Chapter Ten

12.6K 1.1K 59
                                    

@YJskpresent.

Sherry Kim

. * .

Jung Yunho mendengarkan dengan tenang setiap kata yang ibunya ucapkan dengan nada menegur dan merintah. Wanita itu menerobos masuk ke dalam kamarnya pagi pagi sekali hanya untuk bertemu dan berceramah panjang tanpa ujung.

"Apa yang membuatmu sibuk akhir akhir ini, Yunho? Sampai kau lupa menemui tunanganmu."

"Kantor. Dan aku belum memiliki tunangan" jawab Yunho santai. Pria itu berusaha mengabaikan ibunya meski tidak mudah ketika wanita itu mengekor di belakang kemanapun ia berjalan di kamarnya yang luas itu.

"Hari ini Ahra ulang tahun, apa kau ingat?"

"Tahu saja tidak!"

"Sebagai kekasih seharusnya kau tahu segalanya tentang dia. Astaga, tidak heran jika tidak ada wanita manapun yang mendekatimu."

Mengikat dasi di leher dengan cekatan Yunho menjawab sambil lalu. "Aku yang tidak berminat, dan aku bukan kekasih Ahra."

"Tentu saja kau kekasihnya."

"Menurut Umma, ya." Yunho yakin mendengar ibunya menggumamkan sesuatu, tapi ia tidak yakin apa yang ibunya itu katakan. "Umma yang menginginkan pertunangan ini, jika Umma ingin memberi hadiah dan sebagainya silahkan Umma berikan sendiri kepada Ahra, jangan sangkut pautkan aku dengan masalah ini." Jas telah terpakai rapi, ia mengambil tas kantor dari atas meja nakas dan bersiap untuk keluar saat ibunya itu mengatakan sesuatu tentang 'aku ingin mati'. Ya Tuhan.

"Dasar kau anak nakal, tidak bisakah kau membahagiaan ibumu dengan permintaan kecil ini." Bahkan ibunya itu berpura pura menangis. Yunho merasa kepalanya mulai pening jika terus di bebani masalah ini.

Selama ini ia berusaha mengabaikan dan bersikap dingin kepada semua orang, itu melelahkan. Karena ia hanya menggunakan sikap dingin itu sebagai pembalasan dendam kepada orang tuanya yang mengabaikan dirinya di waktu muda. Ia telah tumbuh dewasa dan ia benci jika masih harus bersikap manis demi mendapat perhatian mereka yang tidak pernah ia dapatkan dulu.

Sekarang, mereka merasa berhak menentukan masa depannya Yunho sendiri setelah apa yang kedua orang tuanya lakukan di masa lalu.

Baiklah, ia memang anak yang susah di atur, dingin dan bertempramental buruk terhadap anggota keluarganya sendiri, tapi bukan berarti ia tidak punya hati dan membiarkan ibunya itu menangis histeris. "Baiklah," ia menyerah. "Aku akan menemuinya untuk mengucapkan 'selamat ulang tahun' seperti yang Umma minta." lalu mengakhiri semuanya dengan wanita itu.

Tangisan Mrs. Jung semakin keras, Yunho tahu itu hanya pura pura namun tetap saja. "Ok, makan malam." Saat ibunya ingin memprotes ia menambahkan. "Hanya itu Umma, atau lupakan jika aku ingin menemuinya." Ajaibnya, tangisan ibunya mereda dan di gantikan seyum secerah mentari pagi di bibir merahnya.

Yunho menggeram sebelum berbalik, samar samar ia mendengar teriakan ibunya dari dalam kamar. "Ingat untuk memberi tahu Ahra lebih awal untuk makan malam jam delapan nanti Yunho."

Baiklah! Yunho harus menggunakan kesempatan ini untuk bicara terus terang kepada Ahra. Sekali dan selamanya, ia ingin ini selesai secepatnya sebelum kekasih manisnya mendengar pertunangan ini dari mulut orang lain.

Bibir hati Yunho melengkung ke atas hanya dengan mengingat Jaejoong. Ia tidak sabar untuk menunggu hari cepat siang dan mendapat bekal yang sudah di janjikan Jaejoong akan di antar ke kantornya siang ini.

* * *

"Apa yang mereka rencanakan?"

Telinga Jaejoong bergerak tak kasat mata saat mencoba mencuri dengar. Segerombolan teman temannya sedang berkumpul membentuk kelompok di bangku depan, tidak jauh dari bangku kursinya. Namun tidak cukup bagi Jaejoong untuk mampu mendengarkan bisikan apa pun yang sedang mereka diskusikan.

Catch MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang