POL : Seventeen

76 6 0
                                    

"Bunda?" ucapnya sedikit tak yakin. Tapi setelah sosok perempuan paruh baya itu mendekat kearahnya barulah ia percaya. "Bun, maafin Arfa Bun. Arfa gak sengaja jatohin gelasnya saat Arfa mau naruh gelasnya" ucap Arfa merasa bersalah dengan menundukkan kepalanya tak berani menatap Bundanya.

Bunda Arfa tau apa yang dilakukan Arfa itu tidak sengaja membuatnya langsung tersenyum akan tingkah Arfa yang terlihat takut sekali menatap Bundanya.

"Adek.... Bunda maafin kok. Lagian itu juga bukan salah kamu" ucap Bundanya lembut.

Arfa mendongakkan kepalanya dengan mata berairnya yang akan tumpah menatap Bundanya.

Tanpa berkata Arfa langsung memeluk Bundanya erat. Dan menumpahkan seluruh air matanya. Entah kenapa Arfa tiba-tiba menjadi cengeng seperti ini. Padahal tidak biasanya Arfa di buat seperti ini.

Bunda Arfa panik ketika Arfa memeluknya dan menumpahkan air matanya. Alhasil membuat bajunya basah. Tapi Bunda Arfa tak peduli. Yang ia pedulikan alasan mengapa Arfa sampai menumpahkan air matanya seperti ini.

Apakah ada masalah?

Arfa pasti menjawab tidak. Toh memang benar dia tidak punya masalah apapun. Hanya saja ia kepikiran dengan kejadian tadi yang sampai sekarang pun masih terbayang di benaknya.

"Adek kamu kenapa kok nangis? Kan Bunda udah bilang, Bunda udah maafin Adek" ucap Bundanya lembut dengan mengusap kepala Arfa bermaksud untuk menenangkan Arfa.

Arfa menggelengkan kepalanya, "Arfa gak papa Bun, Arfa cuma ngerasa bersalah sama Bunda"

"Bersalah gimana? Kan kamu ngelakuin gak sengaja dek"

"Tapi tetep aja Arfa ngerasa bersalah Bun"

"Yaudah Bunda maafin sekarang kamu gak usah ngerasa bersalah lagi" ucap Bunda Arfa dengan menarik Arfa dari dekapannya kemudian menghapus air mata Arfa yang masih mengalir di pipinya.

Arfa mengangguk dan tersenyum kearah Bundanya membuat Bundanya mau tidak mau ikut membalas senyuman Arfa.

"Nah gini dong baru anak Bunda" ucap Bunda Arfa sambil mencubit hidung Arfa, membuat Arfa meringis kesakitan dan mengusap hidungnya yang kini jadi merah.

"Sakit tau Bun" ucap Arfa dengan mengerucutkan bibirnya, sebal.

Bunda Arfa hanya menghedikkan bahunya acuh, "oh iya dek, ngapain kamu tengah malam begini ada di dapur?"

Arfa menghela nafasnya mengingat ia sedari tadi tak bisa tidur, "Arfa dari tadi belum tidur Bun, Arfa gak bisa tidur"

"Kenapa? Apa penyakit kamu kambuh lagi?" ucap Bundanya panik sambil memeriksa kening Arfa dan wajah Arfa yang tak nampak pucat.

Arfa tersenyum mendapati Bundanya yang takut sekali dengan kumatnya penyakit yang ada pada dirinya sejak dulu. Itu berarti Bundanya selalu perhatian dan peduli dengannya selama ini.

"Enggak Bun, Arfa cuma kepikiran sama sesuatu aja. Dan akibatnya Arfa gak bisa tidur sampai sekarang"

Bunda Arfa menghela nafasnya, "yaampun Fa, kamu bikin Bunda takut aja. Emang kamu lagi mikirin apa sih?"

Arfa terdiam dan berpikir sejenak. Tidak mungkin ia bilang sama bundanya kalau Arfa lagi mikirin cowok yang selama ini dia taksir. Bisa-bisa Arfa dimarahin kalau sampai Bundanya tau dia cuma mikirin hal kecil doang yang membuatnya tak bisa tidur.

Pursuit Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang