Are you okay?
I'm worried.-j.m
Jimin pagi-pagi sekali sudah datang dan duduk di sebuah taman dekat rumah Hyera. Di sebelahnya terdapat sebuah tas yang lumayan besar, berisi sarapan serta makan siang yang ia sempatkan beli tadi.
Laki-laki itu sibuk memainkan ponselnya, menelpon Hyera. Setelah dua kali menelpon dan tidak di angkat, untuk yang ketiga kalinya, ia baru mendengar suara gadis itu.
"Hyera?"
Gadis di seberang sana menguap. "Hm, siapa ini?"
Jimin tertawa kecil, ia membayangkan wajah Hyera baru bangun pasti lucu sekali. "Jimin."
Hyera terkesiap, memperbaiki penampilannya padahal Jimin tidak bisa melihatnya, "ada apa, Jimin?"
"Kau baik-baik saja?"
Hyera mengangguk. Namun ia baru sadar kalau Jimin tidak bisa melihatnya, "uh, iya."
"Ngomong-ngomong, aku sudah duduk di taman dekat rumahmu."
"Apa?! Jimin ini masih jam enam pagi?"
Jimin tertawa, "cepatlah!"
Ia tidak mendengar apa-apa selain benda berjatuhan, "aw!" dan sepertinya gadis itu terbentur sesuatu, Jimin hanya tertawa dan memutus sambungan teleponnya.
Tidak sampai lima belas menit Hyera sudah terlihat sambil berlari dan menyisir rambutnya, terengah-engah dan duduk di samping Jimin.
"Kau tidak apa-apa? Pelan-pelan saja, aku tidak akan pergi."
Hyera memerah, mendengar Jimin mengatakan aku tidak akan pergi, memberikan kesan ambigu. "Aku hanya tidak suka membiarkan orang menunggu lama."
Jimin menyodorkan sesuatu, sarapan. "Makanlah!"
Hyera tersenyum dan mulai mengambil makanan dari tangan Jimin dan menikmatinya. Di sekitar perumahan Hyera masih sangat sepi, jadi hanya ada mereka berdua, membuat suasana menjadi awkward.
Jimin menoleh, Hyera tidak menggunakan lensa kontak hari ini. "Kenapa tidak menggunakan contact lens?" Dengan sebelah tangannya, ia membuka botol air mineral dan meneguknya sedikit, menaruhnya di antara mereka berdua.
Hyera menoleh, "huh?"
Jimin hanya menunjuk kaca mata Hyera dengan dagunya, sambil menikmati sarapannya. "Ah, aku cepat-cepat dan nanti akan aku pasang di sekolah saja."
"Kau cantik tanpa kaca mata."
Hyera tersedak. Dengan cepat ia mengambil air yang sudah terbuka dan meneguknya hingga setengahnya. "Apa?"
"Uh, tidak apa-apa."
Mereka berdua terdiam lagi. Tidak ada yang memulai perkacapan. Jimin mengutuk dirinya sendiri yang seenaknya saja mengatakan hal ceroboh. Tapi ada satu hal yang membuatnya penasaran, hal kemarin.
"Hyera?"
"Ya?"
"Soal kemarin, kalau kau merasa kau tahu, ingin bercerita? Aku siap mendengarkanmu."
Hyera menggigit bibirnya, semua kenangan buruknya dengan ayahnya terputar di otaknya. "Dia suka memukuli aku dan ibu, karena ia tidak pernah sadar sepenuhnya."
Jimin mendekat dan menggenggam tangan Hyera. "Maaf,"
Hyera menggeleng. "Setelah usahanya bangkrut, ia suka sekali pergi ke club dan pulang pagi. Sedangkan ibu, membanting tulang menghidupi kami, dan saat ibu mulai sukses, ia tidak terima.."
Suara Hyera mulai bergetar, mati-matian ia menahan air matanya agar tidak jatuh tapi ia tidak tahan. Bahunya mulai ikut bergetar, membuat Jimin mengeratkan genggamannya.
"Kenapa tidak memilih untuk pergi? Walaupun dia ayahmu, ia tidak bisa melakukan hal itu,"
Jimin dengan perlahan menggeser semua barang yang ada di antara mereka, dan memeluk Hyera, membiarkannya menangis di pelukan Jimin.
Laki-laki itu merasa Hyera mengangguk dalam pelukannya. "Ibu sedang mengurus surat cerai, jadi aku hanya perlu bersabar sedikit."
"Dan ia masih di rumahmu?"
"Ia tidak pulang dari kemarin, aku tidak tahu kemana dia."
"Jadi, waktu bahu kananmu terluka.." Hyera mengangguk. "Ayahku yang melakukannya."
"Beritahu aku kalau kau butuh sesuatu, jangan segan padaku, Hyera."
"Jimin,"
Tanpa sadar laki-laki itu mengelus rambut Hyera, pelan sekali. "Ya?"
"Terima kasih banyak."
Jimin hanya mengangguk.
"Hyera?" Keduanya menoleh. Seorang wanita berumur matang datang dan menghampiri mereka berdua. Walaupun sudah berumur, ia masih terlihat begitu cantik. Tapi Jimin bisa melihat banyak bercak kebiruan yang tersisa.
Dengan cepat, mereka berdua melepas pelukannya dan tertawa paksa. Hyera menggaruk tengkuknya. "Ibu?"
Jimin dengan cepat berdiri dan membungkuk, bersikap sopan. "Halo, saya Jimin teman Hyera."
Wanita itu tersenyum dan menatap Jimin dengan keibuan. "Jadi laki-laki ini yang membuat Hyera pagi-pagi sudah membuat keributan?"
"Ibu!" Wajah Hyera sudah memerah sepenuhnya, membuat Jimin tertawa.
"Ini sudah jam setengah tujuh, kalian harus berangkat! Jimin, tolong jaga Hyera baik-baik ya."
Jimin membentuk tangannya, hormat. "Pasti!"
Dua sejoli itu berjalan menuju mobil Jimin yang terparkir rapi. Sampai sesuatu jatuh di sebelah kursi Jimin saat ia memindahkan barangnya, botol.
"Apa ini milikmu?" Botol itu tersisa setengah saja.
Hyera mengangkat bahunya, "ah, ini milikku!" Jimin menghabiskan miliknya dan membuangnya ke arah belakang. Lalu mengambil satu lagi yang masih terbungkus rapi, memberikannya pada Hyera, "yang ini milikmu."
Hyera membulatkan matanya, "Jimin, tadi aku tidak sengaja meminum air mineral milikmu.."
Jimin dan Hyera hanya memerah.
Are you my God Mother or something?
How do you know that i'm not okay?-
double update (again) HAHAHA
ANYWAY GUYS yang di mulmed itu vmin, my top otp bcs omg idk i love them asffghjkll
dan part ini dijelasin ya kenapa dulu hyera biru2 trus kenapa ga kabur aja...sian ibunya
baik kan w
oya ini males revisi ya kalo ada typo ya gt lah HAHAHAH
SEMOGA SWEETNYA DAPET YA HIHI
KAMU SEDANG MEMBACA
STICKY NOTES
Fiksi PenggemarPark Jimin harus rela menjalani dare untuk tiga puluh hari ke depan; memberikan tiga puluh sticky notes berbeda di locker seorang nerd, Shin Hyera. [Completed] cover by sassgyrls.