16. Luke's Brave Confessions

1.4K 21 2
                                    

Luke mengacak-acak rambutnya frustasi. Di depannya, cewek mungil berumur 19 tahun sedang tertidur pulas tanpa busana. Luke melihat ke arah jam di dinding. Jam 9 pagi. 

Ia meninggalkan Lily yang sedang menangis di rumahnya. Luke tahu, dan ingin memeluk Lily. Namun tidak bisa. Ia bahkan bermalam di rumah Chloe. Dan Luke keterusan. Ia mengira Chloe adalah Lily. Luke mencumbu Chloe habis-habisan, membuat cewek itu menjerit, mengerang, dan mendesah. 

Tapi apa? Luke tidak mendapat apa-apa. Malah tambah menghancurkan perasaan kakaknya yang ia cintai dan mencintainya. 

Namun Chloe? Chloe menikmatinya. Ia bilang itu adalah pertama kali baginya. Chloe tersenyum kepada Luke. Luke mentap mata hijau Chloe yang teduh. Cewek ini tulus, tapi Luke tidak. 

Luke merasa sangat berdosa. Akhirnya cowok itu pergi meninggalkan rumah Chloe serta Chloe yang masih tertidur pulas. 

"I'm home," gumam Luke. Ia menutup pintu rumahnya dengan sangat hati-hati. Bukan karena takut ketahuan, melainkan takut membangunkan siapapun yang masih tidur di rumahnya. 

"Kemana aja?" Lily yang muncul tiba-tiba langsung bertanya. 

Luke menatapnya dengan tenang. Namun Lily membuang muka, mengalihkan pandangan. "Dari ... rumah Michael."

Lily tidak menjawab. Melainkan pergi menuju dapur. Tanpa Lily sadari juga, adiknya mengikuti dari belakang. 

Luke memeluk Lily dari belakang. Mengecup pundak Lily. Lily hanya diam; ia rindu sentuhan adiknya. Tapi otaknya memerintahkan agar ia berontak. 

Jadilah ia berontak. Ia berbalik ke belakang, matanya menatap Luke dengan tatapan marah. Matanya bengkak karena menangis semalaman. Luke dan Chloe bersenang-senang, dan Lily juga tahu kalau Luke dan Chloe tidur bersama tadi malam. Kemana lagi Luke kalau bukan pergi bersama Chloe? 

Karena ketika Lily bertanya kepada Michael, Ashton dan Calum, mereka kompak menjawab, "kami gak tahu Luke dimana. Luke gak ada di base camp."

"Mata lo bengkak, merah lagi." Luke berucap dengan nada datar. Situasi yang aneh, Luke sangat merasa canggung dengan Lily. 

"Iya. Efek begadang," jawab Lily. Ia berdusta, sudah jelas. 

"Lil," panggil Luke sambil mengusap puncak kepala Kakaknya. "Sorry."

"Sorry for? Lo gak melakukan suatu kesalahan." Lily terkekeh kecil. Namun Luke tau itu hanya pura-pura. 

Lily terluka. Sudah bagus kalau dia tidak sampai minum tanpa sepengetahuan Luke. 

"Maaf karena gue nyakitin hati lo. Gue bener-bener... lupa, keterusan." Luke menggigit bibirnya. Bahkan lip ring-nya sampai bergetar.

"Tapi bener kan?" Lily tersenyum. "Gue tau, dan gue gak apa-apa. Kan emang seharusnya kita gak berhubungan sampai sejauh ini," lanjut Lily dengan nada datar. Ia ingin menangis namun air matanya sudah habis. 

"Tapi Lil..."

"Udahlah Luke, lo seneng kan sama Chloe? She's my fucking best friend so .. lo gak boleh mainin dia." Lily menepis tangan Luke yang sempat memegang pipinya dengan lembut. "Kita udah terlalu jauh, Luke. Gue gak mau kita keluar batas."

"But i love you."

Lily terdiam. "Me too, tapi kita saudara. Percuma." Lily tertawa. "Gak usah bohong ke gue . Lo bahkan ngebuat gue tambah sakit. Kalau lo sayang, kenapa lo sama dia .." Nada bicara Lily meninggi. Wajahnya sedih, namun tidak menjelaskan hatinya. "Kenapa lo sama dia--"

"Gue keterusan, Lily! Gue menganggap Chloe itu lo! Gue baru sadar setelah selesai! Udah bagus gue gak salah nyebut nama waktu itu!" potong Luke cepat. 

Lily terdiam. Kaget. 

"Tapi Luke--"

"Lo gak tahu betapa pengennya gue meluk lo, gue denger lo nangis kemarin. Tapi gue gak bisa. Because i know that you'll be mad at me. Tapi gue pengen masuk, pengen cium lo, pengen peluk lo, even say that i love you, tapi gue gak bisa! Seenggaknya, gue tahu rasanya pas sahabat lo jadi pacar orang yang lo suka!" potong Luke. "Gue sayang banget sama Lo. Kita sama, kita saling sayang. Tapi gue gak mau makin sayang. Gue berusaha mendem ini karena gue sadar, kita ini salah."

Lily hanya diam, seolah membeku di tempatnya. 

"Gue merasa berdosa, Ly, setiap kali gue nyentuh lo. Sedangkan gue gak bisa jauh-jauh dari lo. Jadi gue pake Chloe cuma buat pelampiasan gue aja. Bahkan tadi malampun juga begitu, silahkan cap gue brengsek, Lily. Tampar gue, hukum gue, gue bakalan terima. Gue gak mau lo sakit hati lagi karena gue atau Chloe." 

"Untuk apa gue tampar lo? Semuanya udah terjadi. Selain nonton gue bisa apa? Lagian narasinya udah gak bisa dipilih lagi." Lily tertawa dengan seribu satu paksaan.

"Lily--" Luke mengelus rambut Lily. 

"Seharusnya gue sadar dari dulu, kalo lo itu emang gak akan pernah bisa jadi milik gue. Seharusnya gue tau, ending-nya bakal gak enak. Karena--" Lily malah menangis sebelum menyelesaikan kalimat yang menurutnya amat menyakitkan hati. 

"Kita ini saudara. Gak bisa satu," lanjutnya sambil menggelengkan kepala. Ia menepis tangan Luke, lalu berlari ke arah kamarnya. 

Ditinggalkannya Luke, dengan perasaan bercampur aduk. Luke tersenyum pahit. Ia mengerti perasaan Lily yang sesungguhnya sekarang. 

"Dan gak akan pernah bisa, Ly. But we love each other so much. What should we do then?" ucapnya putus asa. 


***


Keep voting and commenting! And please check my new teen fiction too! The title is 'Hi, Brian.'

By the way, thank you so much for 5.7k readers. Why so fast? u guys made my day! 

Thank you! T h a n k   y o u   s o   m u c h ! <3




Sexy. | l.h [edited]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang