POL : Sixteen

79 5 0
                                    

"Fa, tunggu!!" teriak Dita ketika Arfa mau melangkahkan kakinya keluar kelas.

Arfa yang merasa namanya dipanggil, segera ia membalikkan badannya menatap Dita yang kini sudah berada di hadapannya.

"Kenapa?"

"Gak papa. Kamu mau kemana sekarang?"

"Ke kantin seperti biasa. Nemuin Biva sama Cika"

"Oh..." ucap Cika seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kenapa? Mau ikut?"

"Enggak. Hari ini aku mau ke perpus mau cari buku sejarah di sana"

"Oh...., yaudah deh aku mau ke kantin dulu keburu nanti bel masuk bunyi lagi"

Dita menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lembut.

Tanpa berkata lagi Arfa langsung bergegas menuju ke kantin dengan sedikit tergesa-gesa.

Saking tergesanya agar ia nyampai dengan cepat, tiba-tiba ia menabrak tubuh tegap seseorang tanpa ia kenal saat ia membelokkan badannya di pertigaan lorong kelas IPS yang berada di bawah lantai kelasnya. Alhasil ia terjatuh dihadapan orang itu.

Hal itu membuat semua orang yang berada di sekitar sana sontak menatap kearah Arfa yang kini sedang meringis kesakitan dan menunduk malu karena mendapat tatapan dari orang sekitarnya.

"Ya ampun sakit banget" ringis Arfa sambil memegang lengkuk tangan kanannya yang tergores sedikit.

Sesekali meringis, ia berusaha berdiri sambil mengibas-ibas kan debu yang menempel pada tangan dan seragam putih abu-abu yang ia kenakan saat ini.

"Kalau jalan pakek mata dong!" ucap seseorang tanpa dosa dengan suara beratnya membuat Arfa langsung mendongakkan kepalanya untuk menatap seseorang bertubuh tegap nan tinggi yang sekarang berada di hadapannya.

Baru akan membuka mulutnya untuk mencaci orang tersebut yang membuatnya terjatuh, sejenak ia lupakan. Kini Arfa malah membelalakkan matanya dan menutup mulutnya tak percaya melihat apa yang ia lihat sekarang. Melihat orang yang kini berada dihadapannya. Sejenak ia melupakan rasa sakit yang berada pada tengkuk lengannya. Kepalanya masih dipenuhi dengan kebingungan yang sangat besar. Matanya juga masih terkunci pada mata hitam kelam milik seseorang yang berada di hadapannya.

Sementara orang yang ditatap Arfa malah menyengritkan dahinya bingung.

"Kamu kenal sama saya? Tampang lo tegang banget" tanya orang itu dengan muka datarnya.

"Astagfirullah" sontak Arfa langsung memutuskan kontak matanya dengan seseorang itu dan kini ia menundukkan kepalanya.

'Nih cewek kok aneh banget sih?!" -batin seseorang itu dengan mata yang masih menatap Arfa meskipun Arfa menundukkan kepalanya.

'Astagfirullah, apakah ini nyata? Kalau ini cuma halusinasi, tolong hapuskan memori tentang dia Ya allah' -batin Arfa-

"Hei? Kamu kenapa?" tanya orang itu yang tak ditanggapi Arfa. "Maaf ya? Apa kamu mengenal saya?"

Sebenarnya Arfa dengar semua pertanyaan yang dilontarkan orang yang berada di hadapannya, cuman ia hanya tak menjawab. Entah kenapa lidahnya keluh untuk berbicara. Ia hanya bisa menunduk dan menggigit bibir bawahnya.

"Kamu tuli ya? Saya tanya sekali lagi! Apa kamu mengenal saya? Saya tidak punya banyak waktu lagi untuk menghadapi orang seperti kamu!" ucap orang itu dengan dingin nan tegas membuat Arfa semakin menciut nyalinya.

Arfa lagi-lagi diam tak menjawab membuat orang itu mengeraskan rahangnya dan kesal setengah mati dengan Arfa yang tak kunjung menjawabnya.

"Terserah kamu kalau gak ngejawab! Itu bukan urusan saya! Yang penting saya gak punya banyak waktu buat ngeladenin orang tuli seperti kamu! Lagian punya mulut kok gak digunain" ucap orang itu dengan nada dingin.

Kemudian tanpa berkata lagi, orang itu meninggalkan Arfa yang masih kaku di tempat dengan kepala yang masih tertunduk.

"Dia...." gumam Arfa tertahan sambil matanya memandang kearah belakang punggung orang itu.

Detik kemudian ia mengeluarkan cairan bening dari sudut matanya. Kini ia yakin apa yang ditatapnya benar-benar orang yang sama dengan orang yang berada dihatinya.

Ia senang bukan main. Jantung yang dulunya seperti mati rasa dan tak berguna, kini berdetak lagi dengan adanya orang yang ia sudah taruh di lubuk hatinya paling dalam tanpa pernah ia rubah meskipun ia menemukan orang yang jauh lebih ganteng dan sempurna di mata Arfa.

Sudah lama Arfa menaruh hati pada orang itu. Sudah lama pula ia memendam rasa suka padanya bahkan rasa suka itu berubah menjadi cinta. Cinta yang hanya untuk orang itu walaupun ia menaruhnya dengan cara diam-diam tanpa sepengetahuan orang itu dan sahabatnya sendiri. Karena yang tau hanyalah dirinya dan Allah yang masih menjaga rahasia ini.

×××

Gara-gara kejadian tadi yang tanpa di sengaja menimbulkan Arfa sampai sekarang jadi kepikiran terus.

Arfa masih gelisah dengan menutup buka selimutnya diatas ranjang. Dan dengan susah payah ia pejamkan matanya tapi tidak bisa.

Alhasil sekarang sudah jam 12 malam Arfa pun tak kunjung tidur. Padahal Arfa tidak pernah sama sekali tidur selarut malam ini. Karena kata Bunda kalau sampai dia tidur tengah malam akan dipastikan nantinya Arfa akan bangun kesiangan dan akibatnya dia akan terlambat berangkat ke sekolah.

Tapi mau bagaimana lagi, Arfa berusaha memejamkan matanya tapi tak kunjung bisa. Pikirannya pun juga masih terbayang-bayang akan kejadian tadi dimana sosok laki-laki yang sangat ia cintai membuatnya sangat kecewa akan sikapnya.

Arfa menghembuskan nafasnya lelah. Lalu ia beranjak turun dari ranjang menuju ke dapur untuk mengambil minuman. Entah kenapa tiba-tiba tenggorokannya menjadi kering.

Arfa berjalan dengan lesuh. Ia sedari tadi menguap tapi tak kunjung matanya untuk menutup ketika ia bergelung di bawah selimut.

Sampai di dapur, Arfa langsung mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih yang ia ambil dari dispenser. Arfa meneguknya sampai habis.

Ketika Arfa mau menaruh gelas kosongnya ke tempatnya asal, Arfa tak sengaja menjatuhkan gelasnya ke lantai bawah. Alhasil gelasnya pecah dan menimbulkan suara nyaring yang berasal dari arah dapur.

"Astagfirullah!" pekik Arfa sambil menutup mulutnya sendiri tak percaya.

Arfa terkejut ketika mendapati gelas yang bermaksud akan ia taruh tadi pecah berantakan di atas lantai. Mungkin ini efek dari lelahnya yang tak kunjung membuatnya ingin beristirahat. Jadi gelas yang ingin ia taruh tadi menurutnya sudah berada di asalnya, ternyata tidak. Karena kalau sudah, mungkin ini tidak akan terjadi.

"Adek?"

Ucapan tak percaya yang keluar dari mulut seseorang, membuat Arfa dengan segera menolehkan kepalanya mencari sumber suara itu yang ternyata berada di arah tangga dengan tatapan menatapnya sedikit tak percaya.

Tbc

Pursuit Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang