11. MENIKAH ATAU KELUAR DARI RUMAH

51.7K 1.2K 70
                                    


Hal yang paling kubenci di dunia ini adalah dikerjai. Hanya saja, aku tak percaya kalau Alex dan sekeluarganya beserta saudara-saudaranya bisa bersepakat menjahiliku seperti ini. Orang berpikiran sehat manapun, pasti tahu 'gadis Doraemon' yang sedang mereka bicarakan itu adalah hasil dari karangan mereka saja. Terlebih lagi waktu mereka menambahkan satu bualan lagi, yang menyatakan kalau akulah gadis Doraemon yang mereka maksud, detik itulah aku seketika merasa pasti ada udang di balik batu. Aku yakin sekali mereka sedang bersepakat untuk menjahiliku dan menghibur diri mereka dengan membuatku panik dan tegang saat mendengar kebohongan dari mulut mereka.

"Ayolah lex... ini nggak lucu. Masak di saat begini, kalian masih sempat-sempatnya ngerjain aku. Balik lagi dong ke pembahasan awal. Jadi siapa perempuan yang tante dan om rencanakan untuk dinikahkan sama Alex?" tanyaku penasaran. Aku berharap mereka berhenti mengatakan yang tidak-tidak dan langsung aja pada pokok pembicaraan. Memang sih aku bukanlah bagian dari keluarga. Tidak seharusnya, aku ikut campur dan mempertanyakan itu. Tapi masalahmya, mereka sudah keluar jalur dan malah mengikutkanku dalam lelucon ini.

"Lihatlah sekelilingmu. Adakah ekspresi kami sekarang menyiratkan kalau kami bercanda?" Aku melihat ke sekelilingku sesuai apa yang disuruh Alex. Semua wajah yang menatapku balik memang tak terlihat tertawa sedikitpun. Mereka justru ikut mengangguk mengiyakan. "An... cewek Doraemon yang dibilang orang tuaku tadi benar adalah kamu. Aku yang memberikanmu julukan itu!"

"Aku nggak pernah dengar julukan itu dari siapapun. Lagipula sejak kapan aku berubah dari 'perpustakaan berjalan' ke julukan 'cewek Doraemon'?" Tak pernah aku sebingung ini sebelumnya.

Alex tampak kesal karena harus menjelaskan lagi pada Anna. Mamanya lah yang akhirnya mengambil alih dan mulai menjelaskan satu persatu agar Anna mengerti. "Sejak beberapa bulan setelah berteman denganmu, Alex terus nggak berhenti menceritakanmu pada om dan tante. Katanya kamu punya kebiasaan menyimpan banyak benda di kantongmu dan membagi-bagikannya atau meminjamkannya pada orang di sekitarmu. Persis seperti Doraemon! Dari sejak itulah kalau bercerita tentangmu, dia tak menggunakan nama Anna lagi, melainkan Doraemon. Semua di keluarga juga tahu kok soal ini. Bahkan saking sering diceritain Alex, kami jadi lebih merasa nyaman memanggilmu dengan sebutan Doraemon daripada Anna!" Di kata-kata terakhir, banyak yang geli saat mendengarnya dan mereka pun tertawa. Hanya saat melihat sorot mataku yang mematikanlah, mereka langsung tau diri dan menghentikan tawa.

"Oke... taruhlah apa yang kalian bilang barusan benar adanya. Walaupun aku tidak bisa percaya seratus persen, tapi okelah... daripada membahas itu terus nanti. Tapi... apa hubungannya julukanku itu tadi dan keputusan kalian untuk menikahkanku dengan Alex? Menurutku ini aneh sekali. Kita pacaran enggak... saling suka juga tidak... orang tuaku juga bukannya ada hutang budi sama keluarga ini, seperti di cerita-cerita roman picisan biasanya. Lalu kenapa... jadi aku yang dijadikan kandidat dalam perjodohan ini?"

Aku sudah tak peduli lagi tentang apakah perkataanku barusan ini masih termasuk sopan atau tidak. Aku hanya ingin tahu bagaimana bisa dalam waktu sekejab saja namaku bisa ada dalam daftar calon istri Alex.

"Kami bukannya secara asal-asalan memutuskan ini. Om juga ikut mencari dari anak-anak kenalan om yang lain, siapa tahu ada anak gadis yang cocok dan bisa mengerti sikap keras kepala Alex ini. Tapi bertahun-tahun sudah om mencari, tidak satupun yang cocok. Kalau nggak manja atau terlalu kekanak-kanakan, pasti yang terlalu serius dan sama keras kepalanya dengan Alex. Kalau sikap-sikap yang kayak gitu, nggak cocok sama sekali dengan Alex. Bisa-bisa baru sebulan aja menikah, mereka langsung memutuskan untuk bercerai."

Belum lagi om selesai menjelaskan, mama Alex langsung bersemangat menimpali,"Saat itulah, kami melihatmu yang begitu perhatian pada Alex. Kamu juga bisa bertahan menghadapi sikap buruk Alex kalau dia sedang kumat dan marah-marah terus. Tapi jangan salah... kami nggak langsung memilihmu saat itu juga. Kami mengamatimu terus sejak hari itu. Masalahnya setiap kali kami mengamatimu, kamu justru semakin cocok dengan kriteria kami. Tak ada cewek manapun yang bisa cocok untuk bersanding dengan Alex, selain kamu."

Hatiku berdetak kencang mendengar itu. Bayangkan saja... orang tua dari cowok yang kusukai tiba-tiba saja berkata bahwa aku adalah cewek yang tepat untuk menjadi istri anaknya. Cewek mana yang tidak bahagia dan berbunga-bunga mendengar itu???

Tapi ekspresi masam Alex langsung menyadarkanku dari kebahagiaanku yang bersifat sementara itu. Percuma saja kalau orang tuanya memilihku, sedangkan Alex sendiri tak suka dengan keputusan itu. Tidak hanya tak suka, sahabatku terlihat benar-benar benci dengan ide itu.

Aku menggelengkan kepalaku dan menghilangkan impian yang sempat bersarang di kepalaku. Aku sadar diliat dari segi manapun, aku memang nggak layak bersanding dengan Alex. Lebih baik aku tolak saja dulu tawaran itu, sebelum nantinya menyesal.

"Gini tan, aku tersanjung banget om dan tante bisa memikirkan aku setinggi itu. Tapi kalian salah besar. Aku tidaklah sesabar itu. Sifatku pun tidak sedewasa yang kalian kira. Beberapa kali malah, aku ingin menyerah dan meninggalkan Alex. Dan yang paling penting adalah... saya tak ada perasaan apapun pada Alex, selain perasaan sebagai sahabat. Saya yakin, kalaupun saya setuju dan pernikahan ini dipaksakan, ujung-ujungnya juga akan berakhir dengan cara yang sama dengan cewek-cewek kandidat yang om persiapkan dulu buat Alex. Sama aja om hasilnya nanti menurut saja. Menurut saya pernikahan yang dimulai tanpa cinta tidak pernah akan bertahan lama."

Aku menggigit bibirku setelah mengatakan itu. Separuh dari perkataanku itu sebenarnya lahir dari kebohonganku. Yang benar sebenarnya adalah aku memang mencintai anak mereka dan kalau saja aku bisa, aku pasti menerima perjodohan ini dengan senang hati. Seberat apapun pernikahan itu nantinya, sebenarnya aku tak keberatan untuk bertahan.

Hanya saja, buat apa dia bahagia, kalau Alex jadi tersiksa karenanya. Bukankah di atas segalanya, kebahagiaan pria itulah yang terpenting bagiku. Melihatnya sengsara, akan lebih membuatku tersiksa nantinya.

"Nah... ini baru aku setuju. Memang hanya Anna satu-satunya yang mengerti aku. Tuh kan ma... Anna sudah menolak. Trus gimana... kalian bakalan menyerah kan?!" seru Alex dengan suara yang sarat dengan kelegaan.

Mama dan papa Alex tampak berpandangan dengan raut wajah kecewa. Papa Alex yang akhirnya menjawab pertanyaan Alex. "Ya... kalau memang begitu keputusan Anna, kita juga nggak bisa memaksa. Terpaksa... perjodohan kalian kita batalkan."

Suara tawa Alex langsung membahana ke seluruh ruangan. Kelegaan dan kegirangan pria itu saat perjodohan kami akhirnya batal, tak ayal membuat hatiku sakit. Benar dugaanku sebelumnya. Sampai kapanpun, Alex takkan mau berpasangan denganku. Hati pria itu sudah berada di tempat lain.

"Ya ampun... sudah kuduga bakalan begini jadinya. Dari awal memang rencana perjodohan ini terdengar konyol. Trus gimana ini... aku bisa dong nikahi wanita manapun yang kupilih, termasuk Erna?! Lagian, wanita yang lain juga nggak mau menikah denganku. Mau nggak mau Erna adalah kandidat yang paling pas untuk menjadi istriku."

Papa Alex anehnya mengangguk setuju. Semua orang yang menyaksikan itu merasa kecewa dan mulai satu persatu mengatakan protes mereka. Sejak awal mereka memang sepakat bahwa mereka tak menyukai Erna. Jadi saat mendengar bahwa papa Alex akhirnya memperbolehkan anaknya menikahi Erna, mereka pun merasa sangat tak setuju.

"Tunggu dulu... aku belum selesai. Kau boleh menikahi Erna, tapi... sebelum itu kau harus meninggalkan semua harta dan fasilitas yang papa berikan, termasuk jabatanmu di restoran kita. Tinggalkan semua itu dan kau bisa menikahi wanita pilihanmu itu."

Mulut Alex ternganga saking terkejutnya. Tadinya dia mengira masalahnya sudah beres. Tapi kenapa papanya tetap saja tak mau memberikannya kelonggaran. "Itu sama aja kita kembali lagi ke pembahasan awal, pa! Papa tau sendiri betapa aku berjuang keras membangun restoran itu dan akhirnya mencintainya. Aku menganggap tempat itu sudah seperti anakku sendiri, yang aku besarkan dari nol. Orang-orang di sana itu juga sudah sama seperti keluargaku sendiri. Mana mungkin aku begitu saja meninggalkan mereka!"

"Itu urusanmu. Toh papa mama sudah mengalah dan memperbolehkanmu menikahi Erna. Lagipula, mana mungkin kami sudi wanita itu menguasai semua harta dan usaha keluarga. Jadi terserah kamu. Kalau kamu maaih bersikeras menikahi Erna, ya jangan harap kau bisa memakai harta dan fasilitas yang kami miliki. Mulai aja dari bawah. Ajak aja pacarmu itu hidup susah dulu. Kita lihat bisa bertahan bertahan berapa lama dia." Setelah mengatakan itu, papa Alex langsung meninggalkan tempat duduknya dan pergi ke kamarnya. Semua saudara yang berkumpul di situ pun satu persatu meninggalkan tempat dan mengobrol di ruang lain. Hanya Aku, Alex dan mama Alex saja yang tertinggal di sana.

***





PERNIKAHAN PARO WAKTU  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang