Chapter 1

10K 205 11
                                    

Kehidupan yang kujalani saat ini bukan kehidupan yang kuinginkan dan kuimpikan. Masih berjejer tulisan angan dan mimpi yang ingin kuraih diusiku yang menginjak tujuh belas tahun saat 1 Januari 2014 nanti.

            Bertemu dengan idola dan menghabiskan waktu dengan idolah  merupakan salah satu keinginan yang tertera pada ‘dream list’ yang aku buat selama ini. Keinginanku yang lain adalah melanjutkan pendidikanku pada universitas yang terkemuka di dunia, London University. Jika surat yang aku kirim telah diterima dan ditindak lanjuti. insyaAllah aku akan segera menerima balasan surat dari London Unniversity, London. Aku mengirim semua keperluan yang dibutuhkan untuk mengajukan sekolah di sana.

Salah satu alasanku memilih London Unniversity daripada Harvard atau Cambridge  Unniversity adalah tempatnya yang ada di London. Negara yang merupakan tempat favoritku saat ini.  Dan alasan lainnya adalah karena aku fans dari boyband yang terkenal asal London, yang satu dari lima personilnya berkebangsaan Irlandia. Ya, One Direction. Siapalagi?

One Direction bukan sekedar boyband yang kudengarkan lagunya. One Direction menjadi penyemangat hariku. Tak lupa aku mendengarkan lagu mereka untuk mengawali hariku. Bahkan saat aku sedang mandi pagi aku mendengarkan lagu One Direction. Dont call me stupid, just call me directioner, cause i know every directioners would be do the same like I do.

Saat ini aku sedang libur sekolah. Libur sekolah bukan dalam arti aku bisa bersenang-senang dan menghabiskan banyak waktuku di luar rumah untuk bermain dengan teman. Libur sekolah kali ini harus kugunakan semaksimal mungkin untuk me-review materi yang diberikan guru untukku sebelum ujian nasional terjadi Senin depan. Yap, aku adalah siswa senior di sekolah menengah favorit yang ada di kotaku.

“Kayla?!” Aku mendengar Mama berteriak di balik pintu kamarku.

“Hm?” gumamku begitu saja. Tak tau Mama mendengarnya atau tidak.

“Kayla?!” kali ini teriakan Mama lebih keras disertai dengan terbukanya pintu kamarku.

“Apa sih Ma?” tanyaku ikut kesal karena teriakan Mama. Namun aku tetap menggumamkan lagu yang aku dengarkan menggunakan earphone sehingga tak di dengar oleh Mama.

“Gini nih yang Mama nggak suka.” Mama berjalan ke arahku, kemudian duduk di dekat dneganku. Dengan kasar Mama mencopot eraphone yang ada di telingaku.

“Ma?!” aku berteriak emosi.

Aku paling tak suka jika ada yang mencopot earphoneku secara paksa saat aku sedang mendengarkan lagu. Apalagi lagu kesukaanku seperti saat ini, lagu dari One Direction.

“Gimana kamu mau konsen belajar kalo telinganya dibuntu kayak gitu tadi?!” protes mama tak suka.

Memang, Mama tak pernah suka jika aku sudah mendengarkan lagu menggunakan earphone. Aku sering tak mengindhakan panggilan Mama saat menggunakan earphone. Namun justru inilah hal yang aku suka. Mendengarkan lagu menggunakan earphone membuatku lebih bisa menikmati setiapa alunan instrumen pada sebuah lagu yang kudengarkan.

“Mama capek Kay ngingetin kamu. Dari dulu kamu nurutnya sama Papa. Sekarang nggak ada Papa kamu nggak nurut sama mama.”

“Bukannya aku nggak nurut tap-“

“Kalo aja Papa masih ada di sini,” Mama memotong pembicaraanku. “Pasti Papa langsung aja nyembunyiin barang yang ngebuat kamu nggak konsen belajar. Bisa jadi dibuang sama Papa juga.”

Mama terlihat sedih. Mama pasti merindukan Papa saat ini. Begitu juga aku, sangat sangat merindukan Papa. Sosok yang menjadi teladan bagiku selama ini. Papa saat ini sedang berada di luar negeri, beliau tak pernah mengatakan di mana tepatnya letak bangunan yang menjadi tempat bekerjanya. Hanya dengan kata “luar negeri” saja membuatku bangga kepada Papa. Mama juga tak pernah mengatakan kepadaku dimana letak tepatnya. Mama hanya mengatakan, pekejaan Papa saat ini sangat mulia dan telah diinginkan Papa selama ini. Begitulah cerita Mama setelah pulang dari mengantarkan Papa ke bandara tiga bulan yang lau.

Aku menggeser dudukku menjadi lebih dekat dengan mama. Kulingkarkan lengan kiriku pada bahu mama. Dengan tangan lainnya mengelus pundak kanan mama. Mencoba menenangkan perasaan Mama yang rindu kepada papa.

Sejak keberangkatan Papa, aku telah berjanji untuk membanggakan kedua orang tuaku untuk melewati Ujian Nasional tanpa halangan dan dengan hasil yang memuaskan. Berusaha mendapat beasiswa dari Oxford Unniversity melalui jalur prestasi. Jika tidak bisa di Oxford, paling tidak bisa mendapatkan beasiswa di Universitas Indonesia (UI).

“I’ll do my best Mam.” Bisikku kepada mama.

Beasiswa, seorang siswa mendapatkan beasiswa bukan hanya dari latar belakang keluarganya yang tak mampu bukan? Ya, saat aku menjadi siswa baru di SMAku yang sekarang aku mendapat beasiswa karena menjadi siswa berprestasi bahkan dinobatkan sebagai siswa teladan di kotaku. Namun, aku menolak beasiswa yang diberikan atas persetujuan orang tuaku. Kami mempunyai pendapat yang sama. Memberikan beasiswa tersebut kepada temanku yang membutuhkan. Karena orang tuaku masih bisa membiayai sekolahku.

Yap, bisa dikatakan keluargaku adalah keluarga yang berada. Tapi untuk kuliah nanti, aku tak mau lagi menyusakan orang tuaku. Oleh karena itu aku ingin mencari beasiswa jalur siswa berprestasi untuk mendapatan kampus nantinya.

 *****************************

Halo readers. Gimana nih fanfict yang aku buat? Kasih pendapat dong. Comment ya, kalian bisa ngungkapin unek-unek kalian tentang cerita yang aku buat. Well, ini bukan fanfict pertama yang aku buat. Tapi ini adalah fanfict pertama yang aku publish. Bisa dibilang fanfict ini adalah fanfict pertama yang aku buat setelah laptop kesayanganku yang menyimpang data berbagai fanfict-ku dicolong maling how sad is it :’(

 

Eh aku curhat nih maaf yaaa :D gimme vote more than 5  please?  xx

Stole My Heart [Liam Payne and Harry Styles]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang