1K 100 12
                                    

"Aku harap, suatu hari nanti, Tuhan akan mengirim pengeran kepadaku dan memperbaiki hatiku yang rusak karena seorang laki-laki."

Sheilin Elycia Darrel

- - -

"Demi apa lo pergi sama Marchel?!"

Sheilin memejamkan matanya sejenak kala Hera berteriak heboh dan membuat seluruh penghuni kelas menoleh kepadanya untuk sesaat, ketika Monica baru saja selesai menceritakan kejadian tragis --bagi Sheilin-- kepada Hera dan Vasya.

Omong-omong, guru Sejarah berwajah masa lalu, Pak Muklis, datang terlambat dan membuat kelas IPS-2 mendesah lega karena mereka tidak perlu terburu-buru mengerjakan PR.

"Demi semangkuk indomie kuah dengan irisan cabai di atasnya," jawab Sheilin malas-malasan.

"Duh," keluh Monica, perutnya mulai berdemo minta diisi lagi saat mendengar ucapan Sheilin barusan.

"Ih, serius!"

"Iya, serius deh," Sheilin mengalah.

"Ceritain dong," pinta Monica antusias.

Sheilin menghela napas sebelum menceritakan kejadian kemarin.

"Gue diajak makan di Kafe Pelangi," kata Sheilin, lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Gitu doang?" Vasya menaikkan satu alisnya.

"Enak yaa bisa makan berdua sama orang yang disuka," celoteh Hera, lalu mulai berkhayal.

"Berdua dari Hongkong!" tukas Sheilin, dan langsung diberi tatapan penuh tanya dari ketiga sahabatnya. "Gue makan di meja yang udah ditempatin empat orang cowok coba! Eh, tapi gak apa deh. Dengan begitu, gue gak terlalu terbawa perasaan sama Marchel."

"Terus lo cuma diem-dieman gitu?" Vasya mencodongkan sedikit tubuhnya ke arah Sheilin. "Secara 'kan, lo duduk sama orang asing."

"Nope," jawab Sheilin cepat. "Empat cowok itu teman sekelasnya Marchel, jadi gak canggung karena masih ada bahan obrolan dan bercandaan. Siapa ya namanya? Cal ... Calum. Eh, bukan! Aduh, gue lupa! Cal-Cal gitu namanya." Sheilin geregetan sendiri.

"Calvin?" jawab Hera lebih seperti bertanya kepada Sheilin. Dunia kesensusan Hera pun mulai muncul, Bung.

"Nah! Satu juta rupiah untuk Anda!" Sheilin berteriak girang, namun tidak dengan ketiga sahabatnya. Rahang mereka terbuka sangat lebar secara kompak, yang Sheilin yakini sebentar lagi akan ada lalat masuk ke dalam masing-masing mulut ketiga cewek itu.

Sheilin yang sadar dengan keanehan sahabatnya pun bertanya, "Ada yang salah?"

"Lo gak salah orang 'kan, Shei?" Monica meringis, tidak percaya. Hera dan Vasya pun memberinya tatapan aneh.

Sheilin terkesiap. "Enggak kok!" tegasnya mantap. Ia segera mengambil ponsel dari saku roknya. "Kalo gak percaya, gue ada fotonya." Sheilin memberikan ponselnya yang menampilkan gambar dirinya, Marchel, dan empat teman Marchel kepada ketiga sahabatnya dengan polos.

Kemarin, ketika Sheilin dan Marchel berpamitan ingin pulang. Calvin mengajaknya foto berenam dahulu. Akhirnya Sheilin menyetujui ajakan itu karena Marchel menahannya.

Ketiga sahabatnya terkejut. Bola mata mereka hampir keluar dari tempatnya kalau saja tidak ada kelopak mata yang menahannya.

"Demi apa ... ?" tanya Hera.

"Astaga, ini berenan Calvin." Vasya menunjuk gambar Calvin di layar ponsel.

"Dia beruntung banget," gumam Monica dan diberi anggukan setuju oleh dua sahabat lainnya.

Your Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang