XV. Pencekat Napas

202 15 4
                                    

[Emi's P.O.V]

Di mana aku? Kenapa aku ada di sini?

Kenapa ruangan ini begitu asing sekaligus familiar?

Kenapa yang aku ingat hanya namaku?

Aku sangat tersiksa. Terbangun dengan rasa nyeri yang hebat di kepala, ditambah aku yang tak ingat apapun selain nama kecilku.

Emi.

Di mana nama lainnya? Mengapa nama itu terasa begitu ganjil?

Aku mengerjap untuk menyesuaikan diri dengan sekitarku. Aku terbaring di kasur yang terbungkus kain biru kehijauan. Tirai-tirai putih menjadi batas yang melingkari ruanganku. Hanya ada lemari kecil setinggi besi tempat tidur, segelas air putih dan berbungkus-bungkus obat tergeletak manis di atasnya.

Setelah kesaranku kembali sepenuhnya, pandanganku mengarah pada seorang wanita berseragam serba putih yang sedang duduk di dekat tempat tidur yang kutempati.

"Nona Emilia Reinardine, bagaimana perasaanmu?" tanya seorang suster dengan suara lembut.

Oh, Emilia Reinardine? Nama yang indah.

"A-anu, iya, sudah lebih baik."

"Melupakan sesuatu?"

Aku mengangguk.

Ya, bahkan semua.

"Seberapa banyak?"

Aku menghela napas lalu menatap selang kecil yang melekat pada punggung tangan kiriku.

"Semua. Yang kuingat hanya nama kecilku dan wajahku.

Suster itu mengangguk sembari menggerakkan pulpen hitam yang ia genggam dengan jari, menulis sesuatu.

"Maklum, kau habis melewati operasi yang beresiko. Untunglah kamu selamat. Namun, efeknya adalah kamu melupakan hampir semua hal tentang dirimu dan orang-orang di sekitarmu. Ini biasa disebut amnesia." jelas suster itu dengan ramah.

"Apakah ingatanku akan kembali?"

Suster itu mengangguk lalu membalas pertanyaanku, "Bisa, namun melewati proses yang tidak sebentar."

Aku mengangguk pelan lalu menunduk.

Seberapa lama?

"Baiklah, pengecekan sudah selesai. Sekarang aku harus pergi karena ada yang tak sabar ingin bertemu denganmu. Selamat pagi."

Suster itu mengundurkan diri lalu segera berlalu menuju tugas lainnya.

"Reina..."

Aku mengenal suara itu.

"Reina, apa kau sudah bangun?"

Tirai itu tersingkap sedikit, bersamaan dengan seorang pria paruh baya yang masuk ke dalam ruanganku sambil mencengkeram topi hitamnya.

Siapa dia? Kenapa memanggilku dengan nama Reina? Apa dia salah orang?

"Ah, maaf mungkin Anda salah rua--"

"Tidak," potongnya. "Saya tidak salah ruangan. Kamu adalah Reina. Emilia Reinardine." ucap pria itu sambil tersenyum ramah.

Wajahnya sangat kukenal, tapi siapa ini?

Aku memusatkan pandangan pada wajahnya. Cukup lama aku menatapnya hingga akhirnya aku tersadar, lalu tertunduk malu.

Ia terkekeh pelan sambil berjalan ke arahku.

"Tak apa. Pandangilah aku sampai kamu teringat sesuatu."

Aku memberanikan diri untuk melihatnya lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[hiatus] KONEITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang