BAGIAN 21. PERWUJUDAN JANJI YAMAWIDURA

651 55 7
                                    

(Ilustrasi: Yamawidura dalam serial Mahabharata versi India.)



Seluruh hadirin terkesiap dan terkejut begitu mendengar pernyataan Yamawidura yang penuh kontroversi, lalu gemuruh suara gaduh keterkejutan terdengar di seantero istana. Hampir semua menduga-duga apakah yang menjadi alasan mundurnya Yamawidura dari perjodohan dan pewarisan tahta, serta apakah sang Raja akan menerima pernyataan putra bungsunya tersebut. Hanya Yamawidura sendiri yang paham akan tindakannya, serta Dewi Kunti yang mempunyai prasangka kuat bahwa tindakan tersebut merupakan perwujudan janjinya pada Kunti.

Raja Abiyasa tiba-tiba berdiri dari singgasananya, sehingga suasana yang tadinya gaduh berangsur-angsur senyap kembali dan menanti reaksi sang Raja. Raja Abiyasa tampak tenang, kemudian bertanya dengan lembut kepada putranya yang masih berdiri tegak di depan singgasana.

"Ananda Yamawidura, apakah alasan ananda untuk mundur dari perjodohan sekaligus dari pewaris tahta Hastina? Bila ananda berkenan, mohon disampaikan kepadaku saat ini, boleh secara pribadi atau pun di depan khalayak."

Yamawidura menghela nafas, lalu memutuskan untuk menjawab secara langsung pertanyaan tersebut, sekaligus menjelaskan kepada khalayak atas pernyataannya.

"Maafkan putramu ini, ayahanda Raja Hastina... Tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasihku sebesar-besarnya kepada ayahanda dan ibunda, serta para tetua yang telah mendidikku menjadi pangeran yang layak untuk dicalonkan menjadi raja, keputusan ini sudah kupertimbangkan matang-matang.

Pertimbanganku untuk mundur dari perjodohan adalah sebagai bentuk penghargaanku sebesar-besarnya kepada kakakku, Pangeran Pandu Dewanata, yang telah dengan susah payah dan penuh risiko memenangkan sayembara meminang Dewi Kunti di Mandura. Kanda Pandu pun dengan dibantu Kanda Dasarata telah mengalahkan Pangeran Narasoma dari Mandaraka yang berilmu kesaktian tinggi, sehingga bisa memboyong Dewi Madrim ke Hastina. Ditambah aksi Kanda Pandu menumpas kepungan pasukan kerajaan Gandara yang menyelamatkan kami semua serta membuat Pangeran Sangkuni memboyong adiknya, Putri Gandari ke Hastina.

Dengan begitu, aku menyerahkan hakku untuk memilih salah satu putri kepada kakakku, Pangeran Pandu, sehingga Kanda Pandu bisa mengambil kedua putri yang belum terpilih, Dewi Kunti dan Dewi Madrim untuk menjadi istrinya."

Jawaban panjang lebar dari Yamawidura pun dengan cepat diserap oleh Raja Abiyasa dengan penuh kebijakan dan kearifan, walau sang ayah mengetahui bahwa di balik jawaban yang penuh diplomasi tersebut, ada suatu ganjalan hati yang lebih besar pengaruhnya sehingga putranya mengambil tindakan yang sangat mengejutkan tersebut.

"Baiklah, Ananda Yamawidura... Kau adalah putra bungsuku yang sangat kubanggakan penguasaan ilmu pengetahuannya bahkan disertai kearifan tindakan dan perilaku yang sangat bisa dipercaya," ucap Raja Abiyasa. "Sebelum aku memutuskan untuk menerima pernyataanmu, aku akan memanggil kakakmu, Pangeran Pandu Dewanata, untuk menanyakan kesediaannya menerima kedua putri yang telah dimenangkan oleh kalian dalam perjalanan ke Mandura kemarin... Putraku yang kedua, Pangeran Pandu Dewanata yang gagah perkasa, kemarilah menghadap ayahmu ini..."

Kini semua mata hadirin menatap pada sosok Pandu Dewanata, yang ternyata tampak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dan disaksikannya sejak tadi. Namun mendengar perintah dari ayahnya, Pandu pun melangkah dengan penuh keragu-raguan ke depan singgasana. Setibanya di samping Widura yang masih berdiri di situ, Pandu menatap Widura dengan penuh tanya, sedangkan Widura hanya menatap Pandu sekilas lalu menundukkan wajah untuk mencegah Pandu bisa menebak perasaan Widura yang sebenarnya.

Raja Abiyasa lalu berkata kepada Pandu, "Ananda Pangeran Pandu, ananda tentu sudah mendengar dan melihat sendiri pernyataan adikmu, Pangeran Widura. Pada prinsipnya, aku sebagai seorang ayah dan sekaligus Raja Hastina, dapat menerima pernyataan adikmu yang kupercaya sudah diselaminya dengan arif dan bijaksana. Tentu saja kini tinggal menunggu kesediaanmu untuk menerima kedua putri yaitu Dewi Kunti dan Dewi Madrim untuk menjadi istrimu. Bagaimana menurut pendapatmu, Putraku Pandu?"

Pandu menatap ayahnya dengan pandangan penuh kebimbangan karena tidak siap untuk memikirkan lebih dalam situasi yang tidak diduganya ini. Dia hanya mencintai Dewi Madrim, namun kini Dewi Kunti dalam status yang rumit. Apalagi dia pun menyadari bahwa Dewi Kunti tampaknya masih menyimpan harapan pada dirinya, rasanya tidaklah pantas menolak seorang putri yang sudah dengan susah payah mereka menangkan bersama, lalu harus dikembalikan begitu saja ke negaranya. Pandu tidak tega membayangkan Dewi Kunti harus menanggung kejadian itu, tentunya menjadi sebuah penghinaan besar bagi diri Dewi Kunti dan Raja Kuntiboja.

Akhirnya Pandu menjawab, "Demi Hastina, demi saudara-saudaraku Dasarata dan Yamawidura... aku bersedia, ayahanda Raja Abiyasa."

"Baiklah, ananda. Maka dengan kesediaanmu maka urusan perjodohan ini kunyatakan selesai bila tidak ada lagi pihak yang menyatakan tidak menerima keputusan ini," Raja Abiyasa pun bersabda, disambut oleh gemuruh dan sorak-sorai hadirin yang akhirnya bisa mengetahui hasil perjodohan para pangeran dan para putri. Dan acara pun akan segera dilanjutkan dengan penentuan pewaris tahta Hastina yang akan diserahkan oleh Raja Abiyasa kepada salah satu putranya.

"Hadirin yang terhormat, dengan selesainya urusan perjodohan maka kita akan berlanjut pada acara pemilihan pewaris tahta Hastina," Raja Abiyasa pun memulai. "Dengan munculnya peristiwa baru yang telah terjadi beberapa saat lalu, maka pertimbanganku serta para tetua telah membulat dan menyepakati bahwa tahta Hastina akan diwariskan kepada putraku yang kedua, Pangeran Pandu Dewanata dengan beristrikan Dewi Kunti dan Dewi Madrim."

Sabda terakhir Raja Abiyasa ini pun mendapat sambutan yang lebih luar biasa dan membuat seisi istana bergemuruh lagi hingga memekakkan telinga seluruh hadirin. Akhirnya penantian panjang segenap rakyat dan teka-teki penerus tahta Hastina terjawab sudah. Kini Pandu Dewanata akan disiapkan nantinya untuk dinobatkan menjadi Raja Hastina dan didampingi oleh dua permaisuri yang luar biasa, Dewi Kunti yang sangat cerdas dan Dewi Madrim yang cantik jelita.

***

Dewi Kunti mengetuk pintu kamar, dan tak lama Yamawidura membuka pintu. Widura terkejut melihat Kunti ada di depan kamarnya. Beberapa saat berlalu, Kunti masih hanya terdiam menatap Widura, mencoba merangkai kata-kata yang sangat sulit diucapkan dalam suasana hati yang tengah campur aduk setelah selesainya acara yang sungguh menegangkan serta menguras perasaan dan tenaga keduanya. Perasaan Yamawidura sebenarnya hancur lebur dan hatinya pecah berantakan, ditambah tindakannya hari ini sungguh menguras seluruh nyali dan keberaniannya. Kunti pun bisa melihat betapa wajah Yamawidura yang biasanya sangat arif dan bijak penuh ketenangan, kini tampak kusut dan tidak karuan, tertunduk lesu di hadapannya. Namun Kunti merasa, inilah wajah yang sejujur-jujurnya dari seorang pria yang tengah patah hati karena telah rela berkorban demi seseorang yang dicintainya walau tidak membalas cintanya.

Akhirnya tiada kata-kata yang terucap dari bibir Dewi Kunti, hanya sebuah kecupan singkat nan lembut yang mendarat di pipi Yamawidura. Dewi Kunti pun lalu pergi meninggalkan Widura yang hanya bisa tertegun di pintu kamarnya sambil menatap kepergian Kunti.

merelakan tidak sama dengan kehilangan

melepaskan bukanlah kekalahan

meninggalkan tidak selalu menjadi perpisahan

janji tulusku telah kutuntaskan

agar dirimu bisa meraih kebahagiaan

engkau pun bisa merasakan dan memberiku sebuah balasan

hanya dengan satu sentuhan tapi berjuta makna yang telah engkau berikan

kini aku telah menjadi sandera hatimu

yang seakan terikat padamu seumur hidupku

haruskah aku menunggu cintamu hingga akhir waktu

mengharapkanmu suatu saat akan jadi milikku

("Sandera Hati" oleh: Didi.Hardja, 22 Maret 2016)

MAHACINTABRATA SUKMA WICARA PART II (CINTA MATI DEWANATA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang