Karena Matematika wajib

1.2K 49 0
                                    

Dua jam sudah kelas X MIIA 2 di isi oleh pelajaran matematika wajib. Yah siapa sih yang suka matematika? Tiga jam pula. Isinya angka semua. Mending angkanya tuh bentukannya masih normal. Lah ini angkanya pecahan gini, pake akar lah, pake di kuadatin, pake ada aljabar pula. Macam mana ini. Pusing. Tapi itu tidak berlaku bagi seorang Lian. Lian sangat suka yang namanya matematika. Entah apa alasannya. Intinya dia suka sama yang berbau angka-angka.
Lian memutar otaknya, mencermati buku paket yang ada di depannya, lalu pandangannya tertuju intes pada bu Neta dan papan tulisnya. Tangan beliau sibuk menuliskan angka-angka. Yang mungkin buat yang gak dong di anggep itu kaya benang ruwet. Gimana enggak? Lha papan tulis aja isinya akar sama pangkat semua.
"Kita masuk materi merasionalkan penyebut sebuah pecahan. Kita misalkan pecahan a seper akar b. a adalah bilangan rasional dan akar b merupakan bentuk akar. Mari kita langsung ke soal saja. 6 per akar 3. Jawabannya berapa anak-anak?" Bu Neta menunjuk soal yang baru saja d tulisnya di papan tulis

"Enam per akar tiga sama dengan enam per akar tiga di kali akar tiga per akar tiga sama dengan enam akar tiga per tiga sama dengan dua akar tiga" anak-anak di kelas menjawab secara serempak

"Yakk bagus. Ternyata kalian cepat mengerti" Bu Neta tersenyum ramah

"Bu, kita kan minggu lalu ulangan, hasilnya udah keluar belum bu?" Seorang anak berkacamata. Zeta. Yang duduk di bangku paling depan sendiri tiba-tiba bertanya tentang ulangan minggu lalu

"Anjirr!! Bego!! Kenapa sih pake tanya segala? Ah, zangkrik banget tuh anak " umpat Lian dalam hati

"Oh iya bu guru sampe lupa" bu Neta bergegas menuju meja, mengambil kacamata yang ada di kantung bajunya. Mencari-cari daftar nilai. " baik, saya tidak akan membacakan nilainya. Saya akan membacakan nilai tertinggi dan yang remidial" tegas bu Neta " nilai tertinggi di peroleh Gilianca dengan nilai 9,6"

"Syukur deh, untung nilai gue bagus. Padahal gue gak belajar. Bodo yang penting gue jujur " batin Lian, hatinya merasa Lega.

Ketika bu Neta akan melanjutkan, tiba-tiba seisi kelas gaduh. Kaya pasar tanah abang pindah ke MIIA 2. mereka histeris sama nilai mereka sendiri-sendiri ( tuh kan sama kaya gue, gue juga histeris kalo ama matika)

"Gilak lo! Selamet nyet! Pinter juga lo dapet segitu. Padahal soalnya udah bikin gue kewer men" Nadin menoleh kesamping Lian, berbicara dengan setengah berbisik

"Orang gue aja gak belajar. Gue pas itu ketiduran gara-gara sorenya di ajak mas Vian nemenin milih sepatu. Masuk sana masuk sini. Ah sampe lempoh kaki gue. Pulang-pulang gue malah tiduran. Eh taunya bangun udah jam 4 pagi aja. Dan gue baru nyadar kalo hari itu ulangan dan parahnya gue belum belajar." Lian malah cerita panjang lebar, volume suaranya di kecilkan

"Lah elo gak belajar aja dapet bagus. Apalagi belajar? Bisa-bisa elo ngerjain dalam waktu lima menit aja bener semua tuh" Nadin cekikian sendiri

"Bisa aja lo" Lian tersenyum tipis

"Anak-anak. Tenang-tenang. Saya akan melanjutkan pembacaaan nilai tadi. Dan yang remidial hanya satu anak yaitu Hirano. Mana yang namanya Hirano?"

Sontak ketika nama itu di panggil seisi kelas matanya langsung terbelalak, kecuali Lian. Seisi kelas langsung nengok kebelakang arah Rano duduk. Tepatnya di pojokan kanan belakang sendiri. Ternyata Rano gak denger kalo dia di panggil bu Neta. Ya gimana mau denger, orang dianya aja tidur sambil dengerin lagu pake handset. Bu Neta yang tau bahwa Rano tidak memperhatikannya sedari tadi, langsung melangkah menghampiri Rano. Dengan muka merah padam menahan marah, Bu Neta menggebrak meja Rano. Yang membuat Rano terpaksa menggangkat kepalanya dan bangun dari dunia mimpi.

"RANO!!"

Rano yang tau mejanya di gebrak bu Neta, segera melepas handsetnya dan menjawab dengan sangat cool " iya bu? "
Sumpah. Tampangnya ya ampun. Kaya gak punya dosa banget. Tuh liat.polos. datar. Dingin dan santai pake banget.

-AFTER RAIN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang