Dear Desky

378 26 4
                                    

Di depan sekolahan Lian menyetop taksi, karena ia tidak membawa motornya. Sepersekian detik taksi itu sudah meninggalkan sekolahan. Di sepanjang perjalanan, otak Lian di penuhi berjuta pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari Rano.

Tak butuh waktu lama, Lian sampai di danau pelangi itu. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar danau, matanya menangkap sosok orang yang berdiri di pinggiran dermaga membelakangi Lian. Dengan langkah cepat, Lian mendekati orang itu. Lian berdiri berjarak 1 meter dari orang itu berdiri.

Lian menarik nafas panjang, menghembuskannya perlahan. Berharap dengan begitu kekuatannya terkumpul, keberaniannya bertambah.

"Rano" panggil Lian lirih

Orang itu sontak membalikkan badan, mendengar suara orang yang tidak jauh dari tempat ia berdiri.

Deg!

Saat itu juga, detik seperti berhenti. Waktu memutar jam lebih lambat. Mata Lian bertemu dengan sesosok lelaki yang berdiri di hadapannya.

Untuk sesaat aliran darah Lian seperti berhenti. Hatinya mencolos seperti ingin keluar. Jantungnya berdetak tiga kali lebih cepat dari biasanya. Lidahnya kelu. Tubuhnya kaku. Kakinya lemas.

"Bara"

Sukses nama itu keluar dari mulut Lian dengan lirih. Sangat lirih, bahkan hampir tak terdengar.

Bara menghampiri Lian. Menuntunnya untuk duduk di pinggiran dermaga kecil danau itu.

Keduanya saling diam. Bungkam. Hanya mata mereka yang beradu tajam satu sama lain. Ada pancaran kecewa bercampur bahagia dari sorot mata Lian. Yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.

"maaf" akhirnya Bara angkat bicara, lalu memeluk Lian erat.

Lian yang di peluk tidak berontak, ia malah seperti boneka yang di peluk. Liaan menenggelamkan kepalanya di dadanya Bara. Ia menangis dalam diam.

Bara melepaskan pelukannya. Menghapus air mata Lian.

"maaf" kata itu lagi yang keluar dari mulut Bara.

Lian diam. Dia tidak bisa untuk mengeluarkan kata-kata lagi. Ia hanya memandang Bara dengan tatapan sendu. Jujur ia rindu laki laki itu. Sangat rindu. Bagaimana tidak? Laki-laki itu bahkan lenyap bak di telan bumi begitu saja selama enam tahun, dan sekarang muncul di hadapan Lian lagi.

"gak ada yang salah, jangan minta maaf" jawab Lian ketus

"gimanapun aku yang salah, aku yang ngilang tanpa kabar, aku tau kamu sakit banget"

"siapapun yang di tinggal gitu aja tanpa kejelasan selama enam tahun lamanya itu gak cuma sekedar sakit. Gak cuma sekedar hancur. Kamu tau? Hati ini mati gara-gara kamu." Lian menarik nafas panjang melanjutkan perkataannya "kamu tau? Aku nyari-nyari kamu, gak pernah satu haripun aku lewatin buat nyari kamu, setiap tahun berganti aku harap keajaiban datang, bawa kamu kembali ke aku, tapi nyatanya apa? Nihil! Kamu sama sekali gak ada! Kamu tau? Hati ini sempat mati gara-gara kamu! Hati ini sempat layu, hancur. Karena sebagian hatiku kamu bawa lari entah kemana itu. Dan kamu tau? Di saat hati ini udah nemuin seseorang buat bangkit lagi dari kematian itu, di selang waktu yang gak lama hati ini di buat mati lagi sama dia. Hati aku mati buat yang kedua kalinya. Bahkan lebih perih.sekarang apa?! Kamu yang enam tahun ngilang gitu aja, lenyap, tanpa ada kabar apapun tiba-tiba muncul dan seenaknya minta maaf? Gitu?" Lian ngomong panjang lebar, kemarahannya sudah di puncak, ia akhirnya menangis lagi. Kali ini sarat dengan kekecewaan.

"aku bisa jelasin," Bara meraih tangan Lian. Namun di hempas dengan kasar oleh Lian. Tapi sayanganya tangan Bara plebih kuat. Dengan sigap ia bisa meraih tangan itu dan di pegangnya kuat-kuat.

-AFTER RAIN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang