(Ilustrasi: Tiga ksatria datang terlambat untuk mengikuti sayembara meminang Dewi Kunti yang sudah dimenangkan Narasoma.)
Walaupun Prabu Mandrapati sangat senang melihat putranya pulang ke istana Mandaraka dengan akhirnya memboyong seorang istri, yaitu Pujawati yang sangat cantik bagai bidadari dan baik pribadinya hasil didikan seorang resi, namun tak ayal berita sayembara dari kerajaan Mandura untuk meminang Dewi Kunti membuat sang prabu kembali bimbang. Dia dan Raja Kuntiboja adalah sahabat dekat dan kerajaan mereka yang cukup besar tentunya akan semakin solid bila diikat dalam hubungan pernikahan antar putra-putri rajanya. Kedua raja tersebut memang telah berusaha dari dulu untuk menjodohkan Narasoma dengan Dewi Kunti, namun watak keras Narasoma selalu menghalangi usaha mereka. Bahkan dengan adanya undangan sayembara tersebut, Narasoma sama sekali tidak mau menanggapi sedikit pun bila Prabu Mandrapati mengungkitnya. Karena menjadi beban pikiran yang cukup berat ditambah usianya yang semakin lanjut, Prabu Mandrapati pun jatuh sakit dalam kebimbangannya.
Kendati merasa bimbang, tapi karena sakitnya tak kunjung sembuh akhirnya dengan terpaksa Prabu Mandrapati memanggil Narasoma untuk memerintahkan putranya itu mengikuti sayembara di Mandura.
"Anakku, Narasoma," Prabu Mandrapati berucap. "Tentu ananda sudah mengetahui tentang undangan sayembara dari Mandura untuk meminang Dewi Kunti.Aku mengharapkan ananda untuk mengikuti sayembara yang kabarnya sangat sulit itu karena aku yakin sahabatku, Prabu Kuntiboja, akan sangat mengharapkan ananda-lah yang akan memenangkan sayembara itu."
Narasoma tertegun sejenak, lalu berucap, "Maafkan aku, ayahanda. Tetapi bukankah aku telah beristrikan Pujawati, yang sangat aku cintai dan aku juga bisa melihat betapa ayahanda pun menyayangi Pujawati. Tiada sedikit pun kekurangan Pujawati walaupun selama ini hidup sederhana di pertapaan untuk kelak menjadi permaisuri mendampingiku meneruskan tahta yang ayahanda akan berikan nantinya."
"Aku tahu bahwa kau sepenuhnya benar, ananda," balas Prabu Mandrapati yang dalam usianya yang terus menua mulai bisa bersabar dan dengan tenang menanggapi putranya yang sama-sama berwatak keras. "Kalau begitu karena aku sudah sakit-sakitan karena terlalu tua dan tak mampu menempuh perjalanan, aku akan mengutus ananda untuk hadir di Mandura menyampaikan rasa maafku karena Mandaraka tidak bisa mengikuti sayembara tersebut. Sekaligus ananda sebagai saksi dari Mandaraka untuk mengetahui siapa pemenang sayembara yang bisa meminang Dewi Kunti."
Narasoma berpikir agak panjang, dan akhirnya mengalah dengan berkata, "Baiklah, ayahanda. Aku akan segera berangkat ke Mandura untuk menyampaikan titah ayahanda dan menyampaikannya pada Prabu Kuntiboja."
Singkat cerita akhirnya Narasoma pun datang ke Mandura dan menghadiri sayembara yang tengah berlangsung di alun-alun istana tersebut. Setelah diketahui oleh khalayak ramai, kehadiran pangeran dari kerajaan Mandaraka yang gagah perkasa dan terkenal sakti ini pun mengundang elu-elu dan puja-puji dari yang hadirin. Semua hampir meyakini bahwa Narasoma-lah yang akan memenangkan sayembara tersebut. Prabu Kuntiboja bahkan langsung mengundang Narasoma untuk naik ke atas podium kehormatan dan menghadapnya langsung.
"Selamat datang, Pangeran Narasoma," ucap Prabu Kuntiboja. "Bagaimana kabarmu dan kabar ayahmu yang juga sahabatku, Prabu Mandrapati?"
Narasoma menghaturkan sembah, lalu menjawab, "Kabarku baik, Prabu. Tetapi ayahanda menitipkan permohonan maaf karena tidak bisa menghadiri sayembara karena dalam kondisi sakit."
"Baiklah, mudah-mudahan ayahmu segera sehat dan pulih kembali. Tentunya beliau akan senang nantinya sehingga sehat kembali bila kau bisa kembali dengan memboyong putriku, Dewi Kunti ke Mandaraka sebagai istrimu dengan memenangkan sayembara ini."
Narasoma tertegun sejenak memikirkan pendapat Prabu Kuntiboja. Dia mulai merasa bersalah karena merasa menjadi penyebab sakit yang diderita ayahnya. Tentu ayahnya sedih karena dia selalu menentang keinginan dan perintah ayahnya, walaupun sebenarnya semua demi kebaikan dirinya serta untuk kemajuan Mandaraka.
Prabu Kuntiboja sendiri tidak terlalu memperhatikan perilaku Narasoma, dia pun memerintahkan penyelenggara sayembara untuk mengumumkan bahwa Narasoma akan mengikuti sayembara. Narasoma yang terlambat menyadarinya hanya bisa terkejut saat hadirin pun bersorak-sorai dengan meriah dan memanggil-manggil namanya sebagai bentuk dukungan.
"Ayolah, Narasoma. Turunlah ke alun-alun dan perlihatkan kemampuanmu yang luar biasa kepada khalayak sebagai tanda bahwa kau pantas meminang putriku, Dewi Kunti," bujuk Prabu Kuntiboja sambil membimbing Narasoma untuk memasuki alun-alun. Narasoma pun tidak punya pilihan dan hanya mengikuti kehendak sang raja Mandura tersebut.
Ternyata sayembara tersebut memang sulit, sehingga belum ada yang bisa memenangkannya. Peserta harus berusaha memanah burung di dalam sangkar yang digantung tinggi dan diputar dengan sangat kencang. Syaratnya adalah anak panahnya harus bisa menyelip di antara jemari sangkar tanpa merusak sangkarnya lalu mengenai burung di dalamnya. Sudah banyak ksatria dan pangeran yang mencoba namun belum ada yang bisa memenangkan sayembara dengan memenuhi persyaratan tersebut. Tentunya hal ini membuat para peserta dan hadirin semakin penasaran siapa yang bisa memenangkan sayembara tersebut. Apalagi semua hadirin sangat terpesona melihat kecantikan Dewi Kunti yang turut menyaksikan jalannya sayembara dari podium utama.
Sejak tadi Kunti sudah memperhatikan kedatangan Narasoma dan walau rasa khawatir muncul di hatinya karena telah mengetahui bahwa Narasoma sudah beristri, dia telah pasrah pada keputusan ayahnya yang berharap Narasoma akan jadi pemenang sayembara ini. Selain itu Kunti pun merasa kurang cocok dengan kepribadian Narasoma yang keras dan sombong, yang sering dikeluhkan oleh sahabatnya sekaligus adik Narasoma, Dewi Madrim.
Namun sesuai perkiraan khalayak, kemampuan Narasoma memang luar biasa. Walaupun dengan penuh keragu-raguan tetapi melihat banyaknya hadirin yang menyaksikan aksinya, Narasoma yang tinggi hati enggan untuk dipermalukan bila dia tidak mampu memenangkan sayembara. Dengan sungguh-sungguh dibidiknya sangkar burung yang sudah diputar dengan cepat, lalu dilepaskannya anak panah yang melesat cepat dan berhasil menembus badan burung tanpa merusak sangkarnya.
Sorak-sorai pun berkumandang dan meriahlah suasana di alun-alun setelah semua menyaksikan bahwa Narasoma berhasil memenangkan sayembara. Dewi Kunti pun tertunduk berusaha menerima hasil tersebut dengan pasrah dan sabar. Sedangkan Narasoma melihat perilaku Dewi Kunti dari jauh kembali mulai merasa ragu akan tindakannya tadi, juga teringat pada nasib istrinya kelak, Pujawati, yang mungkin akan disisihkan dari calon permaisuri bila harus bersaing dengan Dewi Kunti yang sudah jelas merupakan putri kerajaan sebesar Mandura, sekutu kerajaan Mandaraka.
Di tengah-tengah kehebohan dan kemeriahan akibat keberhasilan Narasoma memenangkan sayembara, tiba-tiba datanglah ke tengah-tengah alun-alun tiga orang ksatria gagah tanpa diiringi pengawal dan kereta kuda yang berkehendak mengikuti sayembara tanpa mengetahui bahwa kedatangan mereka sudah terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHACINTABRATA SUKMA WICARA PART II (CINTA MATI DEWANATA)
Narrativa Storica"Mahacintabrata" adalah sebuah novel modern bagi penyuka wayang atau siapa pun yang ingin tahu tentang seni warisan budayawan Indonesia ini. Kisah pewayangan akan diceritakan dengan bahasa yang sangat menarik dan mudah dicerna, sehingga membuat pemb...