1. Crazy

6.5K 93 8
                                    

(Main pov, Lily)*

"Lilly? Are you okay?" tanya Jeremy di ruang kesehatan. Cowok itu nampak begitu khawatir. Ah aku jadi tidak enak.

"Hmm iya, i'm okay Jeremy. Lo pergi aja ya, Gue gak enak? Thanks udah obatin gue," ucapku berterima kasih. Aku membalas senyuman Jeremy, lalu cowok itu melangkah keluar ruang kesehatan

Aku tidak ingat apa-apa, kepalaku masih sakit. Yang aku tahu, aku didorong dari belakang dan, yap ... Aku pingsan. Jeremy bilang, kepalaku terbentur batu serta aspal, kaki ku terkilir ringan. Huh, siapa yang melakukannya?

Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat kearahku. Langkah kaki pria.

"Luke? What are you doing? " tanyaku kaget karena saudaraku datang kemari dengan muka panik dan terburu-buru.

"Lo pake tanya, gue kesini mau jemput lo, kata Bry, lo jatuh. Dia SMS gue tadi,"  kata luke. Aku tertawa kecil. "Ayo Li, kita pulang" lanjutnya sembari membantuku turun dari kasur ruang kesehatan.

"Awh, pelan2 Luke, ini sangat sakit," kataku setengah meringis.

Akhirnya kami berhasil masuk ke mobil. Luke sudah meminta izin Mr. Paul, guru olahraga sekaligus guru kelas ku agar aku bisa pulang. 

***

Kami, akhirnya sampai dirumah. Mama? Mama sibuk sama kerjaannya, sama kayak papa. Mereka bisa-bisa pulang malam sekitar jam 12 atau bahkan jam 1. Jarak kantor mereka dari rumah juga lumayan jauh.

Dengan hati-hati, Luke membantuku berjalan ke kamar. Dia juga menyiapkan semuanya mulai dari makanan, baju, selimut dan sebagainya. 

"Li, ganti baju dulu. Gua gantiin ya?" Kata Luke. Damn, masa iya dia yg gantiin baju?

"Luke! Jangan bercanda! Udah ih, Luke gue bisa sendiri kokk. Makasih ya," kataku sopan. Dia keluar kamarku, aku segera mengunci pintu dari dalam dan bersusah payah ganti baju dengan kaki yang sakit.

***

"Lily! Turun sini, gue udah masakin buat lo nih!" teriak Luke sambil mengetok pintu kamarku. Aku segera membukanya dan makan bersamanya.

Lihat, Luke membuat semua makanan kesukaanku. Ada grilled salmon with lemon, fettuccine carbonara, sampai nasi goreng, makanan kesukaannya. Hm, yummy! Masakannya adalah favoritku.

Setelah makan, dia langsung pergi kekamarnya tanpa berbicara apapun. Entah, kenapa dia terburu-buru seperti itu. Mungkin, dia ingin menghubungi pacarnya. Namun sebelumnya dia mengantar ku kekamar terlebih dahulu.

Bahkan disaat ia terburu-buru pun, ia masih peduli denganku,
Adik yang baik, bukan?

***

Luke's pov

"Aku lagi makan, sayang"

Demi apapun, aku bersumpah serapah didalam hati, mencoba mengendalikan emosiku karena sudah beberapa minggu terakhir, Arzay menjadi egois. Pacaran settingan sih, tau. Tapi rasanya dia egois, kekanak-kanakan.

Bodo amat.

"Aku udah telefonin kamu dari tadi siang, kamu ilang-ilangan terus, sih!" Arzay berseru dengan nada sok imutnya.

Cih.

"Apaan sih? Kan tadi aku udah SMS kamu kalo Lily jatoh dari sekolahnya. Gak ada yang bisa jemput dia selain aku," ucapku kesal dengan nada yang dibuat-buat. Kalau aku ribut, Lily bisa kaget atau mungkin, istirahatnya bisa terganggu. 

"Yasudahlah, Ar gak mau berantem sama Luke," Arzay menelan ludahnya. "Aku mau ada photoshoot, jadi aku kemungkinan gak hubungin kamu dari sore sampai besok. Full banget soalnya. Maaf ya, bye!"

Arzay memutuskan koneksi teleponnya. Aku menghela napas lega. Bahkan aku ingin dia tidak usah aktif saja. 

***

Author's pov

Lily bersusah payah agar bisa ke kamar mandi sendiri. Meskipun jaraknya tidak sampai lima belas langkah, baginya cukup berat dengan kondisi seperti ini. Akhirnya, setelah 5 menit sibuk dikamar mandi, cewek berumur 17 tahun itu keluar. 

"Bisa kan?" 

Cewek itu menoleh ke asal suara, Luke. Adiknya ternyata sengaja iseng mengintipinya. Lily berdecak kesal sebelum berkata-kata.

"Kalau liat, harusnya bantuin."

"Yaudah, ulang lagi. Jadi bisa gue bantuin."

Cowok itu nyengir. Lily cemberut, merasa kalah. Tapi pada akhirnya juga Lily digendong Luke sampai ke kamarnya. Saat cowok itu ingin melangkah pergi, Lily menghalangnya (dengan kata-kata pastinya) karena alasannya, cewek itu takut sendiri. 

"Luke, netflix?" tawar Lily. "Tolong nyalain," pintanya. 

Luke mengangguk sambil terkekeh. "Dasar manja. Mau nonton apa?"

Lily berfikir sejenak. "Mascots!" ia berseru layaknya anak kecil. 

"Oke, oke."

Akhirnya mereka menonton berdua. Ditengah, atau bahkan di bagian 1/3 film, Lily merasa dingin. Jelas saja, AC-nya bersuhu 18 derajat sementara dirinya hanya menggunakan crop-tee tipis. 

Luke yang sadar dengan fakta bahwa kakaknya kedinginan langsung sigap mengambilkan selimut di atas sofa. Selimutnya baru saja di cuci. 

"Nih," Luke memberikan selimut tebal itu kepada Lily. "Kalau kedinginan bilang dong, gue kan bukan barcode scanner," Luke meledek.

"I-iya, hehehe."

"Bagi selimutnya juga dong!Sekalian cuddling, ya, please?"

"Hihihi, iya-iya. Sini masuk!" ucap Lily sambil tertawa. 

Luke masuk ke dalam selimut. Cowok 17 tahun itu bisa merasakan panas tubuh kakaknya. Bahkan deruan nafas kakaknya pun, masih bisa ia rasakan.

Tiba-tiba, kepala kakaknya miring ke kiri. Persis nyender kearah punggung Luke. Namun Lily masih serius dengan film tersebut. Bahkan sesekali ia tertawa. Luke tersenyum lalu mengusap lembut kepala Lily. 

Mereka terlalu dekat.

***

*Main pov : pov utama, jadi kalo gaada keterangan pov, berarti yang jadi aku itu Lily.
*Lily umur 17 tahun, tapi tahun ini 18. Luke umur 17 tahun karena tahun ini dia udah ulang tahun. Dicerita ini udah bulan August okayy.
*i'm so sorry for u guys who ships larzaylea. walaupun udah putus lMAO THIS IS 2017. tapi ya maaf aja ok.
*vote and comment ya ! xoxo <3

Sexy. | l.h [edited]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang