Chapter 16

1.3K 74 7
                                    

Kayla’s PoV

            “Bagiaman dengan persiapan kuliahmu nanti Kayla?” tanya Mama saat keduanya berada di ruang keluarga. Menanti waktu makan malam datang dengan mengobrol dan menonton acara Tv yang ada.

            “Nothing I did mom. Aku kemarin uda dari toko buku sama Liam, niatnya mau nyari buku fakultas hukum, tapi nggak ada yang srek sama hati, yauda nggak jadi beli.”

 “Yauda nanti beli bukunya sama Papa aja, Kay.” Ucap Papa yang tiba-tiba sudah ada di hadapanku.

Kemana saja Papa seharian ini kok baru pulang tepat sebelum makan malam? Emang kerjaannya ngapain sih? Kok ya aku nggak dikasih tau dengan jelas. Well, its okay if he say he works everywhere. Cause look, he never wear formal shirt when he says he want to go for work. He just wear casual shirt like he wear in house, just better.

Aku paham, seorang penulis tak membutuhkan tempat dan waktu yang terjadwal untuk berkerja, well menghasilkan karya tulis. Tapi aku meragu, mengapa Papa selalu pergi pagi dan pulang malam?

 “Sama Papa? I doubt that.” Jawab Kayla dengan nada dingin.

Bagiaman aku tidak meragukan kalimat Papa, jika jadwal Papa yang semakin memadat dan jarang berada di rumah?  

Papa duduk di samping ku, kemudian merangkulku dengan sayangnya. Namun tak ku respon karena aku ngambek kepada Papa yang jarang mempunyai waktu keluarga lagi seperti dulu di Indonesia.

“Gini deh, kalo Papa nggak bisa jemput kamu di rumah, kamu mau nggak yang nyamperin Papa ke studio?” tawar Papa kepadaku.

Ragu, menemui Papanya di studio bukanlah masalahnya. Namun jalan menuju studio yang tak ku hafal-lah yang menjadi masalah. Dalam diri,aku membulatkan tekad. Aku mengangguk mensetujui. Walaupun aku harus menemui Papa di studio terlebih dahulu untuk mendapat kesempatan berkeliling London dengan Papa, akan ku lakukan. Dan walaupun aku masih tak begitu hafal dengan jalan menuju studi, aku tetap mensetujui tawaran Papa.

Jika tidak seperti itu, aku akan terbebani. Tidak ada orang yang menjadi guide-ku maka tidak ada kata jalan-jalan bagi ku selama di London. Oleh karenaa itu aku mensetujui tawaran Papa.

Papa hendak menaiki tangga, namun sebuah jeritan membuat Papa mengurungkan niatnya. Kepalanya menoleh pada arah teriakan itu berasal—dapur. Begitu juga dengan aku, aku membalikkan badan untuk menghadap dapur yang ada di belakang ruang keluarga.

“What did happen yesterday Kayla?!” teriak Mama yang keluar dari dapur dengan membawa ponsel ditangannya.

Aku menghela nafas lega, setidaknya Mama tak membawa pisau dari dapur dan berjalan ke arahku dengan amarah yang memenuhi wajah seperti saat ini. Tatapan Mama kepadaku penuh dengan amarah, berbeda dengan tatapan Mama kepada ponselnya, tatapan seperti tak percaya.

“Ada apa sih ma?” Tanya Papa berjalan mendekat ke arah istrinya yang terlihat shock.

Stole My Heart [Liam Payne and Harry Styles]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang