10. One Call Away

43 5 0
                                        

"Yuk, Farrel bobo dulu." Sena membenahi bantal dan menyibak selimut untuk Farrel tiduri.

Farrel pun berlari kecil kearah Sena dan berbaring di pelukkan sang ibu.

Sena mengelus kepala Farrel dan sesekali mencium putra sulungnya tersebut.

"Mama." Farrel tiba-tiba bersuara.

"Kenapa sayang?" Farrel menatap Sena.

"Kata bu gulu hali kamis ada hali ayah disekolah. Tapi, fallel kan nggak punya ayah ma, belalti falel nggak boleh ngelayain dong?" Sena tersentak atas pertanyaan yang diajukan oleh Farrel.

Jemarinya berhenti di puncak kepala Farrel. Sejenak ia kehilangan fokusnya.

Ia tahu kalau suatu saat nanti pasti ia akan mendapatkan pertanyaan seputar siapa ayah Farrel, kenapa hanya ada mama, kenapa Farrel tidak punya ayah seperti yang lain.

Sena sudah memikirkan itu jauh-jauh hari, namun ia tidak tau kalau Farrel akan menanyakannya secepat ini, secepat usia Farrel yang baru menginjak umur 5 tahun.

"Maaaaa, jawab." Farrel menarik-narik ujung piyama yang dikenakan Sena.

Sena mengerjapkan matanya. Ia pun mengelus kepala Farrel dan tersenyum.

"Kata siapa Farrel nggak punya ayah? Farrel punya kok."

"Siapa?"

"Mama." Farrel mengerutkan keningnya.

"Kok mama?"

"Mama kan yang nyariin uang buat Farrel beli mainan, nganterin Farrel ke sekolah, nemenin farrel tidur. intinya, mama itu, ayah dan ibu untuk Farrel." Sena melihat raut wajah kecewa dari Farrel.

Dihatinya yang paling dalam, sebenarnya ia ingin menangis sekarang juga. Ia merasa belum menjadi ibu yang baik untuk Farrel.

"Ahh, mama payah." Farrel memunggungi Sena.

"Kok payah?"

"Fallel itu mau ayah kayak om Agung. Yang baik, yang suka beliin fallel es klim sama lobot ultlamen, bisa diajak main! Kalo mama? Mama kan bukan cowok!" Farrel mengerucutkan bibirnya.

Sena tidak tahu harus jawab apa dan harus bertindak bagaimana. Ia akan selalu kalah jika menyangkut Farrel dan Ayahnya.

"Farrel, kok gitu sih sama mama?"

"Fallel pokoknya pingin ayah kayak temen-temen fallel! Titik!"

*

"Aku nggak tau harus jawab apa gung." Suara Sena terdengar sendu.

Ia berjalan pelan menuju ruangannya. Hari ini, dia akan bertemu dengan Dave. Membicarakan soal kerjasama mereka. Maka dari itu, untuk memberikan ketenangan padanya, ia menelpon Agung.

Di lain tempat, Agung pun hanya bisa menghembuskan nafasnya sambil memijit pelipisnya yang sakit.

"Pesawat sedang mengalami kerusakan Sen. Jadi sepertinya aku baru besok bisa terbang. Aku juga berharap bisa menemani Farrel di acara sekolahnya. Kau bisa menungguku kan?" Tanya Agung. Sena pun mengangguk, walaupun ia sadar Agung tidak akan bisa melihatnya.

"Iya, kau tenang saja. Aku merindukanmu gung." Agung tersenyum kecil, perlahan bunga dihatinya yang sempat layu bermekaran kembali.

"Aku juga merindukanmu Sena. Sangat sangat merindukanmu."

*

"Dave— ehmm maksudku Mr.Dave akan kesini jam berapa?" Sena terlihat sedang menandatangani beberapa berkas didepannya.

My MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang