BAGIAN 2. PERTEMUAN DI SUNGAI YAMUNA

1K 79 9
                                    

(Ilustrasi: Dalam versi kisah yang lain, Durgandini bertemu Santanu di Sungai Yamuna.)


Sementara Durgandini menjalani hidupnya sebagai anak nelayan, di suatu perguruan bernama Saptaparengga hiduplah seorang pemuda gagah dan cakap bernama Bambang Palasara, putra dari Resi Bambang Sakri pemilik perguruan tersebut. Palasara yang sangat rajin menuntut ilmu membuatnya menjadi pemuda yang sakti mandraguna, jauh melebihi pemuda-pemuda seusianya di perguruan tersebut. Hal ini membuat Palasara mulai merasa bahwa dia sudah tidak semestinya berdiam saja di perguruan Saptaparengga, tetapi harus mulai berkelana menimba ilmu dan pengalaman baru di luar sana.

Hingga pada suatu hari setelah memantapkan niat di hatinya, Palasara pun menghadap ayahnya.

"Ayahanda, izinkan aku menghadap untuk menyampaikan suatu maksud," pinta Palasara di hadapan ayahnya.

"Silakan, ananda," jawab Resi Bambang Sakri. "Apakah gerangan yang ingin kau sampaikan, ananda?"

Palasara pun menjawab dengan hati-hati, "Ayahanda, sebelumnya aku tidak ingin membuat ayahanda tersinggung. Aku sungguh sangat bahagia dan senang berada di Saptaparengga. Di sini adalah tempatku dilahirkan dan dibesarkan, dididik dan diajari segalanya oleh ayahanda dan ibunda. Saptaparengga akan selamanya menjadi rumahku, ayahanda."

"Aku senang kau merasa begitu, ananda," sahut Resi Bambang Sakri, mulai bisa membaca ke mana arah pembicaraan ini. "Teruskan dan sampaikan maksudmu, ananda. Tidak usah segan padaku seperti apa yang selalu kuajarkan untuk berani mengutarakan pendapatmu sendiri tentang segala hal."

Palasara menghela nafas panjang, lalu berkata, "Benar, ayahanda. Aku berharap ayahanda memaklumi bahwa aku sudah mempelajari semua hal di sini, sehingga sudah saatnya aku pergi meninggalkan perguruan untuk berkelana mencari ilmu dan pengalaman baru."

Resi Bambang Sakri merenung sejenak mendengar hal itu. Dia sendiri sudah menyadari bahwa kemampuan anaknya sudah melebihi dari apa yang bisa diajarkannya lagi dan hanya tinggal menunggu waktu sebelum anaknya meminta izin untuk meninggalkan perguruan.

"Baiklah, ananda. Aku mengizinkan kepergianmu," jawab Resi Bambang Sakri. "Kau memang benar, aku sudah tidak punya apa-apa lagi untuk diajarkan kepadamu. Kau harus mencari sendiri ilmu dan pengalaman baru di luar sana."

Palasara pun sumringah dan berucap, "Terimakasih banyak ayahanda. Aku akan segera menyiapkan kepergianku dan berpamitan."

Kepergian Palasara pun tidak tertunda terlalu lama, diiringi doa dan salam perpisahan dari Resi Bambang Sakri dan seisi perguruan. Dengan perbekalan seadanya, Palasara berkelana sejauh-jauhnya, sampai suatu saat di dekat sungai Yamuna, dia menemukan sebuah gua. Dia pun melaksanakan semedi di dalam gua dengan sangat khusyu dan khidmat dalam waktu yang cukup lama.

Sampai suatu saat karena saking khusyunya Palasara bertapa, sepasang burung gereja pun hinggap di kepala Palasara dan membuat sarang. Aktivitas sepasang burung itu pun tetap tidak mampu mengganggu semedi Palasara. Bahkan hingga sang burung betina bertelur dan mengerami telur-telurnya di sarang yang berada di kepala Palasara. Sampai tiba saatnya telur tersebut menetas dan beberapa anak burung pun lahir dan mulai bercicit keras karena lapar sementara induknya sedang pergi.

Setelah sekian lama anak-anak burung tersebut mencicit akhirnya Palasara membuka mata dan terpaksa menghentikan semedinya. Dia pun mengangkat sarang burung dari kepalanya sambil mencari induk dan bapak burung tersebut di luar gua. Ternyata sepasang orang tua burung tersebut tampak sedang bertengger di dahan pohon sambil menatap Palasara tanpa mau bergerak mendekati anak-anaknya. Bahkan setelah Palasara menaruh sarang burung tersebut di atas batu, sepasang orang tua burung tersebut tetap tidak bergeming, hanya diam bertengger sambil menatap Palasara.

MAHACINTABRATA SUKMA WICARA PART II (CINTA MATI DEWANATA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang