5.1K 273 9
                                    

"Seberapa besar lo mencoba untuk berpaling dan mencari pengganti, pasti masih ada sedikit getaran saat bertatapan dengan orang itu."

Unknown

- - -

Jam pelajaran baru saja selesai. Sheilin, Monica, Hera, dan Vasya memutuskan untuk makan di kantin sekolah sebelum pulang. Suatu hari nanti, makanan kantinlah yang akan sangat dirindukan setelah lulus sekolah.

Kantin terlihat lengang, hanya satu dua meja saja yang terisi, tidak seperti jam istirahat berlangsung.

Lambaian tangan dari seorang perempuan di tengah kantin membuat perhatian Sheilin dan tiga sahabatnya terfokus sepenuhnya ke sana. "Kak, duduk sini aja," teriak perempuan itu.

Mereka pun setuju. Lagi pula, perempuan itu hanya duduk sendiri tanpa ditemani oleh seorang pun di meja tersebut.

"Cuma sendiri, Ok?" tanya Monica ramah kepada orang tersebut.

"Enggak, sama Kak Marchel, dia lagi ke kelas ngambil buku yang ketinggalan," jawab perempuan itu ramah.

Sheilin, Monica, Hera, dan Vasya pun mengangguk.

"Kalian mau mesen apa?" tanya Vasya sebelum beranjak dari duduknya. Ah, sepertinya dia sangat pengertian.

"Akhirnya ada yang peka," ucap Hera penuh syukur, lalu menyengir. "Gue mau soto Mang Abi sama es jeruk ekstra es batu."

"Gue siomay seporsi sama es jeruk ekstra es batu juga," pesan Monica.

"Pempek Mbak Lis sama jus stroberi ya," pinta Sheilin.

Vasya pun mengangguk lalu segera melesat, memesan semua pesanan tadi sebelum ia lupa.

Marchel dan Okta sudah menjalin hubungan selama lima bulan, omong-omong. Satu bulan pertama, hati Sheilin berdenyut sakit setiap kali mendengar cerita Okta tentang Marchel. Namun lama-kelamaan, hatinya mulai terbiasa dan kini sudah kebal dengan segala macam cerita tentang Marchel.

Awalnya juga, Sheilin selalu mengumpat karena memiliki sahabat-sahabat supel dan friendly --yang akan menjadikan siapa saja, yang menurut mereka ramah, menjadi teman. Salah satunya, Okta. Karena Okta memiliki sifat yang amat sangat ramah kepada siapa pun. Dan itu akan berpengaruh besar kepada Sheilin. Ia jadi ikut-ikutan terseret dalam perteman ketiga sahabatnya dengan kekasih Marchel itu.

"Kak," panggil Okta.

Ketiga perempuan itu menatap Okta dengan tatapan 'apa?'

"Menurut kalian, aku ngasih kado apa ya ke Kak Marchel?" tanya perempuan bertubuh gempal itu.

Sheilin terdiam. Ia baru ingat, dua hari lagi Machel ulang tahun. Kira-kira, ia harus memberi laki-laki itu kado tidak ya?

"Marchel sukanya apa?" Hera balik bertanya.

"Mm-main game," jawab Okta setelah berpikir sejenak.

"Selain itu?"

"Mm, apa ya?"

"Topi?" kata Sheilin lebih seperti pertanyaan.

"Ah, iya! Dia suka banget pake topi." Okta menjentikkan jarinya.

Sheilin tersenyum tipis. Kenapa ia yang lebih banyak tahu tentangnya dibanding kekasihnya sendiri?

"Menurut Kakak, warna merah bagus gak?" tanya Okta, lagi. Perempuan itu terlihat sangat bersemangat.

"Iya, Marchel 'kan emang suka warna itu," ujar Sheilin, sangat yakin. Itu membuat Monica dan Hera meringis sambil merutuki kebodohan Sheilin yang menjawab seperti tahu banyak --ah memang tahu banyak-- tentang Marchel. Padahal 'kan, Sheilin sendiri yang mengancam mereka untuk tutup mulut tentang masalah hatinya kepada Okta dan Marchel.

Your Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang