POL : Twelve

87 9 0
                                    

"Arfa!! Yaampun Fa! Kenapa lo sampai begini sih Fa?!" ucap Biva khawatir sambil mengguncang pelan tubuh Arfa.

"Fa.... Bangun dong? Jangan bikin gue sama Biva khawatir" Ucap Cika yang juga melakukan sama seperti halnya Biva.

Biva dan Cika khawatir bukan kepalang saat ia membaca pesan dari Dita -teman baik Arfa yang dapat di percaya oleh Cika dan Biva pada saat itu diperkenalkan oleh Arfa saat Arfa membawanya ke kantin untuk makan bersama- yang dikirim lewat aplikasi line bahwa Arfa pingsan dan saat ini Arfa berada di UKS.

Dan tanpa memperdulikan mereka pada saat itu masih dalam kategori kegiatan belajar mengajar terpaksa mereka berdua berpamitan kepada guru yang sedang mengajar di kelasnya untuk menengok keadaan sahabatnya walaupun hanya sebentar karena mereka tadi berpamitan pergi ke kamar mandi.

Garfa yang bingung melihat sikap kedua cewek tersebut yang sama seperti halnya yaitu khawatir membuatnya ingin bertanya. Ada hubungan apa kedua cewek tersebut dengan Arfa. Temannya.

Garfa menarik kursinya kebelakang lalu ia berdiri menatap kedua cewek itu yang berada di hadapannya.

"Permisi, sebelumnya. Apa kalian kenal Arfa?" tanya Garfa dengan hati-hati.

Cika yang merasa ada yang mengajak berbicara diantara dirinya dengan Biva, membuatnya menoleh kearah sang sumber suara itu dengan tatapan tak mengenalnya.

"Iya, kenapa ya? Lo siapa nya sahabat gue?" ketus Cika dengan melihat kearah Garfa tatapan tidak sukanya.

"Dia sahabat lo?"

Cika menganggukkan kepalanya dengan tegas. Semantara Biva malah hanya diam menatap Garfa dengan tatapan....?? Entahlah. Kalau dilihat Biva melihatnya dengan tatapan memuja tapi detik kemudian Biva menggelengkan kepalanya. Menghilangkan pikiran anehnya disaat keadaan genting seperti ini.

"Gue Garfa temen sekelasnya Arfa. Arfa pingsan saat lari karena dia tadi kena hukuman gak bawa baju olahraga" jelas Garfa.

Penjelasan dari Garfa membuat
Biva dan Cika langsung membelalakan matanya tak percaya.

"Apa?! Bego banget sih! Arfa itu gak boleh sampai kecapekan! Kalau sampai kecapekan gini nih akibatnya! Lo tau gak sih?!" bentak Cika bertubi-tubi membuat Garfa semakin tak mengerti dibuatnya. "Dit, gue kan udah bilang buat jagain Arfa kenapa gak lo jaga? Malah lo biarin Arfa lari lo kan tau sendiri kalau Arfa gak boleh sampai kecapekan apalagi dibuat lari"

Ucapan marah bercampur kesal yang dilontarkan kearah Dita yang berada disebelahnya membuat Dita menundukkan kepalanya takut.

"Maaf Cik, tadi aku udah bilang ke Arfa tapi Arfa nya malah ngeyel dan keras kepala. Dia tetap ingin lari buat ngejalanin perintahnya" jelas Dita sedikit takut pada sahabat Arfa yang satu ini.

"Guru lo siapa sih?! Emang dia gak tau atau belum di kasih tau sama Bundanya Arfa?"

"Tadi itu guru baru pengganti Pak Harjo selama beliau sakit"

Cika menghembuskan nafasnya kasar lalu menatap sahabatnya kembali yang tak kunjung bangun.

"Udah Cik, Dita kan juga gak tau. Emang lo belum kenal Arfa aja kek gimana orang nya. Dia kan keras kepala kayak lo juga" ucap Biva berusaha menenangkan sedikit emosi Cika.

"Emang kenapa? Dia sakit apa?"

Pertanyaan yang dilontarkan tiba-tiba dari mulut Garfa membuat Biva, Cika, dan Dita mengalihakan perhatiannya kearah Arfa lalu menatap Garfa.

"Sakit-"

"Biva!!" teriak Dita dan Cika kompak dengan mata menatap tajam kearah Biva yang malah menatap bingung kearah mereka berdua.

'Yaallah jangan sampai nih anak bocorin rahasia Arfa. Biva kan TelMi! Aduh mati nih gue kalau sampai bocor! Bisa-bisa Arfa marah sama gue' batin Cika dengan bergerak gelisah.

"Sakit apa?" ulang Garfa yang semakin penasaran dibuatnya.

"Oh iya gue lupa gak nerusin. Gara-gara lo sih Cik! Dit! Gue belum sempet nerusinnya" Biva menatap kesal kearah Cika dan Dita. Bahkan dia tak memperdulikan pelototan tajam dari Cika. "Arfa itu sakit-"

"Biva.... Cika....." lirih seseorang dari arah bangker tersebut yang terbangun dari pingsannya membuat semua orang yang berada di dalam sana sontak menatap kearah tersebut yang telah menarik perhatian mereka semua. Bahkan Biva saja belum sempat menyelesaikan ucapannya.

'Untung Arfa bangun kalau enggak bisa-bisa mulut Biva udah ngatain yang sebenarnya. Awas lo Biv!!' batin Cika dengan menatap Biva dengan kesal sebelum ia kembali menatap Arfa dengan tatapan leganya saat mengetahui sahabatnya sudah bangun.

"Haus...." ucap Arfa pelan namun dapat didengar.


"Alhamdulillah Fa lo bangun. Lo mau apa? Mau minum? Bentar gue ambilin" ucap Biva tersenyum lega dengan menatap Arfa yang terlihat lemas.

Dita dengan sigap mengambilkan segelas air putih yang berada di sampingnya yang tadi diambilkan dari dapur sekolah oleh petugas UKS saat Arfa belum bangun dari pingsannya.

"Makasih ya Dit"

Dita hanya menganggukkan kepalanya kepada Biva.

"Udah enakan belum?" tanya Cika sesudah Arfa menghabiskan sampai tandas minuman tersebut.

Arfa menganggukkan kepalanya lemah, "sedikit"

"Apa yang lo rasain saat ini?"

"Pusing terus... disini sakit" lirih Arfa sambil memengang bagian pinggangnya.

Cika mengerti apa yang dimaksud Arfa, "bawa obat kan?"

Arfa menganggukkan kepalanya lemas.

"Dit gue minta tolong ambilin obatnya Arfa di tas. Lo tau kan?"

Dita menganggukkan kepalanya. Tanpa berkata Dita langsung bergegas menuju kelasnya untuk mengambil obat yang di maksud.

Dan tinggallah di ruangan ini hanya ada Biva yang masih setia berdiri disamping bangker Arfa dan menjadi penyandar kepala Arfa yang masih terasa pusing sambil sesekali ia mengusapnya dengan lembut untuk sedikit membantu meredahkan pusingnya. Sementara Cika hanya bisa menatap khawatir Arfa yang terlihat pucat pasi dengan tubuh yang masih lemas dan nafas yang masih belum teratur sepenuhnya. Cika menggenggam tangan Arfa dan ia pijat dengan pelan.

Dan Garfa hanya diam menonton kegiatan mereka dengan pikiran yang masih di penuhi dengan banyaknya pertanyaan yang ingin ia tanyakan.

Sebenarnya ada apa?

Arfa sakit apa?

Kenapa disini hanya dia yang tidak tau?

Apa yang sudah di sembunyikan oleh Arfa?

Entah kenapa perasaan Garfa menjadi tak karuan. Perasaan yang bercampur gelisah dan khawatir. Ia takut terjadi apa-apa dengan Arfa. Melihat Arfa yang seperti ini saja membuatnya tak tega apalagi kalau dia tau apa yang sebenarnya terjadi, bisa-bisa ia kecewa dengan dirinya sendiri karena tak bisa menjadi kepercayaan Arfa padahal dia sendiri sepenuhnya percaya pada Arfa.


Tbc

Pursuit Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang