Hari ini hari Jumat, dan hari yang paling ditunggu-tunggu Hyera. Pagi-pagi sekali ia sudah memakai baju yang rapi.
To : Jimin
Jimin, hari ini aku akan bebas. Aku memberitahumu karena kau sudah mendengarkan ceritaku.
Doakan semoga sidang berjalan lancar ya, terima kasih.Memantapkan hatinya, ia berjalan keluar. Di ruang tamu yang serba putih, tidak berkesan kekeluargaan sama sekali, Ibu dan Ayahnya duduk berjauhan. Dengan gugup ia mengambil tempat duduk di sebelah ibunya.
"Kau senang kan bisa berpisah dariku? Dasar tidak tahu terima kasih!"
Hyera dan Ibunya berpegangan tangan dengan erat, ayahnya sungguh keterlaluan. Setelah menunggu beberapa menit, ibunya bangkit dan mengajak Hyera. "Ayo, Hyera. Dan kau, aku akan pergi lebih dahulu. Aku ingin masalah ini cepat selesai jadi datanglah!"
Dengan begitu, Ibunya dan Hyera segera berangkat menggunakan taksi yang ibunya tadi pesan.
From : Jimin
Tentu saja, Hyera.
Aku selalu berdoa untukmu!
Jangan lupa telepon aku kalau sidangnya sudah selesai, aku ingin jadi yang pertama mendengar hasilnya.
Dan catatan hari ini akan ku berikan padamu nanti sore.
Hyera, fighting!Ibunya tersenyum melihat Hyera yang sudah berubah menjadi lebih ceria. Selama ini, ia sedih sekali Hyera selalu murung dan tidak punya teman.
"Jimin ya?"
"Aish, Ibuuu."
Ibunya mengusap kepala Hyera dengan pelan. "Berbahagialah, Hyera. Semoga hari ini kita bisa benar-benar bebas dan memulai hidup baru,"
Hyera mengangguk dan berdoa.
-
Hyera menatap ibunya dengan bahagia, akhirnya ayahnya tidak bisa mencampuri dan bahkan tinggal dengannya lagi.Gadis itu sampai meneteskan air mata bahagia. Bahkan setelah sampai rumah, ibunya sudah mulai memasak untuk makan malam.
"Hyera, undanglah Jimin ke rumah!"
"Tapi ibu,"
Ibunya menatap Hyera dengan tidak setuju, tidak menerima penolakan. Dan gadis berambut sepunggung itu baru teringat untuk mengabari Jimin, baru memikirkannya saja Hyera sudah tersenyum sendiri.
Ia segera berlari ke kamar dan mengambil ponselnya, men-dial nomor Jimin.
"Halo Hyeraaa!" Jimin semangat sekali diujung sana. Hyera terkekeh mendengar suara Jimin yang menyapanya dengan nada tinggi.
"Jiminnn." Hyera memanggilnya dengan nada tinggi seperti Jimin.
"Ah, Hyera! Jangan berbicara seperti itu lagi, oke? My heart is, my heart is oh my god!"
"Aku hanya ingin memberitahu, ibuku mengundangmu makan malam, tanpa aku beritahu kau sudah pasti tahu bagaimana hasilnya,"
Jimin bertepuk tangan di seberang sana. "Baik, aku akan datang. Sekalian membawa catatan untukmu."
"Terima kasih, Jimin."
"Bukan masalah, lagian aku jadi termotivasi agar catatanku menjadi rapi."
"Bukan itu, tapi untuk... semuanya."
Gadis itu menghela napas.
"Sama-sama, Hyera."
-
Laki-laki itu mengetuk pintu rumah yang cukup besar itu beberapa kali, di tangan kirinya ada sebuah bunga dan catatan untuk si pemilik rumah."Jimin? Silakan masuk, Hyera masih berganti baju." Dengan sopan ia masuk dan memberikan Ibu Hyera bunga yang ia bawa.
Wanita itu tersenyum, "ini bukan untuk Hyera?"
"Untuk tante."
"Jimin, terima kasih."
Jimin mengangguk dan duduk di meja makan kecil ukuran empat orang. "Sama-sama tante, kebetulan saya lewat di toko bunga,"
"Bukan ini, tapi terima kasih sudah mau berteman dengan Hyera."
"Oh! Jimin?" Hyera keluar dari kamarnya dengan baju kaos biasa dan sweatpants, tapi tetap saja di mata Jimin, Hyera begitu cantik.
Gadis itu dengan senang duduk di hadapan Jimin. "Terima kasih sudah mau datang!"
Jimin tertawa, hari ini banyak sekali yang mengucapkan terima kasih padanya. "Sama-sama, dan ini catatannya. Sama-sama lagi, Hyera."
Ibu Hyera tersenyum dan duduk di samping Hyera. "Ayo dimakan, maaf cuma ini yang ada."
"Selamat makan!" Dengan lahap Jimin memakan apa yang ada di depannya, membuat Hyera dan ibunya tertawa.
Mereka berdua -setelah makan- duduk di belakang rumah Hyera, di sebuah bangku di antara hijau rumput halaman rumah gadis itu. Bintang hari ini sungguh terang. Keduanya diam, kali ini tidak terasa aneh, tapi ini keheningan yang nyaman.
"Jimin,"
Jimin menoleh. "Kalau kau mau berterima kasih padaku, aku sudah lelah mendengarnya."
Bibir Hyera mengerucut, membuat Jimin gemas dan mencubit kedua pipi gadis itu. Wajah Hyera menghangat, seiring gerakan tangan Jimin di pipinya.
"Tidak. Aku hanya mengatakan kalau aku mengantuk."
"Hhm."
Hening lagi.
Jimin mulai memantapkan hatinya, Hyera sudah tidak mempunyai beban, dan ia harus jujur.
"Hyera?"
"Hm?"
"Aku ingin berbicara sesuatu padamu,"
"Bicara saja," Hyera menguap dan memejamkan matanya, menengadahkan kepalanya.
Jimin menyentil pelan dahi Hyera, "jangan tertidur!"
"Iya, makanya cepat!"
"Sebenarnya," Jimin menghela napas, mengumpulkan keberaniannya. Entah Hyera akan marah atau tidak, itu urusan belakang. Yang sekarang, yang perlu Hyera tahu, adalah bahwa ia si pengirim. Dan semua itu berawal dari dare.
"Akulah si pengirim sticky notes di lokermu."
Pluk. Setelah Jimin berkata seperti itu, ia merasa bahunya berat. Dan napas Hyera sudah teratur, gadis ini benar-benar tertidur.
"Ya! Ck, kenapa kau manis sekali Hyera?" Jimin menyamankan posisi Hyera di bahunya, dan mengelus pelan rambut gadis itu.
Masih banyak waktu, benar kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
STICKY NOTES
FanfictionPark Jimin harus rela menjalani dare untuk tiga puluh hari ke depan; memberikan tiga puluh sticky notes berbeda di locker seorang nerd, Shin Hyera. [Completed] cover by sassgyrls.