Satu

37K 1K 73
                                    

Nayla berjalan melewati koridor, sambil membawa tumpukan buku tugas teman-temannya.
Salah satu hal yang paling ia tidak suka menjadi ketua kelas yaitu harus membawa tumpukan buku tugas atau semacamnya keruang guru. Padahal apa bedanya dengan siswa yang lain. Toh juga sama-sama manusia. Tapi sebagai pelajar yang baik, Nayla hanya bisa menuruti semua aturan.

Nayla masuk, lalu mengucapkan salam kepada guru yang berada diruangan tersebut. Tugasnya selesai, buku tugas teman-temannya telah tertata rapih di meja Bu Linda.

Begitu Nayla keluar dari ruang guru, seorang pria menarik tangannya. Lalu tubuhnya didorong ke dinding. Pria itu mendekatkan wajahnya. Nayla melotot karena jarak wajah keduanya sangatlah dekat.

"Dasar mesum!" Jeweran keras Rafa rasakan di telinganya. Seorang guru yang baru saja lewat langsung menangkap basah Rafa.

"Kamu itu ya, cium-cium anak orang sembarang!"

"Saya nggak mau cium dia, Bu. Lagian saya jijik sama dia." jawab Rafa.

"Alasan saja kamu, ayo ikut Ibu!"

Rafa terus membela dirinya, tidak peduli dengan siapa ia berbicara. Tapi pembelaan yang ia lakukan sama sekali tidak berguna. Ia tetap mendapat hukuman.

Nayla tertawa lepas. Kejadian barusan tak dianggap penting olehnya, yang terpenting sekarang adalah mengisi perutnya yang kosong.

"Kak Bro... Bakso nya satu, pakek mi kuning doang, sayur nya dibanyakin, dan pakek kacang ya kak." pesan Nayla saat tiba di kantin pada Bu leha yang lebih akrab di panggil Kak Bro.

"Bang Bro... Es teh nya satu ya" tambahnya. Mungkin semua orang yang mendengar pesanan Nayla akan tercengang. Bakso pakai kacang. Ya, Nayla suka itu.

Setelah selesai memesan Nayla duduk di meja yang sudah di tempati Hasya dan Popy dari tadi.

"Lo udah anter buku tugas ke meja Bu Linda?" Tanya Hasya.

"Uhm, bagi dong." Nayla mengangguk lalu mengambil cemilan yang berada di samping Hasya. Namun belum sampai tangannya memegang, Poppy sudah menarik cemilan itu lebih dulu.

"Lo, gak, modal banget sih. Beli dong."

"Pelit banget sih." Nayla merampas cemilan itu dari tangan Popy, yang membuat Popy semakin sebal.

"Bukannya gitu, lo kan tau gue-" ucapan Popy terpotong.

"Biasalah namanya juga perut karet jadi harus makan banyak hahaha." sahut Hasya dengan tawa geli.

"Bodo." Jawab Popy lalu kembali merampas cemilan nya.

Tidak lama kemudian bakso pesanan Nayla datang. Di saat suapan pertama siap mendarat di mulutnya, terdengar suara bel yang menandakan berakhirnya jam istirahat.

Ting nonggg...... Ting nong......
Saatnya masuk kelas. Anak-anak segera persiapkan diri belajar dengan penuh semangat terimakasih. Ting nong.....

Bel aneh yang sebulan ini selalu Nayla dengar, berbunyi. Membuat para siswa yang berada di kantin kalang-kabut untuk segera kembali masuk ke kelas, begitupun dengan kedua teman Nayla. Hasya dan Popy.

"Udah bel, masuk kelas yuk." ucap Popy dengan mulut yang penuh makanan.

"Telan dulu tu makanan, Pop, baru ngomong." Hasya menepuk jidatnya. Melihat temannya itu yang tidak bisa lepas dari makanan.

"Kalian duluan aja, gue mau nuntasin misi pemberian makan pada cacing di dalam perut gue." Nayla sama sekali tidak menghiraukan bel dan tetap melanjutkan aktivitas makannya.

Hanya dalam hitungan menit, kantin menjadi sepi. Nayla menikmati baksonya dengan lahap. Namun, kenikmatan itu hilang ketika Rafa dan teman-temannya datang.

"Gara-gara lo, gue harus pake ini." Rafa menunjuk kertas berwarna merah jambu yang menggangtung di lehernya. Kertas berukuran cukup besar itu bertulis
"Saya suka menonton adegan kucing dewasa"

"Haha, jadi lo suka nonton kucing kawin?" Nayla tertawa lepas.

"Gada yang lucu."

"Haha... Kucing tetangga gue tiap malam kawin, lu mau nonton ngga?" Nayla terus tertawa.

Rafa mengepal tangannya kuat. Menatap Nayla dengan tajam.

"Sabar Raf, daripada lo di hukum lagi mendingan kita cabut." kata Nicol.

Rafa menuruti perkataan Nicol. Ia memilih diam dan kalah. Tapi hanya untuk hari ini.
Sebenarnya Rafa juga tidak paham dengan apa yang ia lakukan. Kenapa ia harus membuat Nayla memanas setiap harinya.
Rafa ingin sekali mengubah kebiasaannya. Mencoba memperlakukan Nayla selayaknya orang yang ia harapkan. Bukan layaknya musuh.

Rafa sangat tidak paham soal cinta. Teman-temannya sendiri heran, kenapa Rafa sulit untuk tertarik pada wanita. Bahkan Adit sempat berpikir bahwa Rafa gay.
Padahal sejak pertama kali menginjak Sekolah Menengah Atas, Rafa menjadi incaran banyak wanita. Tapi itulah Rafa, tidak mudah menetapkan kemana hatinya akan diberikan.

Namun, satu bulan yang lalu kelas XII-IPA 3 kedatangan siswa baru. Dia adalah Nayla. Pindahan dari Surabaya. Saat itu Rafa hanya melihatnya sekilas. Cantik, pikirnya.
Sejak saat itu, entah kenapa ia suka memperhatikan Nayla secara diam-diam.

* * *

Hello Nayla [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang