7. Come Back

62 8 2
                                    

"Terus sejak saat itu kalian putus?" Tanya Brian, sesaat setelah Agung memberi jeda atas ceritanya.

"Belum selesai Bri, jadi habis selesai gue mandi, Dian udah nggak ada di ruang tengah, gue pikir dia pulang tapi sepatunya masih ada di rak. nggak tau kenapa feeling gue bilang Dian ada di ruangan rahasia gue, akhirnya gue kesana, dan bener, gue nemuin Dian yang terduduk sambil megang foto Sena." Ujar Agung lirih.

"Gue inget persis gimana ekspresi dia waktu natap gue, bahkan suara isakkannya pun masih terekam dalam memori gue." Agung memejamkan matanya, menyenderkan kepalanya di sisi penyangga ranjang.

"Terus apa yang lo lakuin waktu ngeliat dia kayak gitu?" Agung tersenyum kecut.

"Gue sesaat terdiam depan pintu, nggak tau harus gimana. Akhirnya dengan langkah berat gue ngehampirin dia, gue coba sentuh tangannya tapi dia ngehindar. Mungkin dia ngerasa jijik sama gue." Agung menghembuskan nafas beratnya,
"Satu perkataan dia yang bikin gue makin ngerasa bersalah adalah tolong jelasin ini gung, bilang ke aku kalau semua ini nggak bener. Bilang kalo kamu cinta nya sama aku, bukan Sena. Pliss gung." Air mata Agung perlahan turun dari ujung mata elangnya, bibirnya bergetar menahan sesak didada. Tak kuat mengingat hal terbodoh yang pernah ia lakukan dimasa lalu.

"Sejak saat itu, gue nggak pernah ketemu Dian lagi. Dia nggak pernah masuk kuliah, gue cari di rumahnya nggak ada. Sampe 2 minggu kemudian gue denger kabar dia pindah, dan baru tadi siang gue ngeliat wajah itu lagi setelah hampir 12 tahun. Sebenarnya nggak ada kata putus diantara kita berdua, cuma, kalo gue lanjutin hubungan ini, gue ngerasa.... jadi orang yang paling jahat buat Dian, seseorang yang udah gue lukain hatinya."

Brian mengangguk, "Sekarang setidaknya lo harus lega kak, kak Dian nggak dendam atau benci sama lo. Soal kak Sena, ya.... gue aja sebagai adiknya kadang nggak ngerti ama yang kakak gue sendiri pengen. Tapi gue yakin kok kak, lo bisa ngambil hati kak Sena."

"Mama......" suara serak Farrel menyadarkan Agung. Ia pun bangkit dan mengelus kepala Farrel.

"Kenapa sayang, om Agung disini." Ucapnya lembut.

"Mama... Mamaaa." Rengek Farrel, Agung menempelkan telapak tangannya di dahi Farrel,kini suhu badannya kembali naik, padahal tadi sudah sempat turun.

"Bri, siapin mobil, kita ke Rumah sakit sekarang."

----------------------

"Yah ampun Dian, aku kangen banget sama kamu. Astaga, kamu nggak berubah, tetep cantik." Sena terus memuji Dian yang beberapa saat yang lalu mengunjungi kamarnya.

Awalnya Dian tidak tau kalau sahabat waktu SMA nya dulu dirawat dirumah sakit ini, namun waktu ia ingin ke ruangannya, Dian melihat seorang wanita paruh baya, mirip ibunda Sena yang keluar dari kamar VVIP, dan memutuskan mengecek apa benar yang ia lihat adalah ibu Sena, dan ternyata benar, Sena dirawat disini.

"Kenapa bisa sakit Sen? Bibirmu pucat sekali." Sena mengedikkan bahunya.

"Mungkin karena terlalu lelah bekerja, jadi lupa untuk makan. Agung saja sampai marah-marah memberitahuku untuk makan." Seketika raut wajah Dian berubah, Agung? Kenapa nama itu sangat menyakitkan saat diucapkan olehmu Sen?

Melihat raut wajah Dian yang berubah, Sena menggigit bibirnya, "Maaf Dian. Aku tidak bermaksud mengungkit masa lalu, tapi, bagaimanapun juga Agung adalah salah satu bagian yang berperan dalam cerita di hidupmu."

Entah mengapa perkataan yang dilontarkannya kepada Dian seolah juga merujuk pada dirinya. Bagian? Cerita? Bullshit!

"Tidak apa Sena, aku juga tau itu. Lagi pula itu sudah sangat lama, jadi tidak perlu khawatir." Ujar Dian, Sena mengangguk.

My MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang