What do you mean? (2)

338 66 5
                                    

"Emang mau main apa sih?" Tanya Jack J. Kami semua telah berkumpul membentuk lingkaran kecil di ruang tv. Begitu juga dengan Lox, Jacob dan Jack G yang telah sampai ke SM.

Nash tampak tersenyum aneh dan menatap semua orang dalam ruangan itu dengan detail. "Kita main--"

"ToD?" Potong Lox karena geram menunggu jawaban Nash.

"Bukan, kau ini memotong saja," Ujar Nash yang membuat Lox terkekeh. "Kita main Gentle Dare."

Aku mengangguk dan semuanya juga. Permainan ini hampir sama dengan ToD, bedanya di permainan ini hanya Darenya saja. Lebih seru sih, lebih menantang dan bikin gregetan.

Nash mulai mengambil botol dan menaruhnya di tengah-tengah lingkaran kami. Sebagai permulaan kami semua memutarnya, botol berputar dengan cepat dan terhenti dengan tutupnya mengarah ke Carter. Semuanya menoleh ke Carter, ia tersenyum artinya ia orang pertama yang mengasih Dare untuk orang lain.

Carter memutari botol lagi dan terhenti dihadapan Hayes, Carter tersenyum senang. "Baiklah, buatlah tweet kalau kau 'Gay' " Carter memainkan matanya. "Hapuslah besok"

Dengan terpaksa, Hayes menurutinya dan membuat tweet di depan mata kami. Semuanya tertawa senang. Aku bahkan tak tega menertawinya melihat raut wajah Hayes yang sudah mengembang kempiskan hidungnya.

Hayes melanjutkan memutar botol, dan terhenti dihadapan Cameron. Hayes memainkan matanya memikirkan sesuatu, lalu dia tersenyum dengan lebarnya. "Ciumlah Nay, lalu upload ke instagram, captionya 'my cute manager'"

"What?" Tanyaku dan Cameron berbarengan. Kami saling tatap dan dia segera memalingkannya.

"Hanya di pipi" Hayes masih tampak santai dengan perkataannya.

Oh Tuhan!

Cameron menatapku dengan dingin. Dia mendekatiku dan duduk dihadapanku. Jantungku berdebar lebih cepat, oke ini memang hanya Dear, tapi... aaarrgghh, mengapa harus Cameron? Seorang Cameron Dallas ingin menciumku? Oke  itu lebay, karena ini bukan keinginannya.

"Foto kami dengan cepat" Cameron memberikan ponselnya kepada Nash.

Cameron mulai mendekati wajahnya dengan wajahku. Aku membeku kaku ketika bibir Cameron menyetuh lembut pipi kanan-ku. Tak berapa lama, ia melepaskan kembali. Lalu mengambil ponselnya dan mulai menyebarkan di instagram. Tak lupa pula meng-tag namaku.

Mataku masih tak lepas menatap Cameron yang sudah kembali ketempatnya. Rasa sesak apa ini? Yaampun, wajahku memanas.

Oh god! Apa yang akan fansnya katakan kepadaku? Aku pasti akan di-bully.

--

Author POV

Nay terbangun dari tidurnya dikarenakan suara menggelegar nada dering Hp-nya. "Yeah?" Nay masih mengucek-ucek matanya, dia menoleh kekanannya Calire dan Lox masih tertidur dengan pulas.

"Hey, kau baru bangun? Yaampun! Segera hubungi pihak di Seattle, tanyakan konfirmasinya dan--"

"Oke, Dad.." potong Nay. "Ya, aku telah menulis semu catatannya. Aku akan menghubungi mereka. So, terima kasih telah membanguniku." Nay mulai mencari-cari catatan kecilnya dan membukanya.

"Its oke, so bye!" Tanpa balasan, Bart sang ayah mematikan sambungan.

Nay menuju ke kamar mandi dan membasuh wajahnya serta menyikat giginya. Dia melihat dirinya terpantul di cermin, dia masih tampak mengantuk. Karena memang malam itu, mereka bermain Gentle Dare sampai tengah malam dan pagi hari saat semuanya masih tertidur dia sudah bangun.

Nay memegangi pipi kananya yang malam itu menjadi korban Gentle Dare, dia tersenyum kecil.

--

Nay POV

"Oke, thanks!" Ucapku lalu mematikan sambungan. Huft, akhirnya konfirmasi untuk beberapa kota selesai sudah hari ini. Rasanya melelahkan sekali berbicara panjang lebar.

Apalagi mengenai fotoku dengan Cameron, banyak orang telah mem-follow instagramku, mem-bullyku, atau semacamnya. Dan aku tak mengubris. Sebentar lagi juga di hapus fotonya.

Jam telah menunjukkan pukul 12.25 PM. Para Magcon Members telah pergi dari tadi untuk berjalan-jalan, meninggalkanku sendiri. Oke, aku memang meminta untuk ditinggal, lagi pula aku punya job sendiri.

Aku melangkah menuruni anak tangga menuju ke dapur untuk membuat makanan. Yaampun, dari tadi pagi aku belum memakan apapun, pantas saja cacing dalam perutku sudah bernyanyi-nyanyi.

Mataku menatap kaget melihat sosok lelaki yang tengah membelakangiku di dapur. Siapa dia? Bukannya di rumah ini hanya tinggal aku seorang? Apa jangan-jangan dia pencuri?

Keringatku mengalir dingin ketika lelaki itu membalikkan badannya secara perlahan. "Cam?" Tanyaku melototinya. Lho? Kok dia masih disini? Apa yang ia lakukan di dapur?

Cameron menatapku dingin, seperti biasa. "Kau lama sekali, aku sudah lapar.." ujar Cameron tanpa ekspresi.

Aku menatap bingung kearahnya. Tak mengerti dengan suasana ini. Aku teringat kembali kata-kata kasarnya malam kemaren ketika hanya kami berdua di dapur. Jujur, aku masih kesal. Apalagi setelah itu, ia meng-upload foto menciumku di instagramnya, memang sih itu bukan salahnya.

Tanpa mengadu kontak dengannya, aku membuat makanan. Kami tak berbica sepatah katapun. Dia sibuk dengan ponselnya dan aku sibuk dengan omeletku.

Setelah selesai, aku memberikan satu omelet dipiringnya dan satu lagi dipiringku. Cameron menaruh ponselnya dan mulai memakan omelet buatanku.

"Kau sudah menghapusnya?" Tanyaku berusaha mengisi kesunyian, dia menoleh dengan mulut yang penuh makanan lalu mengangkat sebelah alisnya. "Foto kita?" Jelasku.

Cameron menggeleng dan sibuk kembali dengan omeletnya. Huft, menyebalkan sekali. "Mengapa?" Tanyaku lebih tegas.

"Kau tak lihat? Aku sedang makan, dan ketika makan kita tak boleh memainkan ponsel" baru kali ini dia menjawab perkataanku agak panjang  namun tetap dengan nada angkuhnya.

Kami terdiam lagi, aku memakan omeletku. "Mengapa kau tak ikut dengan yang lain?" Tanyaku.

"Mengapa aku harus ikut? Aku baru saja bangun beberapa menit yang lalu" jawabnya tanpa menoleh kepadaku.

"Oh" jawabku.

"Mengapa kau tak ikut?" Tumben dia balik nanya.

Aku menghela nafasku. "Kau pasti tau apa jawabnya. Karena aku sibuk mengurusi tour kalian. Mana bisa aku bersantai-santai? Lelah sekali rasanya."

Mata hazel Cameron menatap mataku tajam. "Makanya berhentilah menjadi manager kami, jika segitu saja sudah mengeluh." Ucap Cameron membuat emosiku bangkit. Bahkan ia mengucapkannya tanpa dosa dan dengan tampang polos sekali.

Setelah apa yang aku lakukan kepada mereka dan kepadanya beberapa menit yang lalu, inikah balasannya? Oh, God! Seharusnya aku menuangkan racun di makanannya.

--

Malam ini, entah mengapa aku menyesali kesenanganku karena disuruh menjadi manager Magcon. Aku tak tahu mengapa, apa karena perkataan Cameron? Mengapa ia berkata seperti itu? Apa aku melakukan kesalahan?

Aku terduduk di halaman depan SM dengan menekuk lututku dan memeluknya. Hembusan angin membuat rambut merahku menari-nari. Aku lelah. Aku tahu itu. Namun aku harus membantu Dad. Ternyata menjadi Manager tak seenak dan segampang yang aku kira.

Aku merasakan bahuku dipukul pelan, aku menoleh dan mendapati senyuman Shawn. Shawn duduk disebelahku, dia menatapku dengan tatapan.. kecewa. Shawn tersenyum fake kearahku, seakan ada suatu hal yang dipendamnya dan sulit dikatakan.

Shawn seakan berfikir sejenak lalu membuka mulutnya. "Kau tidak menyuruh Cam untuk meghapus foto kalian di instagramnya?"

Tbc

Huft, beres juga part ini. Kurang greget ya ? :3 maafkan aku XD

Keep vomments guys. Luf yu ;)

Old MAGCON Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang