Bab 3

13.1K 1.2K 26
                                    

Jasmine Iona Maieve adalah seorang wanita berusia akhir dua puluhan yang sedang melakukan riset untuk program pasca sarjananya. Ia mendapatkan informasi mengenai seorang pria bernama Athar Yudhistira ; seorang pengidap Post Trauma Disorder. Jasmine atau biasa dipanggil orang terdekatnya dengan Mimin, mengetahui seluruh informasi pria itu dari seseorang yang mempercayainya untuk bertindak sebagai Psikolog yang diharapkan mampu menyembuhkan trauma pria itu.

            Dimulailah perjalanan panjang Jasmine dari Bandung menuju Jakarta. Berbekal informasi lengkap hingga kunci rumah pria itu Mimin memulai misinya. Walau bagaimana pun caranya ia harus bisa masuk ke dalam rumah pria itu –dengan cara baik-baik atau pemaksaan. Usai bekerjasama dengan sahabatnya yang akan berpura-pura sebagai pemilik yayasan penyalur asisten rumah tangga. Mimin dengan berani mendatangi rumah pria itu yang untungnya dalam keadaan kosong.

            Kedatangannya sepertinya tidak mendapatkan sambutan yang baik karena belum apa-apa Mimin sudah mengecap rasanya diperiksa oleh Penyidik di kantor polisi. Namun ia sempat bernafas lega karena tidak harus merasakan dinginnya dibalik jeruji besi. Pria bernama Athar itu bukan hanya dingin, kejam dan tak punya hati. Pria itu juga punya emosi yang levelnya terus naik. Mimin mencoba memainkan perannya dengan baik. Jika ia gagal ia terpaksa harus menggunakan rencana keduanya.

            Usai diperiksa di kantor polisi selama berjam-jam. Mimin dan Athar diperbolehkan pulang dan polisi tidak akan menahan Athar karena telah membuat laporan palsu. Entah perannya yang baik atau Athar memang sial karena menggunakan polisi untuk mengusirnya tapi sampai kepulangan dari kantor polisi penyidik tetap membelanya bahkan terang-terangan di depan Athar.

            Sepulang dari kantor polisi Mimin harus rela berdiri di depan rumah pria itu sampai larut malam. Memastikan terlebih dahulu pria itu tidur baru ia bisa lari ke blok sebelah dimana sahabatnya tinggal. Ia akan membuat kesan pada Athar bahwa malam itu ia terpaksa tidur di depan rumah pria itu. Esok paginya  ia akan kembali ke rumah Athar dan melanjutkan rencana keduanya. Ia berusaha mengambil hati para tetangganya karena Athar tidak memiliki keluarga yang tinggal bersama jadi mau tidak mau peran tetangga dan pak RT sangat berguna.

            Ketika Athar meninggalkan rumahnya untuk bekerja. Itulah saat Mimin melancarkan rencana keduanya lebih jauh. Ia mengobrak-abrik rumah pria itu. Urusan membuka gembok rumah, Mimin beruntung karena pernah diajari membuka kunci dengan menggunakan jepit rambut sedangkan untuk pintu rumah pria itu. Mimin bisa dibilang amat sangat beruntug karena Athar lupa menyita kunci duplikat yang ia miliki.

            Rencana keduanya adalah melakukan ramah-tamah di rumah Athar dengan memanggil para tetangga dan Pak RT. Mimin menjelaskan bahwa ia adalah calon istri Athar yang akan menumpang sementara di rumah Athar sampai tanggal pernikahan mereka. Awalnya para Ibu-Ibu protes karena menganggap keputusan Mimin tinggal di rumah Athar sama saja melakukan hubungan kumpul kebo. Namun Mimin meyakinkan para tetangga dan pak RT bahwa ia tahu budaya timur dengan baik. Ia akan menjaga dirinya dibantu oleh para tetangga yang kapan saja bisa datang ke rumah Athar untuk memeriksa mereka.

            Mimin tahu bahwa rencana keduanya amat sangat gila untuk ukuran orang normal yang sedang melakukan riset study. Tapi lawannya kali ini adalah pria dengan tingkat murah hati paling rendah. Athar tidak akan kasihan padanya. Pria itu juga tidak akan mau merelakan waktunya untuk membantunya mencari tempat tinggal atau bertanggung jawab atas nasibnya yang terlantar. Jadi satu-satunya cara agar membuat Athar masuk dalam rencananya adalah membuat posisi pria itu terjepit sampai tidak bisa berkutik.

            Ketika pria itu datang dengan emosinya yang sudah membumbung tinggi Mimin tahu ia harus menyiapkan mentalnya untuk menghadapi amukan pria itu. Athar bukan hanya mudah emosi tapi pria juga mudah terpancing. Ia tidak pernah bisa mempercayai orang lain. Pria itu hanya mempercayai instingnya. Dan Mimin mulai sedikit demi sedikit mempelajari sikap pria itu yang menurutnya sedikit.. sexy?

            Saat mengeluarkan emosinya Mimin bisa merasakan bagaimana si Mr. Cold itu mengeluarkan aura kejamnya. Ia mengakui bahwa bulu kuduknya meremang hanya dengan tatapan tajam pria itu. Tapi bukan Jasmine namanya kalau menyerah hanya dengan ditatap tajam. Ia harus bisa memancing Athar keluar dari kebiasannya. Ia harus membuat Athar kehilangan kontrolnya dan sepertinya ia berhasil.

            Dugaan Mimin ternyata salah besar. Saat tiba-tiba Athar memeluk dan menciumnya. Membuat kerumunan para tetangganya bersorak-sorai. Ia tahu kalau bola permainan ada di pihak Athar. Ia terus memutar otaknya agar tidak masuk ke dalam perangkap pria itu.

            “Jadi.. kenapa Pak Athar sampe marah gitu sama Mba Jasmine?” tanya Bu Tarman –istri dari Pak Tarman– tetangga dua rumah dari rumah Athar.

Athar melirik Mimin yang dipanggil Jasmine. Alisnya naik sebelah dengan senyum meremehkan dilontarkan untuk Mimin. “Saya Cuma kaget Bu dia datang ke Jakarta, padahal harusnya dia masih di luar negeri,” jelas Athar mencoba menjalankan rencananya. Ia harus membuat rombongan tetangganya meninggalkan rumahnya agar ia bisa bebas mencekik leher wanita yang kini sedang meninggalkan ruang tamu dan membuat sesuatu di dapur. Athar mengikuti setiap gerak-gerik Mimin yang terlihat nyaman berada di rumahnya.

“Bener kan Pak, udah Ibu bilang, Pak Athar tuh mana mungkin jahat sama orang apalagi sama calon istrinya,” sahut Bu Tarman yang membuat penjelasan untuk suaminya. Athar tidak tahu apa yang sudah Mimin katakan pada gerombolan tetangganya sampai-sampai semuanya percaya bahwa ia adalah calon istri Athar. Wanita itu ternyata bukan hanya penipu namun juga seorang aktris dengan bakat akting yang handal.

Mimin kembali dengan cangkir berisi kopi panas yang mengeluarkan aroma yang hampir saja membuat Athar mendesah nikmat. Ia adalah penikmat kopi nomor satu. Baginya lebih baik tidak makan ketimbang dalam sehari ia tidak menikmati kopi barang secangkir. Dan aroma kopi yang Mimin buat hampir berhasil membuat pertahanannya kacau.

“Diminum Thar,” kata Mimin seraya menyerahkan cangkir pada Athar. Kejadian itu masih dalam sorot pandang para tetangganya yang kini sudah cengar-cengir. Bu Melisa bahkan sedang menopang dagu dan asik menonton Athar dan Mimin bergantian.

Mimin berdeham dan menyodorkan toples berisi kue kering yang membuat Athar bingung. Ia merasa tidak pernah ngemil dan punya toples berwarna ungu dengan motif bunga-bunga.

            “Mba Jasmine bikin sendiri kuenya?” tanya Bu Nia tetangga depan rumah Athar.  Athar sempat bingung pada para tetangganya. Kalau mereka bisa berkumpul di rumahnya saat ini bagaimana nasib anak-anak mereka?

            “Iya bu, kalau Ibu mau nanti saya bawakan,” jawab Mimin yang membuat Bu Nia mengangguk penuh semangat. Athar menggeleng-gelengkan kepalanya tanpa sadar.

            “Pak Athar beruntung ya dapet Mba Jasmine, sudah cantik, pintar masak, Mba Jasmine tadi profesinya apa?” pertanyaan Pak Darma membuat Athar menanti dalam diam. Ia memusatkan tatapannya pada Mimin yang kini terlihat gelisah. Mungkin sedang memikirkan kebohongan apalagi agar orang percaya padanya, pikir Athar sinis.

            “Saya Psikolog Pak, sekarang sedang ambil program pascara sarjana.” Jawaban Mimin membuat Athar melotot tak percaya. Wanita itu benar-benar pembohong paling ulung karena memikirkan profesi yang terlihat cocok untuknya. Tapi bagi Athar profesi yang cocok untuk wanita itu Cuma satu. Yaitu PENIPU. Itu pun jika penipu termasuk dalam kategori profesi.

            “Waah Mba Jasmine pinter ya.. aduuh menantu idaman banget deh,” sahut Bu Tarman yang membuat pipi Jasmine memerah. Melihat wanita itu tersipu malu atas hasil kebohongannya Athar mendecih dan memilih untuk membuang muka. Ia mulai muak dengan wanita itu.

****

Mimin sibuk membereskan semua kekacauan yang telah ia lakukan. Bekas piring dan perabotan rumah tangga yang dipakainya harus ia cuci malam ini juga. Setidaknya dengan melakukan itu ia punya lebih banyak waktu untuk memikirkan rencana ketiganya. Ia tahu setelah ini Athar pasti akan melemparnya keluar dari rumah. Dan sebelum rencana itu terlaksana Mimin harus punya rencana yang bisa membuatnya tetap bertahan di rumah itu.

            “Ini.”

Mimin mengalihkan fokusnya dari piring dan keran yang mengalir pada sosok Athar yang muncul membawakan gelas-gelas kotor. Pria itu menaruhnya lalu pergi begitu saja. Bukan untuk menghindarinya namun untuk merapikan rumahnya yang terlihat seperti kapal pecah.

            Setelah membersihkan seluruh piring dan gelas serta perabotan dapur yang kotor. Mimin pun memutuskan untuk membuat kopi untuk dirinya dan Athar. Jika ia harus bicara berdua dengan Athar setidaknya ia bisa melakukannya dengan cara baik-baik.

Mimin termangu saat melihat Athar yang terlelap di sofa ruang TV. Pria itu tertidur dalam posisi lengan menutupi wajahnya. Mimin mendekat ke arah pria itu untuk memastikan apakah pria itu hanya merebahkan diri atau benar-benar sudah terlelap. Ia meletakkan dua cangkir kopi tersebut di meja dan duduk di bawah sofa dengan mata memperhatikan dengan seksama.

            “Siapa yang mengizinkanmu menatapku seperti itu?”

Mimin berjengit lalu bergegas menjauhkan dirinya. Ia memilih duduk di sofa yang kosong. Athar terbangun dan kini sudah dalam posisi duduk. Ia meraih cangkir kopi yang dibawakan Mimin tanpa berniat meminta izin atau sekedar menawarkan. Seolah Mimin sudah seharusnya membuatkan kopi itu untuknya.

            “Siapa nama aslimu? Jasmine? Mimin? Minah? Atau Mintarsih?” tanya Athar tiba-tiba. Pria itu sudah merebahkan tubuhnya kembali sambil menyilangkan lengannya didada, menatap Mimin dengan sorot mata tajam sampai membuat Mimin menghela nafas untuk menghilangkan groginya.

            “Namaku Jasmine tapi biasa dipanggil Mimin,” jawab Mimin dengan wajah tertunduk.

Alis Athar naik sebelah mendengar ada orang yang punya nama bagus tapi mau dipanggil dengan nama panggilan kampungan. “Siapa yang menyuruhmu datang ke rumahku?” Athar sudah memulai lagi sesi interogasinya.

            “Yayasan Ibu Pertiwi.” Jawaban Mimin membuat Athar bersiap memuntahkan lagi emosinya.

            “Saya minta kamu jujur atau saya akan menjalankan ancaman saya, kamu tahu saya tidak main-main,” sahut Athar yang membuat tubuh Mimin merinding. Aura kekejaman Athar benar-benar membuatnya tak berkutik.

            “Ya.. saya tahu, tapi saya mengatakan hal yang sebenarnya, saya diminta datang untuk jadi pembantu baru disini.”

            “Mana Kartu Tanda Pengenalmu?”

Mimin terdiam sejenak sebelum sadar kalau dia belum membuat KTP palsu. Dan profesi yang ada di KTP-nya benar-benar akan jadi bencana. Ia harus mengalihkan perhatian Athar dari KTP.

            “Kamu lapar?”

            “Jangan jawab pertanyaan saya dengan pertanyaan, cepat berikan Kartu tanda pengenalmu,” tegas Athar dengan tangan sudah menengadah kearah Mimin.

            “Tapi Pak..” rajuk Mimin yang membuat telinga Athar mendadak sakit.

            “Tadi kamu panggil saya dengan nama, kamu juga panggil saya dengan sebutan ‘sayang’ di depan tetangga sialan itu dan sekarang kamu memanggil saya lagi dengan ‘Pak’?”

            “Tapi Athar..”

            “Athar?”

            “Mas..”

            “Mas?”

Mimin menghela nafas sambil berusaha menjaga ekspresinya. “Sebentar saya ambil di tas.” Jawabnya lalu berlari ke arah dapur dimana ia meletakkan tas dan kopernya. Setelah membuka tas dan menemukan dompet yang berisi seluruh jati dirinya nyali Mimin mendadak ciut. Ia tidak menyangka Athar akan sekeras kepala ini.

            “Hei cepat!” teriak Athar yang mengejutkan lamunan Mimin.  Wanita itu mengeluarkan KTP-nya dengan ragu-ragu.

            “Apa perlu saya geledah kopermu sekarang?”

            “Tunggu! Ini udah ketemu kok KTP-nya.” Sahut Mimin cepat sebelum Athar menggeledah paksa kopernya dan membuat semua usaha Mimin sia-sia.

Mimin kembali ke ruang TV dimana pria menantinya dalam diam. Posisinya masih sekokoh pohon yang ditanam ribuan tahun. Matanya menatap setajam burung hantu sedangkan bibirnya menyunggingkan senyuman bak iblis. Entah bagaimana Mimin bisa takut sekaligus menikmati wajah tampan milik Athar secara bersamaan.

            Mimin menyerahkan KTP-nya yang langsung di ambil Athar dengan paksa. Pria itu membaca kartu tersebut baik-baik. Setelah puas memperhatikan KTP Mimin, Athar tersenyum sinis lalu mengembalikan kartu tersebut pada pemiliknya.

            “Bereskan barang-barangmu atau saya tidak segan-segan melaporkanmu atas tuduhan telah membuat KTP Palsu.”

            “Apa??”

****

Cold Mission √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang