Yî Sîp Săm

3K 229 7
                                    

"Beri aku penjelasan agar aku mengerti."

Sheilin Elycia Darrel

- - -

Enam lembar surat berwarna pink akhirnya terjejer rapi di atas meja belajar setelah penerimanya kebingungan menyusun kalimat yang cocok dari satu kata di setiap suratnya.

"Ingat cerita stroberi? Sekarang sedang manis."

Sheilin membaca sususan kata pada surat-surat itu. Tersenyum sendiri ketika mengingat ucapan Adyestha dua bulan lalu.

"Stroberi itu ngegambarin asam, manis, kecutnya cinta. Ya, cinta itu beragam rasanya. Kalau sedang bahagia akan terasa manis. Kalau sedang marah dan kesal, rasanya asam. Dan kalau sedang galau, rasanya akan kecut. Dan pasti, asam, manis, kecut itu bakal kita rasain nantinya ketika jatuh cinta."

"Jatuh cinta," gumam Sheilin, berbunga. Memegang dadanya yang berdegup kencang.

"Anak kecil berkepang tadi itu ... gue?" tanya Sheilin kepada Adyestha ketika sudah di dalam mobil Adyestha.

Adyestha meliriknya dengan alis yang terangkat satu. "Iya," jawab Adyestha, lalu laki-laki itu terkekeh. "Oh iya, lo pasti lupa."

Kening Sheilin mengerut, tanda ia bingung.

"Itu pas gue umur lima tahun dan lo masih empat tahun sepuluh bulan. Jelas lo lupa. Oh, satu lagi, video itu diambil sama temen gue, pake kamera ayah yang gue ambil diam-diam."

Sheilin masih diam, lalu kembali bertanya, "Itu ... serius gue?"

Adyestha terbahak akibat pertanyaan aneh Sheilin. "Iyalah, emang siapa lagi kalo bukan lo? Ah, lo yang pertama kali gue liat beda sama lo yang sekarang. Lo yang dulu, cengeng, penakut, pemalu."

Sheilin merasa ada perasaan asing yang menyusup jauh ke dalam hatinya. Dia merasa asing, namun, wajah gadis kecil berkepang di layar bioskop tadi itu mirip dengan dirinya.

Jantung Sheilin berdentum hebat. Ini aneh. Ini ganjil. Ini asing. Ini ... tidak ada di dalam ingatannya.

Satu lembar suratnya terjatuh, mengharuskan Sheilin membungkuk untuk mengambilnya. Mata Sheilin menangkap sesuatu di bawah kasurnya. Setelah memungut surat yang tadi terjatuh, ia merangkang lalu menjulurkan tangannya ke bawah kasur, meraih selembar foto --yang entah punya siapa. Sheilin duduk di samping kasur, membalik foto agar gambarnya terlihat.

Sheilin membeku. Jantungnya seperti dihentikan untuk sesaat, sebelum hembusan napas pendek keluar dari mulutnya dan diikuti dengan napas yang mulai memburu.

Ia segera menarik ponselnya dari saku celana, lantas men-dial nomor seseorang.

Dengan tangan bergetar, ia menempelkan ponsel pada telinga. Menunggu dengan sabar orang yang sedang dihubunginya itu menjawab panggilannya.

"Halo," kata laki-laki di seberang sana.

"Bang...," lirih Sheilin dengan suara bergetar. "Di mana?"

"Garasi rumah. Lo kenapa?" tanya Haris menyiratkan kekhawatiran. Suara pintu mobil tertutup dengan keras pun terdengar.

"Ke kamar gue."

Tanpa menjawab, panggilan langsung diputus sepihak oleh Haris.

Sheilin memeluk lututnya, menenggelamkan wajahnya di sana.

* * *

Haris membuka pintu rumahnya dengan kasar, menaiki anak tangga --yang entah sejak kapan menjadi sangat panjang-- dengan tidak sabar, dan memutar knop pintu berwarna pink dengan cepat.

Your Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang