6. CINTA ?

46K 1.1K 31
                                    

BACA DARI AWAL KARENA BANYAK YANG BERUBAH!!!

Sejak hari itu, tingkahku jadi aneh saat bertemu Alex. Apalagi saat dia tersenyum atau memberiku pujian, pasti mukaku langsung semerah tomat dan hatiku tak mau berhenti deg-degan. Kalau sudah seperti itu, aku pasti jadi salah tingkah dan cepat-cepat menghindar dari tatapan Alex. Cowok itu kerap kali bertanya kenapa dengan diriku. Tentunya aku tak bisa menjawabnya. Aku sendiri tak tahu kenapa aku bisa jadi seaneh itu. Akhirnya cara satu-satunya ya berbohong sambil menyembunyikan perasaanku.

Keanehan yang lain pun terus bermunculan setelahnya. Aku jadi selalu merasa Alex ada di mana-mana. Di kamarku, di kelas, di ruang makan, di manapun aku berada. Bahkan saat aku menutup mataku pun, wajahnya selalu terbayang. Alhasil, setiap kali aku ingin melakukan sesuatu, pikiranku jadi tidak fokus gara-gara di otakku isinya Alex, Alex, dan Alex melulu.


Tapi intinya, hari-hariku saat itu benar-benar menyenangkan. Hatiku selalu berbunga-bunga setiap hari. Apalagi keadaan Alex sudah membaik hari demi hari sejak hari itu. Dia sudah mau masuk sekolah lagi dan mengikuti kegiatan sekolah seperti biasa. Memang sih kadang kala dia masih tampak sedih jika melihat teman-teman bandnya yang asyik latihan musik dan dia terpaksa harus puas dengan hanya menjadi penonton saja saat mereka dengan semangatnya memainkan alat-alat musik mereka satu per satu di depannya. Tapi diluar itu dia jarang bersikap labil seperti hari-hari sebelumnya.


Waktu berlalu dengan cepat. Tibalah hari yang kami tunggu-tunggu yaitu hari kelulusan. Aku dan Alex sudah belajar mati-matian bersama agar dapat nilai kelulusan yang tidak mengecewakan. Dia baik sekali. Kerap kali dia mengajari aku mata pelajaran yang tak aku mengerti. Padahal saat itu, dia juga harus belajar supaya lulus dengan nilai memuaskan. Itulah yang membuat perasaanku semakin sayang padanya. Walaupun aku tahu, dia tak memandangku sebagai cewek, tapi gimana lagi... aku nggak bisa melawan perasaanku sendiri.


Syukurlah, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua lulus dengan nilai memuaskan. Lengkaplah kebahagiaanku, pikirku. Mamaku yang tadinya mengomel karena melihat aku keluyuran terus ke rumah Alex, kini bisa tersenyum lega saat menerima raport kelulusan anaknya. Mama bahkan memamerkan nilaiku yang bagus pada tetangga-tetangga sebelah rumahku. Memalukan memang, tapi ya... aku mana bisa menyetop orang tua yang sedang membanggakan anaknya.


Yang menjadi bahan pemikiranku sekarang adalah Alex. Awalnya memang aku hanya ingin menyimpan perasaanku sendiri. Aku takut kalau Alex tau, dia malah menjauhiku dan tak mau berteman lagi denganku. Tapi tambah lama, perasaanku semakin kuat seiring dekatnya kami berdua. Perasaan ingin memiliki pun muncul di hatiku. Aku ingin menjadikannya sebagai pacarku. Permintaan yang terlalu muluk memang, mengingat aku belum yakin betul mengenai perasaan sahabatku itu padaku. Tapi entah mengapa... keinginanku terlalu kuat dan mengalahkan logikaku.


Karena itulah aku berniat memberitahukannya tentang perasaanku dan memintanya menjadi pacarku. Aku tau biasanya cowok yang nembak duluan, tapi aku pikir apa salahnya, toh aku yang menyukainya duluan. Aku sangat berharap impianku bisa terwujud. Yang kuharapkan adalah dia juga merasakan hal yang sama dan mau menerimaku sebagai pacar.


Hari yang aku nanti-nantikan pun tiba. Hari ulang tahun Alex yang ke delapan belas. Sudah lama aku menantikan hari itu karena aku merencanakan sebuah pesta kejutan buat Alex dan di saat itulah aku akan meluahkan perasaan yang aku pendam untuknya.


Terbayang perasaanku yang luar biasa girang saat itu. Aku langsung bangun pagi-pagi untuk menelepon teman-temanku dan teman-teman Alex guna memastikan agar mereka mulai menyiapkan segala yang sudah di rencanakan beberapa hari sebelumnya. Baju yang sengaja kubeli buat pesta Alex seminggu sebelumnya pun sudah rapi aku setrika. Hari itu aku sudah bertekad tampil beda supaya kelihatan menarik di mata Alex.


Sore harinya, saat aku pastikan semua persiapan sudah sempurna, kami pun berangkat bersama-sama ke rumah Alex. Di ruang tamu sudah menunggu mama Alex yang sejak awal sudah mengetahui dan menyetujui rencana kami sebelumnya.


"Alex mana, tante?"


"Diatas. Wah... kamu cantik sekali Anna. Alex pasti kaget melihat penampilanmu."


"Makasih tante. Kalau gitu aku keatas dulu mastiin dia lagi ngapain, setelah itu aku akan beri aba-aba kalian untuk naik keatas," bisikku pada teman-teman yang sudah tak sabar menunggu.


Dengan berjingkat-jingkat, aku menaiki tangga cepat-cepat dan langsung menuju ke kamar Alex. Aku membuka pintu kamarnya perlahan dan mencoba mengintip ke dalam, tapi tidak tampak tanda-tanda keberadaan Alex sama sekali. Oh, mungkin dia ada di ruang musik, tebakku. Tapi saat menuju ke sana, aku melihat gudang yang letaknya di ujung ruangan lantai atas, lampunya menyala dan pintunya sedikit terbuka. Karna penasaran, aku mendatangi tempat itu dan melongok ke dalam.


Yang pertama kali aku lihat adalah punggung Alex yang sedang duduk membelakangi pintu. Disini rupanya dia, pikirku lega. Aku pun melangkah mendekat untuk menyapa dia. Namun langkahku terhenti saat melihat apa yang dilakukan Alex. Dia terlihat sibuk mengumpulkan foto-foto, boneka, dan semua barang-barang kenangan Erna yang sebagian sudah rusak atau sobek. Itu semua barang-barang yang pernah di buang dan coba di hancurkannya beberapa bulan lalu, pikirku bingung.


"Alex..." panggilku perlahan. "Kamu ngapain di sini?" lanjutku saat melihat dia menoleh ke arahku.


"Oh Anna. Baguslah kamu datang. Ayo bantu aku memperbaiki ini semua. Aku nggak bisa membiarkan mereka semua disini. Betapa bodohnya aku, kenapa aku menghancurkan semua ini. Bagaimana jika Erna kembali dan melihat ini semua? Dia pasti sedih sekali nanti. Ayo... jangan diam saja. Cepat bantu aku!"


Aku melongo kebingungan. Kenapa Alex tiba-tiba seperti ini lagi? Bukankah kemarin - kemarin keadaannya sudah membaik?!


"Lex... ayolah jangan bertingkah seperti ini lagi. Erna sudah pergi dan nggak ada gunanya kamu melakukan hal ini."


"Kamu nggak tau! Dia bisa saja kembali. Firasatku mengatakan suatu saat nanti dia pasti kembali. Dan kalau kamu tidak mau bantu, lebih baik kamu pergi saja."


Air mata sudah mulai menggenang di pelupuk mataku. Tapi aku tidak mau mengaku kalah.


"Lex, kamu ingat ini hari apa? Ini hari ultahmu kan? Di bawah sudah-"


"Aku tau ini hari ultahku! Tapi apa artinya kalau semuanya tidak seperti dulu lagi. Lihatlah... ini duniaku dulu Anna. Aku tidak mengerti kenapa sekejap saja aku sudah kehilangan semuanya dan beberapa kali pun aku memohon agar semuanya dikembalikan padaku, tapi sekali lagi aku mendapati diriku dengan tangan yang cacat dan tanpa Erna."


"Tanganmu tidak cacat, lex. Lagipula kan ada aku di sampingmu. Apa itu tidak cukup?"


"Tidak. Tidak cukup! Kamu memang teman baikku. Tapi aku butuh mimpi-mimpiku dan belahan hatiku yang direnggut dariku."


Demikianlah perkataannya menusuk hatiku dengan kejamnya. Hatiku berdarah, tapi cowok yang aku cintai ini, bahkan tak mengetahuinya.

"A...ku kkeluar dulu," seruku terbata-bata menahan tangis.

Sesampainya di luar, dukaku sudah tak tertahan lagi. Tangisku pun tumpah sejadi-jadinya. Aku menangisi Alex dan juga menangisi hatiku. Aku bingung mengapa mencintai seseorang bisa terasa begitu menyakitkan.

***

PERNIKAHAN PARO WAKTU  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang