia tidak bertegur sapa pada Mimin. Namun entah bagaimana keduanya bisa menjaga jarak aman dengan sangat baik. Hanya bicara saat ada urusan rumah selebihnya Mimin dan Athar berusaha untuk tidak melibatkan diri satu sama lain.

"Lezat bukan main, saya senang kau datang tapi lebih senang lagi saat kau datang dengan bekal lezat ini, saya jadi ingin kenal sama pembantumu, siapa tahu dia cocok jadi Ibu dari anak-anak saya." Ucapan seenaknya Pak Hendro yang membuat Athar menyemburkan minuman yang baru saja ia tenggak. Athar terbatuk-batuk sambil sibuk membersihkan tumpahan air dibajunya.

Pak Hendro mengeringkan giginya dengan cengiran bak bocah. Athar ingin melempar botol minumannya pada bosnya itu. untuk melampiaskan kekesalannya sekaligus menyadarkan pria itu bahwa jangan terlalu santai hidup di dunia ini.

Bosnya itu sepertinya terlalu pasrah atau terlalu bodoh karena dengan santainya menikmati bekal yang Athar bawa padahal bisa saja besok malam nasibnya sudah tidak seberuntung hari ini. Mungkin besok para Bos Korea brengsek itu bisa saja menjebloskannya lebih dalam. Tapi entah darimana pak Hendro bisa mendapatkan ketenangan itu. Athar yakin keluarganya cemas bukan main.

Cold Mission √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang