14. The Pain

43 4 0
                                    

"Loh, bu Selena sudah selesai meeting nya?" Ujar Vino saat melihat atasannya itu masuk kedalam ruangannya dengan terburu-buru.

Sena pun membuka pintu ruangannya kasar, dan melemparkan tasnya begitu saja diatas lantai yang dilapisi karpet diruangannya.

"Vin, tolong temani Dave untuk meeting di cafe depan kantor. Sekarang." Vino terkejut tapi ia tetap mengangguk dan meninggalkan Sena yang sudah duduk di meja kerjanya. Wanita itu memijit pelipisnya yang serasa berdenyut-denyut.

Tetesan air itu kembali muncul. Bibir Sena bergetar menahan gejolak dalam hatinya yang terasa sangat amat sakit.

Ponselnya yang berada diatas meja kerjanya tiba-tiba bergetar. Tertera nama Febrian dilayar ponselnya.

Ia pun mengusap jejak air mata dipipinya dengan punggung tangannya. Berdehem sedikit untuk menormalkan suaranya yang parau.

"Hallo Bri. Kenapa?" Terdengar suara berisik dari seberang telepon.

"Halo kak? Kak Sena dimana?"

"Di kantor, kenapa?"

"Kak Sena jangan panik ya. Sekarang datang ke rumah sakit, Farrel kecelakaan."  Seketika ponsel yang berada dalam genggamannya terlepas, begitupun airmatanya.

Suara Brian yang memanggilnya dari seberang telepon pun tak dihiraukannya. Tujuannya sekarang hanyalah bagaimana ia bisa cepat sampai ke rumah sakit.

Ia langsung buru-buru meninggalkan ruangannya dan berlari menuju mobilnya. Sapaan salam dari karyawannya pun bagai angin yang sekedar melewatinya.

Setelah sampai di basement kantornya, ia baru ingat sesuatu. Ia tidak tau Farrel berada dirumah sakit mana, bahkan keadaannya pun seperti apa ia juga tidak tau.

Tiba-tiba kaki Sena melemas, ia terduduk di dekat mobilnya. Air matanya jatuh tiada hentinya. Menunduk dalam kesedihan yang tak kunjung usai.

Samar-samar Sena mendengar suara derap langkah yang cepat, dan semakin lama semakin mendekat kearahnya.

"Sena? Kenapa kau bisa ada disini? Kau kenapa?" Sena mendongakan kepalanya, dan raut wajah khawatir Dave lah yang dilihatnya.

"Sena! Jangan diam saja! Jawab aku Sen." Sena hanya menggeleng ditengah tangisnya yang semakin dalam, ia pun berdiri dan merogoh saku blazer nya.

"Aku harus pergi." Dave hanya bisa melihat Sena masuk kedalam mobilnya dan melajukan mobil sedan putih itu keluar dari area kantornya.

Dave berkacak pinggang setelah menatap kepergian Sena yang sangat membingungkan itu.

"Ada apa sebenarnya?"

*

Agung duduk termenung diluar ruang operasi yang beberapa menit lalu seperti merenggut setengah nyawanya.

Ia baru saja mengoperasi Farrel. Farrel mengalami Tension Pneumotoraks atau akumulasi udara didalam rongga perut yang menyebabkan pendarahan yang cukup hebat.

Beruntung, ia bisa mengatasinya. Kalau tidak, ia tak tau harus bagaimana menjalani hidupnya yang selanjutnya.

Diandra yang menjadi asistennya dan baru saja selesai menyelesaikan operasi tadi pun menghampiri Agung. Ia membuka maskernya dan sarung tangan karet yang warnanya sudah berubah menjadi merah.

Ia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Agung yang sedang duduk bersandar ditembok.

Agung menatap Diandra sendu dan akhirnya memilih untuk menunduk. Ia terlalu terpukul dengan keadaan Farrel yang masih dibilang belum stabil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang