BACA DARI AWAL KARENA BANYAK YANG DIRUBAH!!!
Seluruh keluarga Alex serta merta berteriak kegirangan dan berebut memelukku. Mama dan papa Alex pun terlihat luar biasa lega dan bahagia. Namun tatapanku tidak lepas dari Alex. Dia terlihat seperti orang yang baru saja ditampar. Dia pasti membenciku. Tapi aku tidak bisa mundur lagi. Keputusan sudah aku buat dan aku sudah siap dengan konsekuensinya.
“Tunggu… tunggu… semua tolong diam dulu! An, aku nggak ngerti? Tolong jelaskan… kamu bilang tadi di depan kalau kamu pasti menolak rencana pernikahan kita. Tapi apa ini! Kok tiba-tiba keputusannya berubah?!” Alex mendekatiku dan memandang wajahku seakan-akan ingin mengetahui isi hatiku lewat ekspresi yang dilihatnya. Aku tak tahan dilihat seperti itu dan segera membuang mukaku serta menjauh darinya.
“Karna tadi di depan aku belum sadar betapa tololnya kamu ini. Dan jangan takut… aku melakukan ini dengan sadar dan tanpa paksaan.” Aku memaksakan senyumku ke arahnya untuk memperlihatkan betapa percaya dirinya aku akan keputusanku ini. Padahal sebenarnya tanganku basah oleh keringat saking tegangnya.
“Gila! An, pernikahan yang ditawarkan papa dan mamaku itu bukanlah lelucon. Mereka serius akan hal itu. Jangan asal memutuskan sesuatu yang sama sekali belum kamu mengerti betul!”pekik Alex. Pria itu mondar-mandir di depanku dan meneriakiku seakan-akan aku tuli dan tak begitu bisa mendengarnya.
“Aku tau. Aku tau kok kalau hal ini serius. Kau dan aku akan berjalan menuju altar dan saling bersumpah di hadapan Tuhan untuk menjadi suami istri sampai maut memisahkan. Ya… itulah yang aku setujui.” Saat itulah aku melihat raut wajah Alex yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Dia terlihat muak melihatku. Aku sedih saat menyadari hal itu, tapi aku harus melanjutkan hal ini apapun yang terjadi. Aku nggak mau Erna memiliki Alex dan sepuasnya memperalat sahabatku ini.
“Brengsek, An. Aku nggak mau berdiri di depan altar bersamamu! Aku nggak punya perasaan apa-apa sama kamu. Membayangkan tidur bersamamu saja membuatku merasa aneh. Lantas bagaimana aku bisa tahan menikah denganmu selamanya. Bisa mati aku tau!”
Alex terlalu dipengaruhi emosi hingga tak sadar bahwa kata-katanya tadi serasa perih merajam hatiku. Sehingga secara tak sadar kakiku mundur ke belakang saat mendengar itu dan tanganku menggapai lengan kursi dan meremasnya. “Nggak masalah bagiku. Asalkan aku bisa menikah denganmu, mau kamu muntah kek saat tidur bersamaku, aku nggak peduli. Aku rasa itulah harga yang harus kubayar supaya bisa bersanding dengan TUAN Alex Tjandra yang terhormat.” Cengkraman tanganku semakin kuat pada lengan kursi itu, sekuat rasa sakit yang menyebar di ruang-ruang hatiku.
“Lex sudahlah… kamu kok malah maki-maki Anna. Nggak sadar kamu kalau kata-katamu tadi kasar banget?!”tegur mama Alex memperingatkan. Dia mungkin melihat raut wajahku yang hampir meledak dalam tangis.
“Mama nggak ngerti. Aku nggak mau ma nikah sama Anna. Aku nggak mau!”amukan Alex begitu keras hingga mengagetkan seluruh yang ada di sana.
“Mulutmu itu jaga sedikit! Banyak orang di sini, jangan bikin malu. Kalau kamu nggak mau, nggak perlu teriak dan maki-maki. Cukup kamu pergi saja dari rumah ini bareng kekasihmu itu dan lupakan pertalian orangtua dan anak yang kita miliki!” Papa Alex ikut memarahi anaknya dan memandang benci ke arah Erna.
“Licik sekali! Kalian tahu betul aku nggak bisa melakukan itu. Tapi masih saja kalian menggunakan itu untuk memperangkapku dalam pernikahan yang konyol ini. Sial! Tega sekali kalian!” Alex meninju bantal sofa disampingku dan menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan frustasi. Aku tahu sebenarnya yang ingin ditinjunya adalah aku.
“Trus gimana?! Pilih salah satu, menikah atau keluar dari rumah ini!”tandas papa Alex memandang ke arah anaknya dengan wajah berharap.
Alex meninju sekali lagi bantal sofa di sampingnya dan berkata, “Ya apalagi memangnya yang bisa aku jawab. Toh kalian sudah merencanakan ini dengan sempurna unuk menjeratku. Apa lagi… ya jelaslah aku terpaksa setuju-setuju saja. Puas kan kalian?!”
“Lex! Kok jadi gini! Kamu kan uda janji!” Erna berdiri dan memandang Alex seakan tak percaya. Alex mendadak berdiri dari sofa yang didudukinya dan melihat ke Erna seakan-akan pria itu lupa akan kehadiran kekasihnya di ruangan itu.
Melihat ekspresi Alex, Erna menangis seketika dan berlari keluar, menghindari tatapan saudara yang hadir, yang jelas-jelas tak menyukainya. Alex pun mengejar kekasihnya keluar dan meninggalkanku, yang sebenarnya adalah calon istrinya yang sesungguhnya.
Yah… mau dikatakan apa lagi! Inilah jalan yang aku pilih sendiri. Tidak ada yang memaksaku ataupun mempengaruhiku. Aku sadar menjalani ini semua. Walaupun ratusan kali aku ingin membatalkan ini, karna tau betapa sakitnya kelak efek dari PERNIKAHAN TANPA CINTA ini, aku tetap tak bisa. Ada satu ruang di hatiku yang ingin percaya kalau pernikahan ini mungkin saja bisa berhasil. Mungkin saja suatu hari Alex akan melihatku sebagai wanita dan mencintaiku.
.
Makan malam itu tampak menggembirakan bagi Om, tante dan semua orang yang ada di situ. Seakan-akan mereka sedang mengadakan perayaan yang penting malam ini. Makanan dan minuman yang dihidangkan pun lebih dari ekspektasiku. Semua hidangan mahal dan lezat tampak disediakan sang tuan rumah di meja makan untuk menjamu para tamu yang sama-sama bahagia menyambut berita buruk ini.
Semua tampak gempira dan puas. Semua… kecuali aku. Perasaanku terlalu campur aduk untuk bisa merasa bahagia. Seenak apapun makanan yang disediakan untukku, pas masuk mulut, rasanya berubah menjadi hambar. Baru saja makananku habis setengah, tapi perutku sudah bergejolak. Ingin muntah rasanya.
Entah apa aku nggak cocok dengan makanannya, atau aku terlalu tegang dan stres hingga membuat pencernaanku terganggu seperti ini. Aku ingin sekali pergi dari rumah Alex. Perasaanku semakin nggak nyaman berada di rumah ini. Seakan aku baru saja memutuskan sesuatu yang suatu saat nanti bisa saja aku sesali. Entahlah! Tapi ini sudah terlanjur aku putuskan dan tak mungkin kutarik kembali. Mungkin lebih baik aku pulang sekarang… karna kini makananku sudah terasa meronta-ronta dan ingin keluar saja dari lambungku.
“Om, tante maaf… saya kayaknya harus permisi pulang dulu. Maaf nggak bisa ikut makan malam sampai selesai. Saya tiba-tiba nggak enak badan. Trima kasih buat makan malamnya. Semuanya enak sekali."
Kemeriahan itu tiba-tiba terhenti. Mereka semua memandangku dengan wajah prihatin dan kasihan. Tentu saja… siapa sih yang nggak kasihan pada wanita yang menikahi pria yang benar-benar benci bersanding di sampingnya.
Setelah berpamitan pada mereka satu-satu, aku pun meninggalkan rumah Alex. Sebenarnya alasan yang kupakai untuk menolak makan bersama keluarga Alex tadi, hanyalah kebohongan belaka. Aku takut jika aku berlama-lama di sana, maka aku akan mulai ketakutan dan menarik kembali keputusanku. Dari pertama saja aku sudah merasa badanku gemetaran semua saking takutnya.
Aku tau aku sedang mempertaruhkan masa depanku. sendiri. Aku berharap Erna mau mengakui semua sehingga aku dan Alex tidak perlu menikah. Tapi jika tidak, aku harus siap menikahi Alex dan jadi tameng supaya Erna tidak menyakitinya lebih lagi. Entah apakah keputusan yang aku ambil ini benar atau tidak. Yang aku tau pasti, jika Alex terluka seperti dulu lagi, aku pun akan ikut-ikutan terluka.
***
Author’s note:
Gimana readers… suka nggak akan cerita ini? Pendapat kalian gimana? Kalau saja kalian yang dihadapkan pada pilihan seperti yang dihadapi Anna? Apa kalian akan melakukan hal yang sama?
Tulis di kolom komentar ya… jangan lupa vote ya... Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERNIKAHAN PARO WAKTU
RomancePengalaman cinta terpahit adalah jatuh cinta pada seseorang yang menyimpan cinta untuk orang lain di hatinya. Anna Karenina mencoba peruntungannya dengan menikahi Alex Tjandra, walaupun dia tahu secuil pun tak pernah ada perasaan di hati sahabatnya...